Abim meringis kecil. Berjalan terseok bersama empat orang lainnya. Lucas ada di depan, memimpin mereka.
Keadaan mereka jauh dari kata rapi. Berantakan tak karuan. Seragam lusuh kusut dengan beberapa kancing yang lepas dan rambut yang tak berbentuk. Wajah tampan mereka tertutup merah-merah yang semakin lama jadi membiru keunguan.
Abim menggerakkan rahang bawah. Badannya terasa semakin remuk. Tadi pagi semua badannya terasa pegal. Ditambah lebam yang mulai ke unguan di bawah matanya. Lengan kirinya juga terasa nyeri. Untung saja, mata merahnya kini sudah tak separah tadi pagi.
Lucas di depan mendecak lalu merunduk mendudukkan diri. Cowok berahang tegas itu meringis kecil memegangi ujung bibirnya. Mereka berlima bersandar pada dinding pembatas koridor di gedung bekas bengkel TKJ yang sepi.
"Sial. Sintia kesini," umpatnya membuat Abim juga menaikkan alis dan menghela nafas.
Lintang langsung berdiri. Berjalan pergi untuk menghindari Sintia yang sepertinya sebentar lagi akan datang. Lingga ikut bangkit berlari kecil menyusul Lintang yang belum jauh.
Lucas yang duduk di bawah menggerakkan rahang menunjuk Sintia yang berjalan mendekat. Terlihat jelas dari pantulan kaca di depan mereka. Membuat Benji maupun Abim jadi mengumpat kecil tanpa suara.
Sintia berjalan dengan dagu terangkat dan mata tajamnya yang terus menatap gedung yang sepi itu. Dibelakangnya ada Lintang dan Lingga yang berjalan terseok mengikuti dengan wajah merengut.
Dion merapatkan bibir di belakang Sintia. Tak peduli dan tidak mau ikut ikutan terseret. Karena dia juga tidak tahu apapun kali ini.
Mata Abim melebar. Ketika melihat gadis itu yang memunculkan diri di belakang Dion.
Wajah gadis itu yang biasanya menggemaskan seakan sirna. Memberi tatapan tajam menusuk berjalan tegas ke arahnya.
"Ke UKS sekarang," perintah Sintia dengan tajam.
"Ck. Cuma luka kecil gak usah lebay," balas Lucas acuh. Mulai berdiri diikuti Benji yang mengulum bibir menahan kakinya yang ngilu.
Sintia menghela nafas. "Ya udah sini gua tendang satu satu biar tambah gede terus keliatan!" sewotnya mengangkat kaki siap menendang.
Lingga menjauhkan diri dan meringis kecil memegangi punggungnya.
"Udah bel pulang juga Sin," celetuk Benji menambahi. Tapi membuat Sintia langsung melotot tajam lagi.
"Ya makanya karena udah bel pulang jadi banyak yang lihat!" Sintia langsung menarik ujung seragam Lucas. Karena jika cowok itu pergi yang lain akan mengikuti.
"Lewat pintu belakang aja. Ke warung Mak Is," Lucas menurunkan tangan Sintia dari seragamnya. Kemudian menarik gadis jangkung itu agar mengikutinya.
Mereka berjalan cepat menuju gerbang Timur yang sepi karena kebanyakan siswa siswi memilih melewati gerbang Barat yang lebih luas. Sintia melengos pelan tapi jadi mengikuti. Tertarik pasrah Lucas di depannya.
"Kalo udah selesai, ke warung belakang. Pak Jidan di ruang osis," kata Dion mengingatkan. Karena tadi melihat sang wali kelas ada di depan ruang osis. Sengaja ditahan oleh Hafiz.
Dion meninggalkan Abim dan Yena yang masih diam. Gadis berambut panjang itu menghela nafas. Menatap Abim yang mengalihkan pandangan ke arah lain.
Cowok jangkung itu merapatkan bibir. Bersiap mendengar semuanya, gadis itu yang pastinya akan meledak jika sudah terlampau kesal.
Namun Yena masih diam tanpa kata. Hanya deru nafasnya yang naik turun dan hatinya yang ingin meledak sekarang. Ia menghela nafas panjang.
Tak berbicara apapun. Kemudian memutar tubuh beranjak membiarkan Abim yang duduk bersandar menatapnya menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Na! ✓
Teen Fiction[R13+] #TechnoUniverse Jika William Abimanyu adalah es beku kantin, maka Syena Marinka adalah kompor gas milik penjaga kantin. Pembawaan Abim yang selalu kalem dan dingin dipadukan dengan Yena yang meledak ledak. Terkadang dunia memang lucu, Yena...