20

9.7K 613 18
                                    

"Mas, hari ini aku di Bandung menginap dengan Mas Anan dan anak-anak di rumah ibu karena ada teman yang akad besok. Nanti kami sempatkan mampir ke rumah Mas."

"Ya," pendek Adrian menjawab adik kandung satu-satunya yang ia miliki bernama Afifah Hilya.

"Mas masih ingat dengan Aisyah? Temanku, teman Mbak Aira juga."

Pria itu menghentikan gerak sepuluh jemarinya pada laptop. Memandang ponselnya yang di-loud speaker, tapi bukan itu yang dipikirkan, melainkan teringat pada juniornya itu yang dua tingkat di bawahnya.

Hal yang paling diingat Adrian dari Aisyah adalah dua ceruk di kanan kiri pipi yang muncul acap kali tersenyum. Wajar ia ingat betul detail wanita itu, sebab ke mana-mana lengket dengan mendiang istrinya semasa kuliah dan dia jugalah yang menemani persalinan Aira dulu.

"Ingat, memang kenapa?"

"Pengabdian Aisyah di Lombok sudah selesai, dia akan kembali ke rumah sakit pusat di Bandung."

"Baguslah."

"Ih, Mas kok jawab datar begitu. Apa gak seneng kalian gak berjauhan lagi. Jadi kalian bisa melanjutkan perjodohan kalian yang sempat tertunda." Afi di seberang menggerutu.

"Mas, lagi sibuk. Bicaranya nanti saja di rumah."

"Pokoknya, Afi minta Mas pulang cepat karena Afi dan Aisyah akan mampir."

"Jam berapa? Biar Mas minta Bi Lastri memasak."

"Abis ashar."

"Ya, Mas akan usahakan."

Telepon berakhir saling salam. Adrian yang pertama mematikan panggilan. Menyenderkan punggung yang tiba-tiba kaku sambil menghela napas. Sebentar lagi ruang damainya akan diusik oleh desakan perjodohan dan adiknya, pelaku paling getol mencampuri kehidupan pribadi Adrian.

Apalagi Aisyah, kandidat yang digadang-gadang sebagai istri yang menurut Afi paling sempurna dan cocok untuk abangnya yang sudah lama menyendiri.

Reza muncul. Tepat waktu. Sedikit mengendorkan keruwetan benak Adrian.

"Makan siang, Pak." Ia mengangkat lunch box dan botol minuman yang membuat dahi Adrian berkerut dalam.

Reza tahu Adrian kebingungan, ia pun menjelaskan. "Dari rumah Bapak. Pak Rahman yang membawakan untuk Bapak."

"Letakkan di sana, Za."

"Baik," balasnya sambil menghampiri meja tamu yang tersedia di pojok ruangan

"Za, tolong reschedule jadwal saya setelah makan siang. Saya ada keperluan di luar kantor. Tidak ada kepentingan yang terlalu mendesak, kan?"

"Tidak, Pak."

Adrian meninggalkan kursinya. Duduk menghadap lunch box dan botol minuman. Penasaran dengan kotak makan siang itu yang mengundang berbagai pertanyaan.

Jarang ibunya membuatkannya bekal, kalau pun memang ya, ibunya pasti sudah menelepon dan menyuruh untuk menghabiskan bekalnya.

"Pak Rahman mengatakan apa saja?"

"Kurang tahu, Pak. Resepsionis yang menerima. Hanya mengatakan dari rumah untuk Pak Adrian."

"Belum makan siang, kan? Temani saya, makan, Za."

"Maaf, Pak. Saya sudah janji makan siang dengan tunangan." Pria itu mengusap tengkuk, tak enak hati menolak. Pun memerah malu setelah menyebut dengan siapa ia akan makan siang.

Adrian tersenyum. "Kalau begitu cepat pergi, tunanganmu pasti sedang menunggu."

"Ya, Pak. Permisi." Reza sedikit menunduk sebelum dilahap pintu kaca berdaun dua ruangan tersebut.

Kembali fokus pada kotak makan siang, Adrian menemukan secarik kertas dan foto selfie Cinta? Saat penutup pertama dibuka. Adrian sudah tahu siapa di balik bekal misterius tersebut lewat deretan huruf yang ditulis tangan amat rapi dengan banyaknya emoticon imut.

Dear, Om Duda Galak.

Makan siangnya jangan dibuang, ya. Jangan kayak humburger dulu. Cinta udah susah payah bikin,😭 harus dihabiskan! Oh, ya Cinta bawain juga foto paling imut Cinta 😘. Simpan di dompet, ya. Atau dipajang di meja kerja Om. Pokoknya di tempat yang bisa dilihat Om setiap hari. Semoga bisa bikin Om semangat kerja. Terakhir, Ana uhibbuka fillah ❤️❤️❤️

Lantas foto polaroid Cinta mendapat lebih banyak perhatian dari Adrian. Seorang remaja tersenyum dengan mata menyipit, berpose jari victory. Ia merabanya, pandangannya lekat pada selembar kecil itu yang ternyata adiktif sampai lupa waktu dan lupa kedip.

Lapar mengingatkannya bahwa ia sudah terlalu lama memandangi foto itu, ia pun melirik isi bekal. Ludahnya tersangkut di tenggorokan. Apa-apaan pemandangan lucu yang ia lihat?! Nasi goreng dibuat bulat-bulat, dibentuk karakter hewan. Ada itik, beruang, kelinci, kucing, panda, anjing. Spageti dijadikan rambut, dadar gulung, perkedel, suwiran ayam dan sawi sebagai garnish di kotak pertama. Di kotak terakhir, potongan buah apel, pir dan jeruk sebagai pencuci mulut.

Adrian sudah sangat dewasa untuk mendapatkan hal kekanak-kanakan begini. Ia yakin gadis remaja itu tahu dan sadar sesadarnya, tapi ia Cinta dengan segala kelakuan ajaibnya yang sulit tertebak. Melakukan sesuka hati tanpa mempertimbangkan perasaan kesal Adrian.

Kesal tidak bisa membuang sembarangan makanan, karena itu sama saja kufur nikmat. Terlebih ini dibuat khusus untuknya dengan kerja keras, Adrian harus menghargainya.

Tanpa diduga, buatan Cinta habis berakhir di perut. Adrian takjub, bagaimana ia bisa menghabiskan sebanyak itu makanan dalam keadaan kesal.

Kemudian tenggorokannya yang seret diguyur teh bercampur perasaan sari lemon dingin. Menyegarkan. Adrian serdawa.

Perutnya kekenyangan.

Tinggal foto Cinta mau diapakan? Ia mengambil foto itu dan menyimpannya di laci meja kerjanya beserta pesan singkat. Aneh, akan lebih mudah untuk membuang benda yang tidak penting bagi Adrian, tapi kenapa dua itu terlalu sayang dibuang?

____

Pendek, ya? Lagi malas nulis sebenarnya. Maunya rebahan. 😭

Cinta Om DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang