06. Blush In

330 59 1
                                    

Abim berjalan malas menuju guru BK yang berjejer dan sekarang tengah menatapnya garang. Menyuruh cowok jangkung itu untuk bergabung dengan deretan para telat pagi ini.

Ada guru muda tengah menulis satu per satu nama siswa yang telat hari ini. Kemudian berdiri di depan Abim dengan alis bertaut.

"William. Kamu sekarang kumat lagi ya!" Katanya menyebut nama depan Abim. "Saya kira kamu tobat dua minggu ini tidak telat," sambung guru itu kini beralih ke orang selanjutnya.

Tapi kembali lagi terusik dengan penampilan Abim yang jauh dari kata rapi. "Apa ini! Rambut panjang, seragam keluar keluar. Rapikan!" ucap seorang guru lainnya, bu Acha namanya.

"Astaga William. Kamu pake baju adek kamu ya?" tanya bu Acha berdiri di depan Abim. Menunjuk seragam yang tak masuk ke dalam celana.

"Emang kekecilan bu," jawab cowok itu santai membuat guru muda itu berdecak lagi.

"Ikat pinggang kamu mana?" tanya bu Acha lagi.

"Anu. Ketinggalan kemarin buat ngiket si Januar." Jawab Abim asal.

Guru muda itu melengos pelan. William Abimanyu yang hampir saja tobat kini malah kumat lagi. Berdiri berderet bersama rekan telatnya yang lain.

Abim mendengus, meraih tasnya yang tergeletak di aspal samping pos security. Kemudian melempar lagi tasnya dengan asal ke pinggiran lapangan. Kini mulai berlari kecil mengitari lapangan upacara bersama para siswa lain yang terlambat.

Baru sampai putaran kedua, cowok itu mengernyit. Melihat seorang gadis dengan rambut ekor kuda itu keluar dari toilet.

"William. Lihat apa kamu?" Abim kembali berlari, pandangannya tak lepas dari gadis itu. Yang kini terlihat berlari lagi menuju toilet di sisi tangga.

"William.. Temen kamu udah selesai lari ini loh," komentar guru muda itu membuat Abim mendengus keras.

Abim hampir mengakhiri hukumannya ketika melihat Yena keluar dari toilet. Wajahnya pucat, dengan rambut berantakan.

"Hei.. William.. Mau kemana kamu!" Teriak bu Acha ketika Abim tak menyelesaikan putaran terakhirnya. Malah berlari keluar lapangan menuju koridor kelas sepuluh di lantai satu.

Cowok itu bergumam pelan dan mempercepat larinya ketika melihat Yena kini sudah ambruk di depan kelas. Guru BK yang berada di sisi lapangan langsung panik meminta bantuan.

Tanpa kata, Abim menggendong Yena. Wajah khawatinya ketara jelas. Apalagi melihat cewek ini dengan wajah pucat dan keringat yang membasahi rambut hitam panjangnya.

"Ini anak pmr pada kemana?" gumam bu Acha bermonolog sembari mengangkat ponselnya menghubungi staf sekolah.

"Kamu gak papa gendong Yena sampai uks ya. William?" tanya bu Acha pada Abim. Bukan pertanyaan, tapi perintah. Karena sampai saat ini staf sekolah belum juga muncul membantu.

Jarak UKS dengan lapangan upacara itu lumayan jauh. Karena lapangan sekolah ada tepat di seberang ruang tata usaha sedangkan UKS ada di sebelah ruang osis di dekat lapangan basket.

Mungkin Abim akan kabur jika tak ingat Yena harus sampai UKS lebih cepat. Pandangannya tak luput dari Yena yang kini bergumam pelan, namun masih Abim dengar ditengah kepanikannya.

"Bim," Abim hanya bergumam kecil membalas.

Cowok jangkung itu membaringkan Yena di kasur UKS. Lalu membiarkan bu Dewi memeriksa keadaan Yena. Dokter muda itu tersenyum kecil melihat Abim dengan wajah khawatir menanti pemeriksaan Yena.

"Kemungkinan Yena keracunan makanan. Saya ke dapur dulu minta pak Din bikinkan teh," kata dokter itu menyebutkan salah satu pembantu umum sekolah yang di sebut pak Din.

Say Na! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang