18. Euforia

214 42 4
                                    

⚠️15+
Kayak drama korea. Jadi untuk adik-adik mohon pengertiannya. Bisa baca awal chap ini sampai bookmark **Sayna!** pertama. Okay!!

-**-**-






Yena duduk diam, bibirnya melongo kecil dengan tatapan kosong melamun. Yuri sempat melirik, tapi tak peduli ketika semangkuk bakso sudah di depan matanya.

Iya, mereka sekarang sudah duduk rapi saling berhadapan merapat pada meja kios. Karena sudah janji dari pagi untuk makan bakso Naruto bersama.

Bakso pak Narto, karena tidak ada huruf u di sana. Tepatnya karena pada huruf u sudah dicoret dengan sengaja oleh sang pemilik. --hal yang membuat Praja dan Yeri sempat rusuh menghitung berapa tahun mereka bersekolah.

Kedua cowok di depan Yuri dan Yena saling pandang. Praja menggerakkan dagu, membuat Ujin yang melihat itu jadi memandang arah yang sama.

Yena yang biasanya akan sumringah dan tak tahu diri kini hanya duduk menumpu dagu dengan tangan kanan. Bahkan tak mengerjap sekalipun.

Membuat dua orang itu jadi memandanginya aneh, gatal ingin menghujat. Apalagi Praja yang jadi bergidik kemudian tak mencibir gadis di depannya.

"Sungguh ironi," bisik Ujin masih menatap Yena. Praja di sampingnya menoleh dan mengangguk.

"Apa dia ketempelan setan penglaris?" tanyanya dengan mata memicing. Kemudian mengatupkan bibir melihat sang pemilik kios melewati mereka.

"Harusnya gue tuh jadi detektif halus biar bisa melihat sebab ini semua," Yuri melengos mendengar ucapan nyleneh kakaknya. Tak akan ikut ikutan ketika duo itu kumat.

"Gue, mencium bau bau.." Kata Ujin menggantung mengibaskan telapak tangan di depan hidung mengikuti Roy Kiyosi. Praja melongo kecil menanti kalimat Ujin dengan serius. "Bakso enak,"


Yuri tenganga tak paham kenapa bisa punya abang seperti Novandika Fauzin yang tak pernah jelas.

"Cih. Goblok," umpat Praja kasar. Memukul belakang kepala sahabatnya. Yang jadi mengusap belakang kepala dan nyengir lebar. "Dia udah aneh sejak pulang dari rumah Abim,"

Ujin tersentak dengan mata melebar langsung heboh. Meski begitu Yena masih diam melamun.

"Kenapa kenapa?" tanya Praja antusias mengerjap kecil, bahkan mendekatkan diri. "Beneran kesurupan?"

"Setan rumahnya si Abim ganas kayaknya," jawabnya mantap. Tapi langsung mengerang ketika sang adik menendangnya di bawah meja.

"Kak Yena tuh ambyar," Kata Yuri sewot tak terima. Yang benar saja. Orang ambyar kok dikatai kesurupan.

"Mubyar?" tanya Ujin kebingungan. Membuat Praja yang memang tak tahu apa itu Mubyar penasaran.

"Mubyar apaan deh Jin?" tanya Praja yang sudah penasaran sedari tadi.

"Lo kalo punya piring terus jatuh ke lantai, berserakan kemana-mana. Adengannya disebut mubyar," jelas Ujin agak sewot. Tapi tak membuat pergerakan Yena di depannya.

Yuri mendecih. Ingin sekali menggeplak kedua orang itu yang malah membahas mubyar. Yuri juga tak terlalu paham karena jarang pergi ke rumah eyangnya di Purwokerto.

"Ambyar kak ambyar!" kata Yuri dengan penekanan. "Keadaan dimana lo akan merasa seperti melayang. Nge fly, tapi gak minum,"

"Makanya, jadi cowok tuh yang peka dikit kek hiih,"

"Mana ada sih? Orang pulang-pulang kayak habis diculik wewe gombel gitu." jawab Praja tak kalah nyolot dan sewot.

Yuri langsung mendecih. "Makanya cari cewek. Biar di otak tuh gak mikirin orang kesurupan mulu. Heran," gadis kecil itu memilih tak menghiraukan kedua cowok itu.

Say Na! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang