09. Mamah

272 52 4
                                    

Abim mengeraskan rahang. Hampir saja membalik meja kafe jika saja Sintia tak segera menahan bersama Janu dan Nika yang ikut panik.

"Bim, kalem kalem," bujuk Yunda menarik lengan Abim memaksanya untuk duduk kembali. "Pulang aja deh pulang,"

Dion menyeret Abim agar keluar kafe. Sudah malu beberapa pengunjung melirik meja mereka berkali-kali.

Cowok jangkung itu mendelik baru sadar ditarik paksa Dion keluar kafe. "Minggir," sentaknya menepis kasar tangan Dion.

"Tarik nafas, hembuskan.." kata Yunda mengajari. "Sing tenang,"

"Sekarang tutup mata kamu, bayangin--AAA MAH!" Janu merintih kini rambut belakangnya ditarik buntal Sintia yang juga mendelik.

"Ada apaan sih?" tanya Nika menatap Janu dan Yunda bergantian.

Karena ia baru saja datang dan langsung panik Abim berdiri dari duduknya tadi di dalam kafe. Gadis itu menghela nafas panjang dengan alis berkerut samar. Maka dari itu, dia tak tahu apapun.

"IG Yena di sampahin sama gebetannya Abim," jawab Janu enteng. Tapi langsung termundur keget dapat jitakan di kepalanya.

"Gue harus bertindak," kata cowok itu segera meraih helm.

"Eh-- aduh, Bim. Entar dulu," serah Yunda menghalangi cowok jangkung itu.


"Ke lapangan Nu, lo beli Cola," semuanya menoleh kompak ke arah Lucas yang baru saja mendekat. "Kenapa lu? PMS?"

Lucas mendecih membuat Abim jadi menatap cowok ini yang memerintah seperti biasa.

"HEE!!" pekik Yunda dan Nika bersamaan. Membuat Janu dan Dion refleks menahan dengan Sintia yang menatapnya garang.

Lucas mendelik. Jadi memajukan diri bersiap baku hantam dengan teman kelasnya itu. Melihat Abim yang menatapnya tajam seolah menantangnya untuk beradu.

Dion berjaga di sisi Lucas. Menarik lengannya menahan agar tak melayangkan tinjunya. Takut cowok ini juga tersulut emosi.

Sintia segera menarik Abim menjauh. Mengusir semuanya termasuk Lucas yang juga menurut membawa motor mereka pergi.





"Mau lo apa sih Bim?" tanya Sintia pada pemuda jangkung itu. Tak habis pikir.

Cowok itu bersandar pada tembok pembatas depan kafe. Ia menipiskan bibir. Mengeluarkan kotak dari saku jaketnya. Menggigit ujung benda panjang itu dan menyalakan korek berusaha membakar ujung lainnya.

Sintia menghela nafas, ikut berdiri di samping cowok itu. "Emang lo mau ngapain kalo IG Yena di sampahin?"

Abim mendongak menghembuskan asap putih dari mulutnya. Menoleh tapat pada gadis jangkung itu.

"Emang lo mau bertindak apa?" Cowok jangkung itu jadi terdiam.

"Kalo lo mau aneh aneh, mending gak usah. Yang ada Yena kacau," Katanya ringan tapi menusuk. "Ada dua kemungkinan Bim,"

"Apa?"

Sintia melengos pelan. Mengambil nafas berusaha mencerna lagi apa yang ada di otaknya sekarang. "Lo bisa bikin Yena bebas dan buat Yena baik-baik aja dengan tindakan lo itu, atau-"

Gadis itu menoleh. Sengaja menggantungkan kalimatnya membuat Abim jadi penasaran. "Lo memperkeruh keadaan. Yena lebih dibenci. Mungkin aja Yena bisa di bully karena elo,"

Abim mengernyit. Menginjak putung rokoknya merunduk kecil menatap tepat wajah cantik itu. "Apa yang bisa gue lakuin?"

"Diem aja. Jangan bikin apapun," Katanya singkat. Abim makin tak paham dengan jalan pikiran gadis ini. "Yena bisa menangani semua ini Bim. Mungkin aja kehadiran lo gak membantu apapun. Gak selamanya dia gak di sukai."

Say Na! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang