24

8.7K 590 20
                                    

#Cinta_Om_Duda
[24]

Risiko ikut liburan keluarga dadakan, tak terhindarkan pertanyaan kapan menikah lagi.

Adanya Aisyah pertanyaan itu makin memanaskan kuping. Setiap interaksi kecil, berupa obrolan ringan saja sudah dicie-ciein sepupu-sepupunya. Belum lagi para orang tua, lebih ganas lagi. Terang-terangan mendesak berdua segera menikah.

"Zahra butuh sosok ibu dan Aisyah adalah ibu yang paling tepat untuknya. Calon istri yang tidak perlu dipertanyakan lagi kesalehannya, bibit, bebet, dan bobot. Sudah sangat pantas menjadi menantu di keluarga ini untuk mendampingimu. Aisyah pun sedekat ini dengan kami, sudah kami anggap keluarga sendiri malah. Apalagi yang kamu tunggu, Dri, datangilah orang tuanya dan lamarlah Aisyah."

Tanggapan sewajarnya menjadi tameng Adrian. Tidak membantah, pun tidak mengiyakan. Ia masih punya hati untuk tidak menyakiti Aisyah melalui penolakan di depan keluarga besarnya.  Serta tidak memberi harapan tinggi lewat anggukan setuju. Hanya diam, tetapi jika sudah kelewat gerah, seperti yang Budenya katakan tadi, dengan bijak Adrian akan menyangkal,

"Jodoh urusan Allah, biarlah Allah yang menggerakkan hati saya jika memang Aisyah jodoh saya."

Untung ibu dan ayahnya, Susanto tidak begitu ikut campur. Meski begitu Adrian tahu benar perkataan Budenya masuk akal. Beliau berdua pun mengharapkan istri solehah macam Aisyah. Andai Adrian meminang Aisyah sekarang pun, kedua orang tuanya pasti setuju-setuju saja.

Kalau bukan karena Zahra, barangkali Adrian enggan melonggarkan waktu demi kumpul-kumpul. Pun Lembang dengan kubah kabutnya, hamparan kebun hijau sejauh mata memandang. Alasan kedua, nekat jadi bahan omongan demi merehatkan jiwa dan pikiran dari mobilisasi kesibukan perkotaan walau cuma dua hari.

Sehari semalam—setelah akad dan walimatul urs' teman Afi—mereka menginap di villa keluarga.

Begadang semalam suntuk mengobrol bersama para pria dewasa, menantu dan sepupu-sepupu sambil bakar jagung dan barbeque, tidak membuat pagi Adrian kelabu kekurangan tidur. Justru segar bugar.

"Kopi, Mas." Adrian mendongak dari ponsel, Aisyah datang bersama nampan. Meletakkannya di meja teras villa berhadapan langsung dengan kolam renang. Bukan kopi hitam saja, sepiring singkong rebus mengepulkan uap merupakan kombinasi yang pas untuk disantap pagi-pagi.

"Singkongnya dari kebun belakang. Baru direbus Bu Nur pagi-pagi tadi." Aisyah menjelaskan kronologis singkong tersebut. Lantas menduduki satu-satunya kursi rotan kosong yang disekat meja bundar.

Bu Nur dan suaminya Sulaiman memang pekerja khusus merawat villa tersebut dan suka sekali bercocok tanam. Lahan di sekeliling villa yang semula kosong, dipermak hijau dengan adanya tanaman sayuran, umbi-umbian, dan beberapa jenis empon-empon. Tanaman hias pun tidak kelewatan mempercantik villa.

Hanya perlu membeli bumbu dapur saja ke pasar, sementara sayur tinggal petik dan langsung dimasak.

"Terima kasih."

"Masih saja workaholic."

"Hanya ada sedikit problem di pabrik. Saya hanya memantau dari jauh."

Aisyah menganguk. "Ikutlah ke kebun teh dan stroberi. Mas perlu liburan mumpung di sini."

"Ide bagus." Adrian mulai menyeruput kopinya setelah dirasa panasnya menurun.

"Gimana, Mas. Dua sendok kopi, dua sendok gula."

Adrian tersenyum. "Kamu masih ingat takaran kopi dan gula kesukaan saya."

"Saya tidak mungkin melupakan kesukaan Mas, terlebih apa pun yang menyangkut Mas Adrian."

Cinta Om DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang