6

12.4K 702 9
                                    

Rp. 0,00. Saldo di rekening ATM. Kok, lebih sakit daripada ditolak cowok, ya? Hiks! Gini, banget nasib cewek syantik!

Aku pun keluar bilik ATM dengan menanggung sekarung pedih. Mahasiswa lain yang mengantre bergiliran masuk.

Menghela napas, aku meninggalkan tempat itu sebelum aku mengamuk dan menjarah kantong-kantong mereka.

Tapi, tenang! Aku masih mengantongi delapan puluh ribu. Rencananya mau puasa Senin Kamis. Lumayan bisa menghemat pengeluaran. Tunggu, aku kan lagi haid! Terus bagaimana kalau Kak Juna mengusirku?! Kuotaku yang sudah habis? Aku juga harus fotokopi tugas? Butuh pembalut! Sabun juga abis Odol apalagi. Deterjen. Sabun muka. Skincare! Argh!

Aku melotot, memang selama ini aku skincare-an? Kayaknya nggak, deh.

Jual ponsel aja, kali, ya? Atau laptop. Jangan, deh. Gimana kalau aku nugas?! Aku masih sayang barang-barang itu dan akan sulit mendapatkannya kembali nanti jikalau dijual.

Langit menunjukkan pesonanya. Biru menggantung cerah, sedang awan berseliweran damai, tidak memikul beban uap air, membuat iri saja.

Benda langit lainnya, kuning bulat terang berlagak sombong. Seakan mencemooh padaku, "Wahai manusia melarat, lihat aku. Aku akan membuatmu kehausan, kelaparan, dan kau akan mengutuk Tuhan!"

Aku mencibir ke arahnya, lantas abai. Lebih memilih menengadahkan tangan, "Ya, Allah minta hujan duit. Gak apa-apa receh, yang penting bisa beli makan!"

Tahu-tahu sebatang hidung mancung muncul di balik telapak tanganku. Smirk yang dulu mendebarkan, kini begitu memuakkan. Axel Adante. Most wanted-nya kampus. Cowok tampan blasteran Itali. Ke mana-mana pakai lamborghini. Konglomerat.

Sayang, fisik bagus dan harta melimpah tidak menjamin ia lelaki baik. Bahwa ia memiliki lusinan wanita, bukan lagi konon. Dugem lebih sering dari mandinya. Mesum sudah pasti. One night stand dan berganti-ganti wanita  barangkali sesering ia mengganti sempak.

Sampai sekarang aku pun bingung dengan pikiranku, setan apa dulu yang telah merasukiku pas ospek sampai menyatakan cinta ke senior satu ini?! Untung cepat sadar, kalau tidak, mungkin aku sekarang masih bagian dari wanita-wanita bodoh itu.

"Lagi butuh duit, ya?"

Pipi menggembung. Pasang muka memelas. "Ya, Kak. Pinjemin uang, dong, Kak."

"Boleh, asal cium. Nanti gue kasih lima ratus ribu." Axel memajukan bibir merah mudanya. Ia menunjuk di sana. Beberapa senti saja jaraknya di depan wajahku.

Teriakan histeris menyapa gendang telinga. Melirik ke sekeliling, aku baru sadar, para mahasiswa sedang memperhatikan kami.

Cium di bawah tatapan mereka? Alangkah beruntungnya aku. Sudah mencium cowok yang dulu aku suka, plus dapat lima ratus ribu pula. Siapa yang gak tergiur tawaran tersebut yang datangnya sekali seumur hidup?

"Kak Axel, tutup mata dulu. Cinta malu kalau dilihatin Kak Axel." Aku merengek manja.

Cowok tinggi itu terkekeh dan ia mulai menutup mata. "Udah, nih!"

"Tunggu, ya. Satu ... Dua ... Ti ...."

Aku langsung sprint.

***

Sekantong plastik keperluan sehari-hari, kudapatkan setelah keluar dari toko kelontong. Di depan emperan, aku duduk lesehan untuk meminum sebotol air mineral. Haus setelah kabur dari Kak Axel.

Memang impianku untuk dekat dengan Kak Axel, tapi bukan cara merendahkan diri seperti tadi. Aku memang butuh uang, tapi tidak akan mau mendapatkannya dengan cara cium sembarangan. Enak aja, bibir suciku terlalu berharga untuk lima ratus ribu. Kalau ditawar satu miliar, baru maulah!

Cinta Om DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang