14. Drama camping

3.1K 356 9
                                    

Selepas kejadian nempel bibir, Jaemin merasa sangat canggung berada di dekat Jeno. Apalagi Renjun si saksi mata, tak berhenti menggodanya. Lebih tepatnya, mengejeknya; mengatakan bahwa Jaemin terkena karma karena ia selama ini sudah mengganggu Jeno layaknya parasit.

Berbeda dengan Jaemin, Jeno terlihat biasa saja seperti tidak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Ia bahkan secara terang-terangan menatap Jaemin, membuat Jaemin merasa risih bukan main.

"Dimakan elah. Salting mulu lu buluk."

Jaemin memakan makan malamnya dengan rakus, mengabaikan sindiran Renjun yang tak ada habisnya.

Mereka sedang berkumpul dengan anak-anak lainnya, duduk bersebelahan membentuk lingkaran, ditemani oleh si jago merah yang menghangatkan.

Omong-omong soal menghangatkan, Jaemin jadi teringat akan adegan tempel bibir itu, dan bagaimana wajahnya terasa panas saat menyadari apa yang dilakukannya. Kunyahan Jaemin memelan. Ia melirik Jeno yang duduk di seberangnya, tertawa bersama Kina.

"Of course." Jaemin berdecih. Hatinya terasa tercubit. Tidak sakit. Hanya cubitan kuku saja.

Tentu saja Jeno akan duduk sama Kina. Mereka berpacaran. Wajar jika keduanya terlihat sedang bersama dimana dan kapanpun. Mulutnya pun mengerucut asem. "Gua ke tenda Njun."

Jaemin meletakkan bungkus Kuzuka yang ia rampas dari Lucas, yang dicolong Lucas dari plastik kresek Hyunjin, ke pangkuan Renjun. Renjun menatap Jaemin bingung. "Sini aja elah. Ntar lu mati beku di dalam sana."

"Seneng dong ibuk akhirnya bisa adopsi anak." Ucap Jaemin salty.

Kerutan di kening Renjun terbentuk. Ia menepuk jidat Jaemin kuat-kuat. "Elunya mau diganti sama anjing?"

Kerucutan di mulut Jaemin semakin menjulang. "Gua cuma boleh diganti sama ikan cucut."

"Gubluk." Renjun menyubit paha Jaemin. "Duduk lo! Gak usah sok jeles-jeles! Bukan siapa-siapa lu juga tu si hidung."

"Gua gak cemburu!" Sanggah Jaemin.

Ia memang tidak cemburu. Tak tau juga apa yang harus ia cemburukan dari Jeno dan Kina. Ia hanya merasa, for some reason, dibodohi.

"Kebabnya ga ada lagi?" Tanya Jaemin sambil melihat meja lipat yang mereka tata untuk menata makan malam.

"Babi memang. Uda empat yang lo makan!"

--

Langit malam itu terlihat indah dihiasi bintang-bintang yang berserakan di atas sana. Api unggun sudah mulai padam, dan mereka yang berkemah sudah kembali ke tenda masing-masing untuk beristirahat.

Jeno dan beberapa anak laki-laki lainnya masih sibuk berkeliling karena kedapatan jadwal piket jaga di malam pertama.

"Udah pada tidur, kan?" Tanya Jeno.

Baejin mengarahkan senternya ke Jeno. "Yang A udah, Jen."

"C juga udah, bos!" Seru Yangyang.

Jeno mengangguk mantap. "Lo pada gak kedinginan?"

"Gak. Aman gua." Jawab Mark sambil mengusap-usapkan telapak tangannya di dekat api unggun, tapi badannya bergetar pelan.

Jeno pun ikut duduk di pinggiran dekat api unggun. Setiap hembusan napas yang ia keluarkan, menghasilkan uap. Ia merapatkan jaket tebalnya. Malam itu benar-benar dingin, namun mereka menghabiskannya dengan canda tawa untuh mengusir kedinginannya.

Blooming Days || NOMIN ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang