26

588 73 11
                                    

SAAT Jeno mengatakan ingin mengajakku ke pantai, aku tidak pernah mengira kalau yang ia maksud adalah private beach. Wow, dia benar-benar tahu cara memerlakukan seorang aktris secantik dan seterkenalku itu bagaimana.

Bau laut nan khas langsung menenangkan otakku yang tegang belakangan ini. Sudah sejak lama aku tidak mengunjungi pantai, tidak sempat. Aku sibuk dan bernapas saja terasa sulit untuk membagi waktunya, lagipula tak ada yang mau menemaniku ke pantai meskipun aku sangat ingin ke pantai. Gun mabuk laut—dia langsung pusing tiap kali melihat air laut—dan aku tidak mungkin mengajak Pak Boss, bisa-bisa aku terkena rumor dan di cap sebagai pelakor. Bercanda 'kan? Kalau aku hendak merebut suami orang, tentu saja itu bukan Pak Boss laa. Setidaknya jika kepalang dihujat, aku lebih baik merebut pria kaya raya yang uang di rekening Luar Negeri-nya sudah tak berseri lagi, yang tiap datang ke bank selalu menjadi prioritas. Pak Boss mah kentang!

"Omong-omong, nggak ada kanopi kah di sini?" tanyaku pada Jeno saat ia datang menghampiri. Tadi, Jeno memintaku untuk menunggu di bawah pohon palm yang teduh sementara ia mengobrol sebentar dengan seorang pria setengah baya yang aku tidak tahu siapa namanya—menyapa saat Jeno dan Aku turun dari mobil. Aku menurut saja, selain karena di situ panas, nanti kalau aku dikenali bagaimana coba? Kan bikin repot.

"Nggak ada, mungkin karena di sini nyediain Cottage, lagian banyak pengunjung yang datang ke sini buat tanning, nggak butuh-butuh amat kanopi."

"Gue nggak ngerti dengan kebiasaan tanning orang-orang." ucapku jujur. Dahiku yang tertutup topi pantai mengernyit, sementara pandanganku lurus menatap pantai yang super bersih dari balik kacamata hitam yang kupakai. Style ini benar-benar sudah kubayangkan sejak lama, hanya saja belum bisa kucoba karena situasi dan kondisi.

"Apa yang salah emang?" Jeno menoleh ke arahku, lalu menyelipkan jemarinya pada sela jemariku, mengajakku mengikutinya ke sebuah Cottage indah yang sedikit terpisah dari cottage-cottage lainnya. Ukurannya juga sedikit lebih besar dari teman-temannya yang lain, dan tulisan "property of J" membuatku mengernyit. Jangan katakan kalau ini milik Jeno pribadi?

"Is it yours?" tanyaku, mengabaikan pertanyaan Jeno sebelumnya.

Aku tahu ya ini private beach bukan sembarang private beach. Hanya orang-orang berkantong tebal yang boleh masuk ke wilayah ini. Kalau bisa dikatakan, disini termasuk ke dalam golden area.

"Bukan, ini punya keluarga." Ucap Jeno. Membuka pintu cottage dan sofa nyaman langsung memenuhi penglihatanku. Tempatnya bersih, seperti dibersihkan setiap hari. "Kayaknya Pak Karyo udah selesai bersihin ini."

"Emang dibersihin tiap hari? Atau minggu?"

"Nope. Tapi, nenek nelfon kalau tempat ini mau di pakai."

Kubuka topi pantai dan kacamataku, kemudian langsung menghempas duduk pada salah satu kursi. "Nenek tahu kita mau ke sini?"

Aku tidak tahu kalau Jeno "anak nenek" sekali. Woah, padahal dari perawakannya dia tipikal pria yang mampu menaklukan dunia dengan sekali tatap—maksudku, bukan tipikal pria manis yang seperti itu.

"Keluarga gue bakal ke sini juga."

Oh... "HAH!?" Aku langsung duduk tegak. Kuratap Jeno horor. Damn, aku tidak salah dengar?

Jeno menatapku, pandangannya lurus. Lalu mengambil tempat tepat di sampingku. "Yeon, kalau gue lamar lo di depan keluarga, gimana?"

"Bercanda kan?"

Jeno menggeleng dan aku serasa ingin pingsan sekarang. Tolong, aku tidak siap jadi orang kaya mendadak...

"Lo nggak ada bilang," aku mengeluh. Kalau tahu aku akan dipertemukan dengan orang-orang Kimsung, aku akan lebih proper lagi. Aku hanya memakai terusan semi transparan dengan mode jaring-jaring di bagian atas—yang langsung menampilkan bikini yang kukenakan. Ya ampun, nenek Jeno mungkin akan langsung koma jika melihat aktris idolanya tampil seksi seperti ini.

The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - SiyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang