Gadis itu berdiri di depan cermin. Merenggut menatap isi lemarinya, kebanyakan diisi kaus oversize dan beberapa hoodie, lalu celana panjang dengan warna hitam mendominasi.
Sidqi, sang kakak yang ada di daun pintu hanya menggeleng kecil melihat adiknya mengeluarkan hampir semua bajunya. "Dek, pinjem kaos yang item reebok dong,"
Yena melengos, memberi tatapan tajam. "Gak akan," Katanya tajam. "Kaos lo banyak,"
Sidqi mencibir. "Mamah, nih adek gak sopan!" teriaknya membuat sang mama balas memperingatkan sang adik yang jadi mendengus.
"Bang Sid!" ancam Yena dengan kilatan marah.
"Mah, nih Yena ngomong kasar," celetuk Sidqi lagi membuat Yena sudah tak sabar menerjangnya.
Pemuda berpipi bulat itu terbatuk kecil di cekik dari belakang. Kemudian meraung kesakitan dengan drama membuat sang mama berteriak dari dapur.
"Yena, kamu itu perempuan. Yang anggun!"
**Sayna!**
Pemuda jangkung itu berdiri menegak menyambut si gadis yang baru keluar dari rumahnya. Memakai cardigan Abu muda dengan kaus Putih di dalamnya. Masih biasa saja. Malah terkesan tomboy dan cuek.
Tapi Abim terpesona.
Apalagi melihat rambut panjang dengan poni rata itu digerai tak diikat tinggi seperti biasa.
Abim mengerjap kecil dan meneguk ludah menyadarkan diri. Ia tersenyum tipis ketika seorang pemuda keluar mengintip di daun pintu. Membuat Yena menendangnya sebal.
Gadis itu berjalan mendekat dengan bibir mengerucutnya. "Ayo pergi," Katanya lebih dulu pergi, membuat Abim tersenyum dan mengangguk pamit pada Sidqi.
Cowok itu melajukan mobilnya dalam kecepatan sedang. Ia menoleh pada Yena yang masih mengerucutkan bibir dengan sebal.
"Abang lo?" tanya Abim hanya dibalas anggukan kecil Yena. "Pantes muka lo sama,"
Yena mengangkat alis. Menoleh dengan delikan samar. Ia menghela nafas panjang, mencibir Abim begitu saja.
"Ho! Serumah tuh gak ada yang kalem. Rusuh semua," Katanya dengan menggebu. Mengerti gen toak itu memang turun temurun dari papa mamanya. "Gue dapet ampasnya,"
Abim terkekeh kecil. Mengacak puncak kepala Yena merusak rambut lurus gadis itu yang sudah disisir rapi. Yena mendengus tapi tak melakukan apapun karena wajahnya terasa memanas kini.
"Karena dapat ampas jadi lebih rusuh?" tanya Abim memancing emosi gadis itu. Sukses membuat Yena mendengus menggertakkan gigi.
"Enak dong jadi lo,"
Yena yang awalnya hanya memerhatikan jalanan di sisi kirinya menoleh. Dengan alis terangkat tinggi menatap Abim di sampingnya. Yang masih fokus pada jalanan depan seolah ucapannya tadi tak berarti.
Gadis itu meneguk ludah. Kembali tersadar dan menjawab. "Seneng apanya? Tiap hari gak bisa tuh gue tenang, kayaknya suasana awkward emang gak di terima di rumah,"
"Rumah gue selalu sepi," Yena kembali menoleh. Tapi tak menjawab karena Abim membuka mulut melanjutkan. "Bahkan gue iri sama lo tadi berantem sama abang lo,"
Yena tertegun. Menggigit bibir ketika tatapan Abim beradu dengannya. Mata tajam itu menatapnya teduh dan semakin menyendu. Abim melengos ketika lampu lalu lintas berubah warna jadi hijau.
Yena mengulum bibir, ingin bertanya tapi takut melanggar privacy Abim. Bagaimanapun, dia tak pernah berhak untuk bertanya apapun.
"Eum.. Lo, gak punya saudara?" tanya Yena setelah beberapa saat menahan diri. "Oh, sorry deh," Katanya lagi meralat, menatap jalanan ramai dengan rintik hujan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Na! ✓
Teen Fiction[R13+] #TechnoUniverse Jika William Abimanyu adalah es beku kantin, maka Syena Marinka adalah kompor gas milik penjaga kantin. Pembawaan Abim yang selalu kalem dan dingin dipadukan dengan Yena yang meledak ledak. Terkadang dunia memang lucu, Yena...