Gia menepati janji. Di kantin kampus sambil memesan minuman ringan, gadis berjilbab itu memulai ceramah amatirannya. Ia menunjukkan ayat mana saja yang menjadi referensi perintah Allah dalam perkara menutup aurat bagi wanita. Lewat aplikasi Al-Qur'an offline yang ia unduh lama di gawainya.
Salah satunya yang berhasil menampar Cinta.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Al-Aḥzāb [33]:59)"Ta, gak perlu nunggu jadi baik buat memulai menutup aurat. Perintah Allah adalah kewajiban. Meskipun Allah maha pengampun yang mengampuni segala dosa kecuali menyekutukan Allah, bukan berarti kita sebagai hamba seenaknya ingkar pada kewajiban."
Baru kali ini Gia terlihat serius. Pribadi gadis Padang itu benar-benar berbeda dari kebiasaannya yang selalu tampil garang setiap bersama Cinta. Kali ini gadis itu begitu sabar membimbing Cinta ke arah lebih baik. Bukankah seorang sahabat yang mengingatkan tentang akhirat dan saling bergandengan tangan menuju kebaikan, kelak di akhirat nanti salah satunya akan menjadi penolong bagi yang lain dari pedihnya neraka?
Meskipun tak sedikit momen di mana Gia kerap berambisi menjadikan Cinta perkedel saking bandelnya Cinta yang memiliki ubun-ubun tiga. Dan tak banyak hal manis yang mereka lakukan bersama sebagai sahabat. Tapi percayalah Gia selalu menyelipkan nama Cinta di setiap doanya. Supaya kelak di kehidupan selanjutnya, dia ataupun Cinta bisa saling menolong hingga bersama-sama menikmati harum surganya Allah.
"Gimana perasaan Lo ketika pertama kali pakai jilbab?" Cinta bertanya. Tidak hanya mulut yang antusias, mata juga turut berdenyar-denyar haus akan ilmu baru.
"Awalnya berat." Gia jujur. "Panas. Keringetan, rambut lepek. Kalau bukan orang tua yang memaksa, gak bakalan gue mau. Tapi lama kelamaan gue jadi terbiasa dan nyaman. Sampai di titik di mana gue gak bisa lepas dari jilbab kalau mau ke mana-mana. Bahkan di rumah sekalipun. Ya, meskipun gue akui gue masih belum seratus persen berpakaian syar'i, masih suka pakai baju mengikuti trend anak muda, setidaknya gue udah berusaha untuk menjalankan kewajiban. Nanti juga suatu saat Allah akan melembutkan hati gue untuk menjadi lebih baik."
Beruntung Gia, pikir Cinta. Masih memiliki orang tua yang sejak dini sudah mengarahkan jalan kebaikan dan mengenalkannya kewajiban sebagai muslimah.
"Pelan-pelan aja dulu, Ta. Gue yakin Om Adrian juga berharap Lo pakai jilbab. Karena tanggung jawab suami di akhirat nanti bakalan berat kalau Lo gak nurut apa kata suami."
Apa yang dikatakan Adrian pagi tadi menjadi masuk akal sekarang.
"Hidayah itu dicoba dulu, Cinta. Setidaknya ikhtiar belajar mencicipi setitik taat. Allah yang akan menentukan hak prerogatifnya dan jika hamba-Nya pantas, Allah akan memberi hidayah itu."
Bagaimana kita akan mendapatkan hidayah, apabila kita belum mengenal Allah dan tidak berusaha untuk lebih mendekatkan diri.
Hati Cinta ibarat tumbuhan layu, tiba-tiba seseorang telah mengulurkan selang air lantas menyiramnya. Tanah yang semula tandus di bawahnya, menjadi lebih subur. Tumbuhan yang layu itu sekejap memekarkan bunga indah. Cinta akhirnya menemukan seberkas cahaya yang merembes kemudian menyinari ruang hatinya yang gersang akan iman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Om Duda
RomanceCinta Azalea, gadis 18 tahun miskin yang butuh pekerjaan. Annisa Azahra, anak 6 tahun yang membutuhkan sosok Bunda. Muhammad Adrian, Duda 30 tahun yang tidak berniat beristri lagi karena masih mencintai mendiang istri. Bagaimana kisah mereka dalam...