04. Gelisah

416 60 2
                                    

Bani menatap Abim yang kini merunduk pada hape. Cowok itu menggeleng kecil, tapi jadi mencibir dan mengedikan bahu tak banyak peduli. Kembali fokus pada gamenya.

Berbeda dengan Janu yang diam-diam mengintip kegiatan Abim yang masih fokus pada hapenya. Cowok berpipi cubby itu berusaha membaca akun disana.

Terlihat profil boneka bebek berwarna kuning. Tanpa membaca nama akun pun Janu telah tahu milik siapa akun tersebut.

Syena Marinka.

Memberikan efek se dahsyat itu pada seorang William Abimanyu yang kini malah cengengesan di tempatnya. Bani yang ada di samping cowok itu mendesah pelan. Jadi ikut melirik.

"Kelamaan dipantengin. Ketikung tau rasa lo."

Perkataan Bani membuat Abim menoleh dengan tatapan tajam. Tak terima dengan perkataan temannya ini. Janu yang kini tak ikut nyeletuk hanya mengangguk setuju.

"Lo tuh dah kalah start dari dulu," Abim kembali menoleh menatap Sintia tak terima. Cewek itu hanya mengedik pelan. "Lo dah kalah sama si Yohan,"

"Gue udah ingetin, itu cuma game,"

Tentu cowok tinggi itu jadi mendengus pelan. Ingat beberapa hari yang lalu Yena secara terang terangan baper pada sikap Yohan yang demikian.

"Gece dong lu bim. Jangan cuma di pantengin." Abim menipiskan bibir, lalu menyesap sebatang rokok yang kini tinggal setengah itu.

"Dari lo semua, yang gece tuh cuma Dion," Katanya tajam, menunjuk ketiga pemuda di depannya dengan kentang di tangan. Membuat Janu yang tak ikutan mengumpat kecil lalu menipiskan bibir dengan mata bergerak kecil.

"Gue harus gimana?" tanyanya polos membuat Janu menabok kepalanya keras.

Cowok jangkung itu melotot kini balas menabok kepala Janu. Membuat Janu mengaduh sampai Bani yang melihat itu jadi memandangi Janu iba.

"Kasih makan kek, ajak jalan, nonton." celetukan Bani membuat Abim menegak menatapnya seksama.

Tak pernah terpikir sama sekali, hati Abim diselimuti nama Yohan. Iya Yohan, karena cowok itu sudah lebih dulu mendekati Yena.

"Emang lu pernah ngajak ngedate Ban?" tanya Janu dengan wajah tanpa dosa menyeringai lebar. Cowok RPL 1 itu berdehem, membalas tak kalah tajam.

"Emang lu pernah?" tanyanya membuat Janu membusungkan dada bangga.

"Gebetan gue banyak. Termasuk mamah," kata Janu dengan bangga.

Januar merengek kini rambut depannya dijambak Sintia tanpa ampun. Membuat Bani terbahak memberi semangat pada satu-satunya cewek disana.

"Nonton aja Bim. Abis nonton makan, si Yena tuh perutnya kek karung. Gak beda jauh sama Nika," Janu kembali mengatupkan bibir ketika Abim menatapnya dingin.

"Nonton yang horor aja Bim," Celetuk Janu lagi menambahi dengan antusias, memberi genre yang biasanya para cowok jadikan kesempatan ketika ngajak nonton gebetan.

"Jangan goblok. Yang ada Abim jerit liat setannya." kata Bani dengan wajah seriusnya.

Tapi tak lama cowok itu mengaduh, merasa pantatnya jadi bergetar kecil ketika Abim menendang kursinya tak terima.

Sintia memutar bola matanya malas. Gengnya selalu dianggap paling tinggi dan paling classy.

Ada Arbani si anak RPL 1, yang kadang jadi manusia purba ketika masa ulangan dan praktek Web tiba. Tapi bisa jadi badut juga di saat ia bergabung bersama Janu dan Yunda.

Ada pula Nika yang punya wajah anggun tapi sering mengumpat karena mati main among US. Juga jadi penebar harapan untuk para cowok. Dion si buaya tampan yang nyatanya tak lebih dari seorang penggemar berat bu Airin, si guru cantik di sekolah.

Say Na! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang