36

639 69 2
                                    

            "APA nggak sesak dan terlalu seksi ya?" suara nenek Jeno terdengar.

Kami sedang berada di butik milik desainer terkenal yang biasa menangani pakaian-pakaian para elite Kimsung Family. Aku kenal desainer ini, beberapa kali aku sempat membuat pakaian juga di sini—namun karena sesuatu hal dan kondisi alias aku kan banyak sekali endorsenya, jadi tidak membutuhkan pakaian custom segala—dan tahu betul kalau tangan berbakat milik sang desainer memang juara.

Ya sebanding lah dengan biaya yang dikeluarkan.

"OMG, cantik bangeet. Padahal belum finishing." ucap sang desainer yang biasa dipanggil Tee oleh orang-orang. Aneh sekali memang julukannya, aku saja sampai heran. Tee menyuruhku berputar-putar di depan cermin yang berdiri besar di depanku. "Benarkan, Bu?" ucap Tee meminta persetujuan dari nenek Jeno.

Aku menatap beliau dari cermin, diam-diam semakin mengagumi kecantikan yang tak termakan oleh umur itu. Sepertinya ini adalah privilege orang kaya. Cantiknya unlimited. Tenang, Siyeon, kau juga akan menuju ke sana. Sebentar lagi.

Anggukan nenek membuatku tersenyum bangga, well, ini gaun memang terlihat bagus karena aku yang memakai. Coba kalau si ular itu, kujamin tidak akan!

"Tapi, Tee," nenek menggerutkan kening. Dengan tongkat andalan beliau melangkah mendekatiku. Menatapku dari pantulan cermin, dan menatap si desainer, melanjutkan. "Apa ini nggak terlalu terbuka?"

Tapi aku suka. Kakiku kan jenjang, jadi bagus saja dipamerkan seperti ini... aku protes dalam hati.

Kedua mata dari balik lensa kacamata milik Tee itu menatapku. "Bukannya kita harus menonjolkan yang indah-indah?"

"Bet—"

"Kamu pikir Siyeon lagi mau melakukan fashion show?" potong nenek Jeno dengan gerutuan. Hmm, nenek ini tidak se-open minded yang kukira. Memang apa coba salahnya kalau tampil wow di hari pernikahan? Toh aku pasti akan di sorot dan diliput seluruh media, jadi aku kan harus tampil paripurna. Mata tua itu kemudian menatapku. "Kamu suka, nak?"

"Aku sebenarnya suka model ini, aku kayaknya cantik dan semakin jenjang gitu, Nek," kataku bicara jujur. Aku anti ya menjilat apalagi bermuka dua. Lalu, aku menambahkan. "Tapi, kayaknya ucapan nenek ada benarnya. Ini bukan pernikahan Jeno dan aku aja, tapi keluarga besar juga. Aku nggak mau kalau pakaian ini malah dinilai oleh beberapa pihak 'nggak sesuai'."

Nenek Jeno tersenyum. "Nenek emang nggak salah pilih kamu sebagai calon cucu menantu."

Tentu saja, nek. Aku kan Siyeon.... ucapku dalam hati. Sebagai gantinya, kusunggingkan senyuman super baik. Lalu menatap Tee, "Tee, ini masih bisa diperbaiki kan?"

Si Tee yang nampak hilang sesaat itu kembali tersadar dan tersenyum lebar sambil mengangguk. "Bisa kok, Mbak," ucapnya lalu membantuku melepaskan kaitan gaun di belakang, ia berbisik pelan, "Ya ampun, saya benar-benar terkejut karena nggak pernah melihat beliau se-antusias dan super cerewet seperti hari ini."

Kubalas dengan senyuman saja karena jujur aku tidak tahu itu bohong atau benar. Sejak aku bertemu neneknya Jeno untuk kali pertama, aku tidak pernah tuh melihat beliau diam saja. Jelas sekali nenek sangat antusias saat mengobrol denganku. Bisa jadi ini hanya bualan Tee karena ingin membuat hatiku senang saja. Well, biasanya kan itu yang dilakukan penjual terhadap customer mereka.

Setelah mengoreksi beberapa hal dan melakukan deal untuk finishing gaun pengantinku, aku dan nenek langsung berjalan keluar dengan pintu dibukakan oleh bodyguard setia nenek Jeno. Beberapa nampak siaga menjaga lokasi agar tetap aman dari pencari berita sialan yang coba memotretku lagi. Walaupun sudah ada yang dibungkam, tapi kan orang seperti itu di negeri ini tidak hanya satu saja, ada banyak, karena itu lebih baik mencegah daripada mengobati.

The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - SiyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang