3. Insiden di tangga Neo

3.9K 436 6
                                    

Suara gaduh dari langkahan kaki yang saling berkejar-kejaran memenuhi koridor lantai dua. Tidak ada yang berani menyuruh mereka berhenti karena keadaan di sana memang sedang genting.

Jaemin mengangkat kepalanya sedikit saat ia merasakan badannya bergoncang seperti saat ia naik kuda. Bedanya, ini lebih frantic. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Pandangan matanya kabur.

Jaemin menggeram pelan. Ia hampir terhuyung ke belakang, namun dengan sigap seseorang menahan punggungnya agar ia tidak terjatuh.

"Njun, gua laper." Gumamnya.

Suara dengusan terdengar dari orang yang sedang membopongnya.

Tak lama kemudian, badan Jaemin diturunkan dan direbahkan di brangkar UKS.

Suara-suara berbisik masuk ke pendengaran Jaemin, namun ia tidak menggubrisnya. Kepalanya terasa sakit, dan badannya pun sama. Terutama kaki dan tangan kanannya.

"Apa kalian sudah menghubungi orang tuanya?"

Lucas mengangguk menjawab pertanyaan perawat UKS. "Udah, bu! Ayahnya bilang, langsung bawa ke RS aja. Nanti mereka nyusul."

"Pak! Ambulansnya udah di depan!" Teriak seseorang dari ambang pintu.

Jaemin yang terbaring tak berdaya, menggeram pelan. Kepalanya tiba-tiba berdenyut. Dengan mata yang tertutup rapat, jari-jarinya bergerak, mencari sesuatu untuk dijadikan pegangan, untuk menyalurkan rasa sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya.

"Cas. . ." Rintihnya pelan saat jemarinya bersentuhan dengan jari yang bukan miliknya.

Tanpa pikir panjang, Jaemin menggenggam jari-jari tersebut, dan tidak melepaskannya bahkan hingga ia dibawa ke rumah sakit.

--

Jaemin cemberut dan semakin cemberut saat ibunya tak berhenti berceloteh.

Beberapa saat yang lalu, ia mengeluh karena baju rumah sakit yang ia pakai terasa sangat tidak nyaman. Sang ibu yang menemaninya pun mulai merasa jengkel, dan merepetinya.

"Ayah mana buk?"

"Pulang. Lagi kemasin baju-baju kamu."

"Ih untuk apa buk?! Jaemin gak diusir dari rumah, kan?!" Tanya Jaemin panik.

Sang ibu berdeham pelan menahan tawanya. Jaemin terlihat sangat lucu, demi apapun. Yang bisa ia gerakkan secara leluasa hanyalah matanya.

"Kamu abis jatoh pinter dikit kenapa sih."

Jaemin mengabaikan perkataan sang ibu. "Buk, Jaemin mau melon."

Sedari tadi, Jaemin sudah memandangi potongan buah melon yang ada di meja kecil kamar inapnya. Suka banget sama buah melon, dia tuh. Tidak hanya buah melon yang ada di sana. Ada beberapa buah lainnya, dan bahkan ada beberapa buket bunga.

Ia juga bingung buah dan bunga sebanyak itu dari mana. Soalnya, ibunya kalau beli buah ya secukupnya aja. Apalagi bunga itu. Ibunya mana mau membeli buket bunga. Itu pemborosan.

Mata sang ibu menatapnya tajam. "Ambil sendiri! Kamu pikir ibuk apa? Pelayanmu?!"

Jaemin menekuk wajahnya. "Gak bisa, buk." Ia pun menatap ibunya dengan wajah memelas minta dikasihani. "Ibuuuuk. . . Jaemin mau melon. . ."

Sang ibu berdecak kesal lalu diambilkannya lah potongan buah melon tersebut. Ia pun menyuapkan sang anak dengan telaten.

Sang ibu sebenarnya merasa kalut saat mendapat telefon bahwa anak bandelnya yang satu itu masuk rumah sakit. Ia bahkan langsung meninggalkan arisan komplek, tidak peduli jika nanti akan dijadikan buah bibir karena ia perginya pun tanpa berpamitan.

Blooming Days || NOMIN ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang