34. Si Lolita

1.5K 181 9
                                    

Jeno dan Jaemin sudah kembali bersekolah seperti biasa, dengan Jaemin masuk seminggu lebih awal karena ia hanya diskors selama tujuh hari sementara Jeno empat belas hari.

Situasi di Neo sudah berada di bawah kendali. Tetapi kemana pun Jaemin pergi, ia akan mendapatkan sinisan dari para senior-- khususnya senior yang berteman dengan Theo, dan senior yang tidak menyukai Juyeon. Jaemin tidak peduli, tentu saja. Ia malah semakin memanas-manasi keadaan dengan membalas sinisan para senior itu dengan senyuman miringnya.

"Gak usah dipancing," gumam Jeno sambil ia menutup mulut Jaemin dengan tangannya.

Jeno dan Jaemin berjalan beriringan dari kelas menuju kantin. Mereka yang paling akhir keluar dari kelas karena wali kelas mereka ingin berbicara dengan keduanya mengenai skors yang telah mereka lalui. Beliau menekankan bahwa mereka harus bersikap baik jika ingin keluar dari Neo dengan cara terhormat-- maksudnya melalui proses wisuda. Beliau khususnya memperingati Jaemin bahwa jika ia melakukannya lagi, bukan hanya namanya saja yang nantinya akan tercemar, tetapi juga keluarganya, terutama sang kakek. Dan untuk Jeno, beliau juga menyinggung persoalan beasiswa yang selama ini Jeno kejar.

"Gue baru tau Lo aiming untuk beasiswa. Gue aja belom tau mau lanjut kemana," ujar Jaemin dengan santai dan tanpa beban, "Memangnya Lo mau lanjut kemana?"

Jeno pernah mendengar bahwa jika kita memberitahu orang lain mengenai rencana apa yang kita punya, rencana tersebut mungkin tidak akan menjadi kenyataan. Maka dari itu, ia tidak pernah membicarakan rencana masa depannya kepada siapapun kecuali orang tua dan wali kelas.

"Somewhere overseas."

"Dang! Gak heran Gue lihat Lo baca buku mulu kalo di rumah. Ternyata tujuan Lo di tempat semacam Harvard!" ujar Jaemin dengan keterpanaan. Ia lalu melanjutkan, "Good for you, mate! At least Lo tau Lo mau apa."

Jeno lalu berhenti, dan Jaemin pun ikut berhenti beberapa saat kemudian. "Mate? What the hell? It should be Babe instead," protes Jeno.

Karena lapar dan tidak mau melewatkan jam istirahat untuk berargumen dengan Jeno, Jaemin kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya dan menarik lengan Jeno, "Oke, sorry. Maksud Gue, Babe."

Ketika mereka mulai berjalan kembali, Jaemin lalu melanjutkan, "Lo beneran mau dipanggil kayak si babi di 'Babe, Pig In The City'?"

--

Sekolah berjalan dengan lancar-- well, sebagian besar waktu seperti itu, kecuali ketika Jaemin lagi-lagi membuat seniornya geram karena mereka merasa tidak dihormati. Padahal, Jaemin benar-benar tidak sengaja menabrak dan menjatuhkan ponsel milik seorang senior yang jelas-jelas lebih memperhatikan benda pipih itu daripada kemana kakinya melangkah. Mereka mengharapkan sebuah permintaan maaf, tetapi Jaemin tidak memberikannya karena ia literally dipaksa untuk melakukannya.

Kalau kata Jaemin sih, bodo amat.

Sekolah sudah berlalu dan kini Jaemin baru saja turun dari motor Jeno di depan pagar rumahnya. "Wuih! Motor siapa nih!?" seru Jaemin sambil mengelilingi seonggok mesin beroda dua yang terparkir di halaman rumahnya.

Jeno yang baru saja melepas helm-nya, bertopang dagu di pagar yang membatasi rumah mereka, "Ada tamu?" tanyanya.

Jaemin tidak bisa melepaskan pandangannya dari sepedamotor yang di matanya terlihat seksi itu. Ia hanya menggeleng dan mengedikkan bahu sebagai jawaban atas pertanyaan Jeno karena ia sendiri pun baru pulang.

"Nanti jadi belajar bareng, Muffin?"

Ini adalah usaha Jeno yang kelima dalam memberikan Jaemin pet name. Empat sebelumnya terasa canggung karena dua hal; satu karena Jaemin tidak terbiasa mendengar sebutan tersebut di arahkan kepadanya, dua karena Jaemin kinda mengejek Jeno seperti insiden 'Babe' sebelumnya. Tetapi Jeno cukup persisten, dan hal tersebut sempat membuat Jaemin mengalami culture shock. Ia tidak tahu bila Jeno merupakan seseorang yang suka menggunakan pet name dalam hubungan asmara sampai Jeno rela menyebutkan semua panggilan yang terlintas di kepalanya.

Blooming Days || NOMIN ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang