35. Si Tomboy

184 37 2
                                    

Yena berlari kecil di koridor. Dari tadi mengejar cowok itu yang berjalan tenang dari gedung ekskul di bagian belakang.

Gadis itu terengah ketika menaiki tangga menuju kelasnya. Ia menggerutu sepanjang koridor kenapa cowok itu berjalan dengan langkah lebar.

"ABIM!" teriaknya ketika berada di koridor atas. Sudah lelah mengejar Abim sedari tadi, dan sekarang memilih menyerah dan memanggilnya.

Ulahnya membuat beberapa orang disana menoleh karena merasa terusik. Yena menyeringai, mengatupkan kedua tangan di depan dada mengangguk meminta maaf kemudian berjalan cepat.

Abim yang merasa dipanggil jadi menoleh. Lalu berbalik seutuhnya dengan kening berkerut menatap gadis itu yang terengah.

"Lo-- kenapa jalannya cepet banget sih?!" racau Yena dengan kesal. Kini memegangi kedua lutut yang seperti mati rasa.

Yena meneguk ludah, menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Mengambil banyak oksigen. Kemudian mengubah ekspresi lelahnya lebih ceria dan meringis kecil.

Namun gadis itu melebarkan mata dengan bibir membulat sempurna ketika karet rambutnya putus begitu saja. Membuat rambut panjangnya berantakan bahkan menutup hampir semua bagian wajahnya.

Yena mengerucutkan bibir. Sudah misuh-misuh meracau dan mengumpati karet rambutnya yang tak bisa diajak berkompromi pagi-pagi begini.

Namun detik berikutnya ia terdiam dan menegang. Kemudian menegakkan tubuh ketika cowok itu mengatur rambut panjangnya dengan tenang. Membuatnya mendadak tak banyak bicara dengan kedua pipi merona.

"Kenapa harus marah-marah sih?" tanya Abim menahan untuk tak tertawa geli. "Lebih cantik gini," Katanya dengan gemas mengacak rambut Yena lagi.

Cowok jangkung ini. Mungkin satu-satunya orang yang berhasil membuat seorang Syena Marinka diam dan menciut malu.

Yena mengerjap tersadar. Mendengar beberapa tetangga kelasnya tengah berkasak kusuk ria. Memerhatikan dirinya dengan Abim.

Gadis itu menegak. Menggigit ujung bibir dengan gugup. "Gimana?" tanyanya berusaha terlihat tenang. "Udah baikan?"

Abim tersenyum kecil. "Hm. Lebih baik," Katanya dengan tenang.

Abim meraih leher Yena, menutup wajah gadis itu yang kini meronta minta di lepaskan. Terus melangkah masih dalam posisi yang sama. Dengan gadis itu yang tak berontak lagi memilih mengikuti.

Tanpa berbicara apapun. Sikap mereka sudah menjelaskan semuanya.


**Sayna!**


Yuri tengah merebahkan diri di ambal depan televisi. Kemudian menoleh pada sang kakak yang santai saja memakani mie instan di belakangnya.

Gadis itu berguling kecil. Berharap sosok Yena muncul dari pintu depan. Nyatanya malah seorang cowok berpipi cubby yang mendekat. Membuatnya menghela nafas.

"Yur, expo kuy," kata Praja mengajak dengan riang. "Belum kesana kan lo?" tanyanya lagi.

Yuri menggeleng kecil. Kemudian duduk menegak saling berhadapan dengan Praja yang mulai mendudukkan diri di ambal bawah bersamanya.

"Tumben ngajak gue," kata Yuri curiga. "Oh, mau pamer cewek ya? Terus gue di jadiin kambing congek, gitu?"

Praja mendengus jadi menyentil kening si adik kelas dengan gemas. Entah kenapa, dia sekarang lebih mencondongkan tubuh seperti tengah memberitahukan rahasia besar yang sangat penting.

"Jad--AARGH!!"

Praja berjengit menoleh pada pelaku utama yang melempar sendal jepit tepat ke kepalanya. Membuat Yuri juga sempat kaget dan latah kecil menjauhkan diri.

Say Na! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang