"Lo udah gila, ya, Ta! Gimana lo bisa urus anak ini, kalau lo gak bisa urus diri lo sendiri! Lihat, sekarang lo gak punya tempat tinggal, lo mau tinggal di mana sekarang!"
Uwu yang duduk bersebelahan dengan Cinta di kasur, memperhatikan bagaimana gadis yang bernama Gia mengeluarkan seluruh tenaganya untuk memarahi human bodoh itu yang lebih memilih menggali lubang hidungnya. A.k.a ngupil. Uwu tidak yakin Cinta mendengarkan, ketika ia lebih menikmati jarinya ketimbang muka Gia yang sengak.
Uwu membisik. "Kakak benar, Kak Gia galak banget."
Gia mungkin marah, tapi ia masih memiliki kepekaan pendengaran yang tajam. Bola matanya nyaris keluar, terlalu lebar melototi anak imut itu.
"Lo bicara apa aja tentang gue sama bocah ini?!"
"Namanya Uwu!" Cinta membetulkan sebutan bocah itu. Tidak terima Gia memanggilnya dengan 'bocah itu'.
"Lo seenaknya kasih nama ke dia dengan sebutan aneh? Nanti ide gila apa lagi di otak lo, selain sudah memanfaatkan perasaan iba Kak Juna!"
Cinta berdecak. "Setidaknya gue bisa tidur malam ini berkat memanipulasi perasaan Kak Juna. Udahlah, Gila ...."
"Nama gue Gia! Jangan asal ganti nama! Lo mau gue makin marah?!"
Marahnya Gia adalah petaka yang menyiksa. Perempuan Padang itu, bisa menghabiskan berjam-jam untuk melontarkan banyak kosakata random, berkedok nasihat. Padahal jika ditelaah dengan menggunakan ejaan yang disempurnakan dan banyaknya tanda seru di ucapannya yang jika ditulis tangan di kertas, Gia aslinya sedang mengomel.
"Gia, gue capek. Seharian cari kerja gak dapet. Nemu Uwu di jalan. Diusir ibu kos dan sekarang lo ngomel. Masalah gue seabrek. Mending lo, diam dan biarkan gue tidur."
"Ta, orang tua Uwu pasti nyariin. Kita harus antar Uwu pulang." Kali ini setengah oktaf turun dari nada kemarahan Gia di awal.
Cinta langsung memandangi Uwu. Mereka bertatapan. Ada yang mengganjal dan itu menyesakan.
Cinta ingat kapan terakhir ia merasa kesepian. Dimulai kala tubuhnya sekecil Uwu. Kala semuanya berubah saat orang tuanya bertengkar tepat di depan matanya.
Ketika mereka saling melempar hak asuh Cinta yang sebenarnya tidak mau mempertanggungjawabkan Cinta karena mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap keluarga baru masing-masing.
Ketika ia kehilangan nenek dan kakek selamanya, satu-satunya yang menyayangi dan peduli pada Cinta.
Begitu pun dengan sekarang. Ketika ia akan berpisah dengan Uwu. Padahal baru bertemu beberapa jam lalu, mengapa Cinta berat melepaskan?
Barangkali jauh di dalam dirinya, Cinta menginginkan seseorang yang ingin ia sayangi. Sepanjang hidup, harapan itu tidak pernah sungguh-sungguh ia pinta pada Tuhan. Sebab, ia takut orang-orang yang ia harapkan termasuk orang tua tidak pernah menyayanginya balik. Dan kini berlaku pada Uwu.
Gadis cilik itu punya kehidupan dan keluarga. Cinta tidak mungkin mempertahankannya di sisi Cinta. Karena barangkali, keluarga Uwu lebih menyayanginya ketimbang sayang Cinta yang baru berumur beberapa jam.
Selain itu, Cinta juga menginginkan Uwu bisa hidup lebih baik. Tidak seperti hidupnya sewaktu kecil. Ia tidak ingin penderitaannya terulang pada nasib Uwu.
"Uwu, kita ke kantor polisi sekarang, ya. Lebih cepat kita melapor pada pak polisi, lebih cepat Uwu bertemu dengan orang tua Uwu. Pasti mereka cemas dan merindukan Uwu."
Uwu melihat kurva bibir Cinta melebar nyaris menyentuh ujung telinganya. Sejujurnya, jikalau ia berani menyuarakan isi kepalanya, bersama human bodoh itu adalah hal yang ia inginkan daripada kembali pada rumah besarnya yang selalu menawarkan sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Om Duda
RomanceCinta Azalea, gadis 18 tahun miskin yang butuh pekerjaan. Annisa Azahra, anak 6 tahun yang membutuhkan sosok Bunda. Muhammad Adrian, Duda 30 tahun yang tidak berniat beristri lagi karena masih mencintai mendiang istri. Bagaimana kisah mereka dalam...