Yena mengerjap kecil. Tersentak kaget cowok bergigi kelinci itu menghentikannya di sisi tangga pagi ini.Yohan tersenyum kecil. Yang tak lama menampilkan dua gigi kelincinya menyapa Yena riang.
"Mau roti isi gak? Kafetaria dah buka," tawarnya begitu saja. Membuat Yena diam-diam merutuk.
Jika memilih makan di kafetaria, artinya cowok ini akan berbicara serius. Karena di kantin pasti sudah ramai kayak terminal angkot pagi-pagi begini. Meski letaknya hanya berbeda beberapa meter saja, kafetaria terasa lebih damai.
"Gak usah deh, udah makan gue," katanya menolak halus.
Gadis itu berbalik tersenyum kecil pamit pada Yohan yang masih menatapnya tanpa kedip. Cowok itu meraih lengan Yena menghentikan.
Membuat Yena langsung menoleh dengan kedua alis terangkat. Berusaha terlihat tak peduli tidak ingin menanggapi karena sudah siap untuk berhenti dari cowok ini.
"Na." panggil cowok itu lirih. Menghela nafas panjang dengan kerlipan berharap.
"Hn?" Yena mengangkat alis lagi tak paham. Sebenarnya masih membentaki diri harus kuat dan gak gampang goyah.
"Ada yang perlu gue omongin," Katanya dengan senyuman tipis berbalik menuju Kafetaria berjalan lebih dulu. "Sekali ini aja,"
Yena melengos keras. Tiba-tiba merindukan banyak orang, kedua monyetnya dan Yeri yang kadang melompat girang jika dengar traktiran.
Kenapa tadi Ujin langsung ngeloyor pergi ke lapangan futsal dan Praja langsung ke kelas TKJ, yang katanya sedang mempersiapkan drama untuk festival. Kenapa dua orang itu seolah mendukung Yena pergi dengan cowok ini lagi? Padahal Yena sudah punya banyak cara halus menghindari Yohandar.
Pikiran Yena sekarang bercabang tak jelas. Jadi memikirkan cowok itu, yang berjalan tenang lebih dulu.
Yohan itu, jenis manusia apa sih? Kenapa selalu tersenyum riang pada Yena yang jelas sering mematahkan hatinya.
Gadis itu mendengus, jadi terpikir lagi ucapan Praja kemarin malam. Yohan dan Chia ya? Lengket banget sampai kemana-mana berdua.
Yohan menipiskan bibir, menoleh kecil ke belakang. Menunggu Yena yang jadi terlonjak kecil ketika ia berbalik.
Cowok itu meneguk ludah dengan kerlipan menyendu. Kenapa Yena selalu berhasil membuatnya di ombang ambing begini. Gadis itu, seakan punya 1001 pesona yang enggan ia tolak dan lepaskan.
Yohan merutuki diri. Entah kenapa enggan pergi, tapi masih tak tahu alasan sebenarnya mengapa tetap tinggal dan berjuang sendirian.
Tanpa tahu, sebenarnya gadis ini membuka hati untuk siapa.
**Sayna!**
"Yo," panggil Yena membuat Yohan yang meneguk jus Alpukat mendongakkan kepala dengan mata mengerjap polos.
"Apa yang mau lo omongin?" tanyanya lagi dengan datar dan singkat. Berusaha tak berbelit menatap cowok ini lurus dan datar.
Yohan mengalihkan pandangan menyapu ke seluruh penjuru Kafetaria yang belum ramai jika pagi hari. Cowok itu menipiskan bibir. Mendorong kecil gelasnya ke tengah meja dengan tenang.
"Lo anggap gue temen, atau lebih sih Na?" tanya cowok itu tepat. Membuat Yena mengerjap, menatap cowok ini dengan panik.
"Yo," panggil Yena pelan. Tapi langsung mengatupkan bibir mendengar serangan cowok ini.
"Gue tuh cuma temen ya Na?" Yohan terkekeh pelan. "Bahkan gak bisa selevel sama Praja atau Ujin, kan?"
Yena menggigit bibir. Entah kenapa cowok ini jadi lebih ganteng dengan tatapan lurus dalamnya. Jiwa recehnya seakan sirna digantikan sosok tampan yang baru kali ini Yena lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Na! ✓
Teen Fiction[R13+] #TechnoUniverse Jika William Abimanyu adalah es beku kantin, maka Syena Marinka adalah kompor gas milik penjaga kantin. Pembawaan Abim yang selalu kalem dan dingin dipadukan dengan Yena yang meledak ledak. Terkadang dunia memang lucu, Yena...