Gelisah mendapat kabar kurang menyenangkan dari Dika perihal pingsannya Cinta. Adrian buru-buru meninggalkan pekerjaan begitu saja.
Bergegas menaikkan kecepatan mobil di jalanan setengah padat. Sesampainya, ia melihat Cinta terbaring lemas di ruang kesehatan ditemani Dika dan sahabatnya Gia.
Langsung saja Adrian membopong Cinta. Di luar para mahasiswa berbisik mengomentari perilaku Adrian yang kelihatan manis. Tidak tahu saja muka Adrian tegang sekali. Dika mendelik memperingati di belakang punggung Adrian kepada siapapun yang ketahuan berkomentar sepanjang langkah yang dilewati Adrian.
"Mas," setengah terbuka sayu, Cinta mengigau lemas. Goncangan pada tubuhnya memaksa kesadaran meski berat.
"Tidak apa-apa." Adrian menenangkan.
Dika membantu membukakan pintu mobil. Ia juga yang membawakan tas Cinta dan melemparnya ke dalam. Tidak mengatakan apapun ketika Adrian mendudukkan istrinya di samping kemudi dan memasangkan sabuk pengaman.
"Terima kasih," ucapan setengah panik itu menjadi salam perpisahan yang disambut lambaian tangan.
Dika cuma penasaran seorang Cinta yang atraktif dan tidak kehabisan baterai bisa sakit juga.
*
"Bulan ini apakah Cinta mendapatkan tamu bulanannya?" Aisyah bertanya ketika ia memeriksa denyut nadi, tekanan darah dan meraba perut Cinta.
Adrian mengerutkan dahi seolah pertanyaan Aisyah membutuhkan jawaban yang sangat sulit. "Tidak saya rasa ... tunggu!" Matanya berkilat syok. Pria itu memandang Cinta yang terbaring, masih kelihatan lemas tetapi sudah bisa mendengar dan menyadari orang-orang di ruang pemeriksaan tersebut.
"Lebih pastinya cek urine akan menjawab segalanya."
Aisyah memberikan wadah kepada Adrian. Meminta pria itu membantu istrinya ke kamar mandi. Setelah itu cek darah.
Proses itu berlangsung sepuluh menit sampai mendapatkan hasilnya. Positif dua garis merah.
Adrian tidak merespon banyak. Senang sungguh, tetapi ia sembunyikan dalam hati. Hanya berpikir ini terlalu cepat untuk Cinta. Istrinya terlalu muda untuk hamil. Apakah Cinta sanggup melewati kehamilan pertamanya?
Aisyah mengeluarkan buku pink. Meminta Adrian untuk meluangkan waktu menemani Cinta check up setiap Minggu untuk trimester pertama dan berkala untuk trimester berikutnya.
"Sejauh ini Cinta tidak mengalami hal serius. Janinnya sehat. Mas tahukan apa yang harus mas lakukan? Seperti Aira dulu saat hamil pertamanya?" Aisyah mengingatkan.
"Ya."
"Aku akan meresepkan vitamin dan obat penambah darah."
Sementara Cinta, dia tahu dia hamil. Tetapi ekspresinya kosong saja untuk seseorang yang atraktif dan selalu antusias pada kondisi apapun. Justru mendengar kabar baik kehamilan malah melamun dan masih lemah.
Sejujurnya Adrian ingin menanyakan kabar tentang ibu Aisyah. Apakah sejauh ini sudah membaikkah atau justru semakin memburuk?
"Selamat Cinta atas kehamilanmu. Jaga dia baik-baik. Jangan melakukan hal-hal berat dan stres karena pada trimester pertama sangat rentan janin keguguran."
Cinta tidak menjawab apa-apa atas nasihat yang diberikan Aisyah. Wajahnya semakin memucat dan keadaannya terlihat tidak baik-baik saja.
Adrian mengambil alih situasi. Untungnya Aisyah tahu tempat tidak mengungkit keadaan ibunya saat Cinta seperti itu meskipun kabar itu sangat mendesak.
Mereka pulang setelah mengambil obat. Adrian membopong Cinta lagi melewati antrian rumah sakit. Penampilannya yang terlalu formal lengkap dengan jas kantoran tidak sesuai tempat dan posisinya menggendong wanita menarik perhatian hanya sesaat sampai dia pergi dari pandangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Om Duda
RomanceCinta Azalea, gadis 18 tahun miskin yang butuh pekerjaan. Annisa Azahra, anak 6 tahun yang membutuhkan sosok Bunda. Muhammad Adrian, Duda 30 tahun yang tidak berniat beristri lagi karena masih mencintai mendiang istri. Bagaimana kisah mereka dalam...