54

5.6K 461 96
                                    

Sepuluh jam yang lalu, masih hangat di ingatan Cinta, kala pria matang yang sedang menggosok rambut basah dengan handuk hotel itu, baru saja mengikrarkan ijab qobul di sebuah masjid besar di Bandung secara sederhana di depan; wali hakim, penghulu, sanak keluarga, terutama kepada Allah Yang Maha membolak-balikkan hati manusia.

Selama sembilan belas tahun Cinta hidup, ia tidak pernah membayangkan seseorang bakal berjanji di hadapan Allah amat lugas dan percaya diri, untuk menanggung semua tanggung jawab hidup Cinta, baik dosa maupun nafkah lahir batin.

Ia pun sampai detik ini belum juga percaya bahwa Muhammad Adrian, duda keren dingin tak berperasaan sekaligus majikannya telah menjadi suaminya begitu kata sah dilantunkan silih berganti tanpa keraguan.

"Kenapa?" Adrian bertanya heran. Pasalnya Cinta menatapnya dengan padangan polos, tetapi memegangi dadanya terus-menerus sejak gadis yang resmi menjadi istrinya itu keluar dari kamar mandi sebelum dirinya.

"Deg-degan gak berhenti-henti sejak ijab qobul tadi, Om. Hehe ...."

Gadis itu memakai piyama dengan model baby doll, berbelahan dada rendah, di atas lutut. Duduk di tepi ranjang. Mengawasi gerak-gerik Adrian yang ambil duduk sejengkal darinya lewat matanya yang membulat berbinar.

"Bagus. Berarti kamu normal," jawaban yang terlalu masa bodoh, tapi tidak mendongkol di hati Cinta. Hari ini ia terlalu bahagia sampai-sampai tatapan sinis yang ia dapatkan dari sebagian besar saudara Adrian, mental begitu saja.

Rupanya kegagalan Aisyah menjadi bagian keluarga besar tersebut merupakan pukulan terberat. Terlebih penggantinya yang sangat jauh di bawah Aisyah. Sungguh merupakan aib. Namun bagaimanapun bujukan, sudah tidak berlaku di telinga Adrian. Pria itu jika sudah memutuskan sesuatu secara masak, siapapun tidak bakal bisa diganggu gugat.

Hal yang paling sangat Adrian syukuri adalah gadis yang ia khawatirkan itu bersedih di hari bahagianya, nyatanya tidaklah terbukti. Justru senyum ceria tak lekang dari bibir. Tatapan menghina dan sindiran nyelekit semenjak persiapan pernikahan sepertinya tidak gadis itu masukan ke hati. Justru Cinta yang ia kenali sangat baik menangapi orang-orang buruk serba bersahabat.

"Kenapa Om menatap Cinta segitunya. Jatuh cinta, ya?" goda gadis itu dalam balutan bibir nyengir.

"Belum." Lagi-lagi jawaban enteng, tapi kali ini bikin Cinta mengerutkan bibir, kecewa.

"Om tidak tergoda dengan tubuh Cinta? Padahal Cinta cukup banyak penggemar di kampus. Bahkan ada yang sampai terobsesi dengan bibir Cinta. Sampai menghargainya lima ratus ribu demi bisa mencium bibir Cinta." Cinta bercerita amat mudah, tidak tahu saja ada rahang yang tiba-tiba mengeras dan tatapan menajam.

"AW!" Cinta memekik untuk mendapati tangan Adrian mencengkram lengannya. "Om kenapa?"

"Kamu menyerahkannya?!"

Alis Cinta berkerut. Heran melihat Adrian marah. "Gak lah. Lima ratus ribu saja tidak cukup untuk hidup sebulan, bagaimana bisa Cinta dengan mudah menyerahkan bibir Cinta. Kalau satu miliar baru mau lah."

Tanpa disangka-sangka, sedetik yang mengejutkan. Punggung Cinta terjatuh pada ranjang empuk dalam kungkungan Adrian. Pria itu di atas Cinta, mencengkram tangannya masing-masing di samping kepala.

"Siapa?"

Pria ini begitu marah. Bukan takut, Cinta justru tersenyum sumringah. Pria ini sudah dipastikan cemburu berat. "Kalau Cinta gak mau bilang gimana?"

"Saya suamimu sekarang."

Makin lebarlah senyum Cinta. "Om cemburu."

"Apa salahnya cemburu. Kamu milik saya sekarang. Tanggung jawab saya. Siapapun yang mengganggumu, sama saja mengganggu saya."

Cinta Om DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang