27-2. Things going south

1.7K 220 5
                                    

Di hari yang sama dengan ditemukannya Juyeon dalam keadaan tak sadarkan diri di gudang lama.

--

Apparently, Jeno tidak suka dengan kekerasan. Setiap kali Minho meluncurkan serangannya kepada Juyeon di gudang lama, ia selalu memiliki alasan untuk tidak menyaksikannya--kecuali pengalaman pertamanya berminggu-minggu yang lalu itu.

Tetapi hari itu, ia mau-mau saja diseret Hyunjin untuk menemui Minho dan yang lainnya di gudang lama.

Setibanya mereka di sana, Bangchan sedang menendang pelan kaki Juyeon yang sudah tergeletak di lantai.

Jeno meringis melihat Juyeon. Ia bergabung dengan kelompoknya Minho hanya karena ingin mendapatkan akses cepat dan mudah ke Arena, tidak lebih. Tetapi Minho dan yang lainnya menganggap Jeno sebagai bagian dari mereka. Jeno yang masa bodoh membiarkan mereka berpikir sesuka hati.

"Tangan Lo gak sakit, Bang?" tanya Hyunjin ke Bangchan.

"Gak seberapa sama yang dia rasakan," balas Bangchan dengan sombong.

Seriusan. Jeno tidak tahu apa sebenarnya masalah yang mereka miliki selain Arena dan reward sialan itu. Tetapi ia tahu pasti bahwa masalahnya lebih besar dari itu. Kalau tidak, tidak mungkin Minho dan gengnya mau menghajar teman sekelasnya sendiri hanya karena bosan, kan?

"Mau gantian, gak?" tanya Bangchan ke Hyunjin yang matanya terpaku pada Juyeon. Hyunjin menelan dengan susah payah lalu menggeleng.

Jujur, Jeno tidak pernah memikirkan dirinya terlibat dalam aksi kekerasan apapun. Tetapi kemudian, pikirannya melayang ke Jaemin si pacar yang beberapa hari terakhir terlihat semakin dekat dengan Juyeon. Apalagi, Juyeon terlihat seperti mengambil kesempatan dalam renggangnya hubungannya dengan Jaemin.

Dengan semua itu di kepala, Jeno pun berjalan mendekati Juyeon bak predator hendak menerkam mangsanya.

--

Juyeon berusaha berdiri meskipun tubuhnya ingin menyerah. Ia tak habis pikir. Alasan Minho menghajarnya kali ini sudah jelas; karena Juyeon bersikap baik seperti biasa, dan membantu teman kelasnya yang lain, Tzuyu, untuk memahami materi fisika yang tadi disampaikan.

Materi itu memang sulit. Bahkan Juyeon yang terkenal cemerlang pun harus mempelajarinya selama dua minggu lebih awal agar ia dapat dengan mudah menerima materi yang disampaikan gurunya.

Lalu, masalah dengan mengajari temannya itu, apa? Hah! Tipikal anak remaja yang lagi kasmaran, Minho tidak suka melihat Tzuyu datang ke Juyeon untuk meminta pertolongan. Padahal, Minho juga memiliki nilai yang bagus di mata pelajaran tersebut. Alhasil, ketika jam istirahat tiba, Minho pun menyeret Juyeon ke tempat biasa.

Bukan benar-benar menyeretnya. Tetapi merangkulnya seperti mereka teman dekat, dan memandu jalannya.

Juyeon memejamkan matanya saat dirasakan sakit di dada, dan ia pun terbatuk, "Uhuk!"

Juyeon meludah, dan air liurnya bercampur dengan darah. Dua serangkai Minho dan Bangchan sama-sama meninju rahangnya. Juyeon yakin, gigi grahamnya sudah ada yang ingin pensiun dari posnya.

Menjauhnya Bangchan dan Minho darinya memberikan ia ruang untuk mengumpulkan tenaga dan kesadarannya. Juyeon sudah bangkit, meskipun hanya dengan lutut dan kedua tangannya. Itu pun keempat alat geraknya terasa seperti akan menyerah dalam waktu dekat.

"Ayo cabut!" ajak Minho setelah ia membersihkan bekas-bekas darah Juyeon yang ada di badannya.

Tanpa menunggu, Minho dan Bangchan melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Hyunjin dan Jeno, serta Juyeon yang terlihat sekarat, di gudang lama.

Blooming Days || NOMIN ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang