18. NoMin

3.4K 390 28
                                    

Btw, sorry kalo gaya nulisnya beda
Udah lama bgt soalnya ga ngerjain yang satu ini
ㅠㅠ

📍애thrasthetic📍

"Lo gak kena razia?!"

"Razia apaan? Wong dari rumah ke sekolah, jalannya lempeng banget gitu. Ye gak pu?" tanya Jaemin ke Jeno.

Sebenarnya, memang ada razia di dekat perempatan jalan raya, jalan yang biasanya dilalui Jaemin dan Jeno untuk sampai di sekolah. Tetapi, karena razia tersebut, Jeno pun terpaksa memutar balik motornya dan menempuh jalan alternatif yang memutari blok. Biasanya, ia tidak akan melakukan itu. Tetapi karena lampu tangannya lupa ia pasang, ia tidak punya pilihan lain.

Jeno memutar mata setelah ia kembali mendengar panggilan Jaemin untuknya. Apa yang cupu darinya? Ia bahkan merajai arena balap dengan profil Alpha-nya.

Jeno tidak menjawab pertanyaan itu dan melenggang pergi meninggalkan Jaemin serta Renjun yang sudah keasyikan mengobrol di parkiran. Ia terpaksa harus menemui Minho, seniornya, untuk membicarakan mengenai taruhan yang akan mereka lakukan terkait balapan dan arena.

--

Renjun dan Mark memandangi Jaemin yang tumbenan banget diam selama jam istirahat. Sangat out of character. Padahal, ia sudah baik-baik saja setelah sebulan si bebek menghilang. Pasti ia sedang memiliki pemikiran yang membuatnya diam seperti itu.

"Lo aneh deh, diem mulu gitu. Spill lah."

Mark mengangguki perkataan Renjun. Ia menyesap es teh manisnya lalu berujar, "fyi, banyak pikiran bisa bikin lo cepat tua. Lihat nih wajah gue. Baby banget kan? Ya itu karena gue ga pernah punya banyak pikiran."

Jaemin dan Renjun menatap Mark jijik. Memang benar wajahnya masih terlihat muda banget. Tetapi itu jelas karena gen keluarga Mark, bukan karena faktor banyak pikiran atau tidak.

"Gue udah dua kali diajak jalan sama orang yang sama. Menurut lo berdua, gue terima gak?"

"Terima aja elah! Elu jomblo akut sok-sokan banget pilih-pilih pasangan. Mana tingkahnya juga slengekan banget. Mumpung ada yang mau sama lo, terima aja!"

Renjun menggelengkan kepalanya, "jangan! Kasihan dia nanti. Bakalan nyesel seumur hidup karena ngajakin lo jalan. Ntar trauma pula."

Merasa tersinggung, Jaemin mengerucutkan bibirnya, "gue gak seburuk itu, tau. Gue juga bisa banget baik dan lemah lembut kaya si Haechan."

"Idih? Tumbenan banget bawa-bawa Haechan?" Renjun memajukan badannya, "lu kalo ditembak cewek, harusnya preferensi untuk gaya bersikap lo itu kaya si Jeno! Lo gak lihat seberapa kerennya dia di mata anak-anak cewek? Gue aja yang cowok, insecure banget ngelihat dia yang vibe-nya cool abis."

Mendengar pujian yang Renjun berikan untuk Jeno, Jaemin pun mencibir. Baginya, sampai kapanpun, ia tetap lebih unggul dari Jeno dalam hal penampilan. Mereka yang memuji-muji Jeno pasti melakukannya sambil melebih-lebihkan satu atau dua hal mengenai pemuda itu.

Denial Jaenin terhadap fakta bahwa Jeno memang keren dan tidak cupu, semakin hari seperti semakin parah. Apalagi, setelah semakin banyak berinteraksi dengan Jeno, Jaemin pun mulai menyadari bahwa tetangganya itu tidak terlalu buruk untuk seseorang yang ia sebut cupu.

"Cabut duluan lah gue. Ada urusan mendadak."

"Bakso lu gue makan, ye?" Mark sudah memasukkan bakso ke dalam mulutnya bahkan sebelum Jaemin mengiyakan.

"Serah dah. Asal jangan salahin gue kalo lu sakit perut ya!" Pasalnya, Jaemin kalau makan bakso, cabai hijau yang ia masukkan tidak cukup satu sendok. Yang biasanya akan tahan dengan pedas baksonya, selain dirinya, adalah Lucas. Tetapi, temannya yang satu itu tidak masuk.

Blooming Days || NOMIN ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang