13

9.8K 584 12
                                    

"Oh." Tanggapan gadis itu. Sama sekali tidak tersipu malu ataupun gugup  sudah ketahuan belangnya mengagumi Adrian diam-diam.

"Tenang, Om. Cinta khilafnya sedikit, kok. Gak bakalan modus, kecuali Cinta lagi khilaf. Paling banter, mengagumi ciptaan Tuhan dalam kalimat tasbih. Subhanallah. Biar pahala."

Apa pun yang dikatakan Cinta, kadang tidak bisa dijangkau pemahaman Adrian.

"Terserah," putusnya tidak ingin memperpanjang. "Sudah kamu baca kontrak kerjanya?"

Cinta mengangguk.

"Ada yang memberatkan?"

"Poin 10. Soal pakaian. Kenapa tidak bebas saja?"

"Baca lagi poin itu baik-baik. Di sana tertulis pakaian apa saja asal sopan. Bagian mananya yang salah dari itu?"

Cinta menutup separuh mukanya dengan lembaran kontrak kerja. Masalahnya sebagian besar bajunya tanktop dan hotpants. Kebiasaan di kos lama, hanya mengandalkan AC alami, tidak cukup mengusir gerah. Karena itulah, Cinta sering memakai tanktop saja kalau sudah mendekam di kos sambil berleha-leha di ubin dingin.

Bagaimana kalau kebiasaan itu susah dihilangkan tanpa sadar?

"Anu, Om kuat iman, kan? Gak gampang tergoda wanita sekalipun telanjang?"

Wajah Adrian sukses mengeruh. Antara bingung dengan tersinggung campur aduk.

"Kamu sering telanjang, begitu?"

Cinta mendelik. "Bu—bukan begitu! Maksud Cinta ...."

"Dengar, saya menghargai kamu belum menutup aurat dengan baik. Tapi, rumah ini memiliki aturan, dan kamu harus mematuhinya dengan tidak memakai pakaian yang terlalu terbuka."

Cinta mendesah. Mengangguk pelan. Dia akan mengingat untuk membeli piyama tertutup jika akan berkeliaran nanti di rumah besar ini setelah mendapat gaji pertama.

"Saya anggap poin itu sudah tidak masalah. Ada yang lain?"

Cinta menggeleng. Kantuknya tiba-tiba memberatkan bulu matanya. "Bisa kita akhiri, sekarang?"

"Belum. Tahan kantukmu sampai kontrak kerja ini selesai."

"Apalagi, Cinta sudah ngantuk berat. Lagipula semua poin tidak masalah buat Cinta. Yang terpenting bagi Cinta adalah gaji empat kali lipat dari gaji baby sitter normal."

Sepuluh juta sebulan. Cinta bisa mengajukan KPR untuk beli rumah sendiri. Hihi! Masa depan yang sangat cerah. Oh, kalau sudah bahas uang, matanya yang lima Watt, berubah seratus Watt.

"Kenapa kamu tertawa?" Di balik kaca mata, Adrian menyimpan curiga. Bagaimana tidak, kantuk yang semula mengganduli dua bola mata itu, membeliak seakan tak tersentuh kantuk sebelumnya.

"Cinta sedang berpikir mau beli apa dengan gaji sepuluh juta sebulan."

"Jangan senang dulu. Kamu masih dalam masa percobaan untuk mengubah pikiran saya pantas atau tidaknya kamu bekerja menjadi pengasuh Zahra. Permintaanmu soal gaji di awal muka, saya akan beri setelah seminggu, itu pun hanya seperempat dari gaji keseluruhan. Saya akan beri penuh asal saya puas dengan kinerja kamu."

Ia masih memiliki lima puluh ribu dan hasil ngamen dua hari. Seminggu cukuplah untuk pegangan sewaktu-waktu darurat.

"Ya, Om." Cinta memberi salut ala-ala tentara kepada komandan. Adrian tidak menggubrisnya.

Jarum panjang merah bergerak satu putaran, menghabiskan semenit. Menit berputar menghabiskan sejam, tidak disangka mereka duduk berdua menekuri lembaran kontrak kerja dengan serius, hingga kata sepakat menjadi awal esok Cinta resmi bekerja.

Cinta Om DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang