19. Enggak Sengaja

211 44 6
                                    

Yena mengulum bibir, melangkah tenang di koridor menuju lantai dua bersama Ujin dan Praja. Gadis itu mengerjap kecil melihat Sintia sudah duduk di mejanya fokus pada hape pagi-pagi begini.

Ujin dan Praja sudah berisik seperti biasa bersama Yuvin di depan kelas. Cowok berpipi cubby yang di juluki biduan kelas itu sudah menyalakan speaker Bluetooth. Yang sengaja dibawa dari rumah.

Yena kali ini tak akan bergabung. Hatinya masih terlalu downy untuk ikut senam random teman-temannya yang lain.

Ia mengulum bibir, melirik Sintia lagi. Matanya mengedar seluruh penjuru kelas yang masih sepi. Tentu, karena anak kelasnya akan datang terlambat dan pulang paling awal. Meskipun kini masa akreditasi akan berjalan, nyatanya sama saja. Hanya pekerjaan para guru BK yang bertambah padat.


Sintia melengos kecil. Mengambil earphone putih dan memakainya. Namun gerakannya jadi terhenti ketika gadis berponi rata melompat duduk di depannya menopang dagu.

"Mah," Sintia melengos lagi, mendelik samar membuat Yena jadi meringis. "Iya iya, Sintia,"

"Kenapa?" tanya gadis jangkung itu pada Yena yang menggaruk poni ratanya.

"Abim tuh kerasukan siapa sih?" tanya gadis itu tiba-tiba.


Sintia melongo kecil tapi langsung membalikkan ekspresinya seperti semula. Jadi berdehem pelan. "Abim bikin ulah apa?"

"Wah, lo mah emang beneran bundanya mereka ya?" Yena bertepuk tangan kecil dengan mata berbinar.

"Ck. Ngomong apa sih lo," Katanya jadi mencicit kecil membuat Yena semakin ingin menggodanya. "Gue mau nyalin tugas,"

Yena mencibir. Beranjak menuju kursinya lalu kembali membawa buku bersampul ungu, seragam satu kelas di pelajaran miss Yuna.

"Nyalin punya gue aja. Kemarin tanya Hafiz," Sintia mengangkat alis.

"Sin," Sintia menggumam pelan. Jadi mendongak ketika gadis di depannya merebahkan kepala pada mejanya. "Menurut lo, Abim itu kenapa sih? Kok kemarin gitu banget,"

"Gitu gimana?" tanya Sintia santai saja. Sembari membuka lembaran buku tugas Yena. "Lo di apain sama Abim?"

Yena mengerut kecil, tapi kemudian menegak dan memegangi kedua pipinya yang memanas. Gadis itu menggeleng malu-malu langsung berlari menuju kursinya dan kumat lagi di sana.

Sintia menjatuhkan rahang. Memang Abim kenapa? Apa jangan-jangan cowok jangkung itu sudah macam-macam?





**Sayna!**




Sintia menatap Abim lekat. Kemudian beralih ke Lucas yang sibuk memakan batagor di depannya.

"Heh," panggilnya membuat ketiga cowok di sana mendongak dan menegakkan tubuh mengangkat alis. "Lo apain Yena?"

Lucas dan Janu tak menanggapi. Lalu kembali ke aktifitas semula. Abim melebarkan mata jadi menjauhkan diri.

"Kata Yena lo aneh,"

Lucas langsung menoleh. Mencibir Abim yang terdiam sendiri. "Makanya, di gas,"

"Ho'oh, di gas. Ngeeenggg.. Ngeeengg.." celetuk Janu menimpali. Memeragakan gerakan menarik gas motor.

"Gue udah gas terus kemarin," jawab Abim sudah ngotot.


"Agresif ya lo?" tuduh Sintia dengan mata memicing. Abim meneguk ludah menyandarkan punggung pada kursi yang di duduki.

Sintia mendecak, mendelik ketika Lucas sudah menyeringai menepuk-nepuk bahu Abim bangga. Gadis itu meraih minuman menyedotnya perlahan.

"Udah deh Bim, gak usah ikutan Lucas," Katanya sarkas membuat Lucas yang di sebut mengumpat kecil. "Lo gas cewek gak usah berguru sama Lucas, apalagi Lintang."

Say Na! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang