[29] Pesan Om Duda
Nyawaku terancam, seberapa pun kerasnya aku melarikan diri dari terkaman Gia.
Mulai dari masuk kelas mepet, duduk paling belakang, berlindung di balik lemak Kiki, mengecilkan badan, cosplay jadi makhluk gaib, hingga menyetubuhi meja selama dosen mengajar matkul komunikasi politik.
Nyatanya semua usahaku tidak mampu menghambat tragedi beberapa sekon ke depan. Gara-gara kaki menyebalkan tidak bisa diajak kabur.
Menyempil di tengah kawanan keluar kelas pun, tidak mampu menghalangi mata awas dan endusan tajam Gia.
Tragedi pun dimulai. Selayaknya menenteng kucing, aku disingkirkan ke pinggir.
"Tolong! Aku mau dimutilasi!" teriakku.
Uh, bagaimana bisa orang-orang cuma melirik sekilas tanpa mau membantu kesulitan orang. Dasar minim empati!
"Diam!" Gia membungkam mulutku. Tangannya asin. Aku menggelepar, berusaha meloloskan diri.
"Jangan dijilat, woy!" Gia mengibas bungkamannya, pasang raut najis.
"Makanya lepas!"
"Gak, lo harus ikut gue!"
"Ke mana?"
"Lab teknik. Kak Juna udah nunggu lo di sana."
"Ngapain?" Aku menatapnya horor, semoga instingku salah.
"Gak asyik kalo cuma gue yang jitak pala lu doang."
"Tidak!!!"
"Gue traktir cilok sama permen yupi," lobiku.
"Lo kira gue bocil! Mau lo sogok gue pake dollar pun, gak bisa mengubah keinginan gue memutilasi lo, kecuali lo mengatakan sejujurnya apa yang lo sembunyikan dari gue!"
"Gue gak nyembunyiin apa-apa."
"Bohong!"
"Gila, kaki gue sakit."
Gia menunduk untuk melihat perban di kakiku.
"Kaki lo kenapa?"
"Nginjek tai."
"Mulut tolong yang sopan!" Gia makin mencekikku dengan lengannya yang kurus. Setelah sebelumnya meremas bibir seksiku. "Lo kalau gak dikerasin, gak bakal mau terbuka!"
"Oke, lo mau tahu apa tentang gue?!" Daripada nyawa melayang, mending mengibarkan bendera putih.
"Ikut gue!" Gadis galak itu menyeretku.
"Gak mau ketemu Kak Jun!" rengekku.
"Bomat! Bentar lagi lo bakalan dibunuh sama Kak Juna. Perut lo disayat. Jari lo dipotong kecil-kecil. Kepala lo dibacok. Tubuh lo dihanyut di kali."
Kejam, hiks!
"Sakit kaki gue, ogeb!"
Gia tidak menjawab, masih menyeretku, tapi tidak sekasar perlakuannya tadi di awal.
Sampai di gedung teknik, sosok menjulang Juna masuk area pandangku. Berderap kakinya, siap menjadi algojo pengganti malaikat maut.
"CINTA MATI LO!"
Gia berdiri di depanku, merintangi aku dari pandangan Juna.
"Kaki dia lagi sakit, eksekusinya pelan-pelan." Gia menghimbau.
Aku memanjangkan leher untuk melihat Juna yang sempat melihat ke bawah—ke kakiku, lantas mengumpulkan puing kesabaran dalam sekali tarikan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Om Duda
RomanceCinta Azalea, gadis 18 tahun miskin yang butuh pekerjaan. Annisa Azahra, anak 6 tahun yang membutuhkan sosok Bunda. Muhammad Adrian, Duda 30 tahun yang tidak berniat beristri lagi karena masih mencintai mendiang istri. Bagaimana kisah mereka dalam...