Yena duduk menegak dengan Yuri disampingnya. Gadis berambut panjang itu menghela nafas lelah. Tak juga mendapat balasan dari cowok jangkung itu.
"Yur," panggilnya membuat Yuri yang tengah mengedit filter pada fotonya jadi menoleh. "Menurut lo, gue terkesan menebar harapan gak sih?"
Yuri menghela nafas panjang. Menyematkan anak rambutnya ke belakang telinga.
"Menurut lo kak?" tanyanya lagi dengan nada mencibir. Yena mendengus jadi mengerucutkan bibir. "Dih, lo udah tebar sana sini sok cakep,"
Yuri memekik Yena membekap mulutnya gemas. Kemudian mengacak rambut lurus panjangnya rusuh. Membuat si adik kelas itu memekik dan mencuatkan bibir kesal.
"Jangan lah ibu ngomong," kata Yena dengan logat batak dibuat-buat.
"Siapa yang ngomong!" balas Yuri tak kalah nyaring. Menepis tangan Yena yang menunjuknya.
"Saya sudah mau jawab malah ibu ngomong. Hilang jawabannya di otak, halah.." Yena menghela nafas panjang bersiap nyolot lagi.
"Memang sudah hilang otak kau," gadis itu menoleh dan melotot, memandangi Ujin yang masuk kamarnya merebahkan diri di karpet bulu.
Diikuti Praja yang mendudukkan diri di samping Yuri menghadap Yena. Baru datang tadi ketika melihat motor Yohan pergi dari pekarangan rumah Yena.
"Gosip apa sih? Rame bener," kata cowok itu mendekat. "Yohan kesini bawa serpihan emas kagak?"
"Si Yohan tuh hartanya banyak, kenapa masih aja nunggu lo?" cowok itu menggeleng dengan bibir melengkung meremehkan. Yena mencibir, ingin menendang cowok imut itu jauh jauh. "Padahal sama Chia udah kek lem kucing,"
"Lengket sis," Katanya dengan wajah dibuat menjijikan dengan kerlingan menggoda.
Yena mendecak sinis kemudian menendang cowok itu sampai jatuh ke belakang. Untung bisa menahan diri tak berguling ke bawah bersama Ujin.
"Ini gue peduli sama lo. Na," Katanya mulai serius. Praja meneguk ludah memperbaiki posisi lebih nyaman.
"Lo kalau mau gas satu aja. Gak usah ikutan jadi player," Yena mendengus lagi berusaha menyibukkan diri tak peduli.
"Mau lo sama siapa? Abim atau Yohan?"
Yuri mengangguk kecil. "Kemarin pulang kayak orang kesurupan dari rumah kak Abim. Terus sekarang kak Yohan datang lo rusuh gini. Gimana sih,"
"Lo tuh secara gak langsung udah ngasih harapan ke mereka berdua," kata Praja menggurui. "Gue cowok Na, gue tahu gimana rasanya dikasih harapan. Siapapun juga mau gas gak peduli sekitar,"
"Lo harusnya udah lihat gimana Chia sama Yohan di sekolah," Katanya tegas dan yakin. "Mereka ada sesuatu yang lo gak tau pasti,"
"Mereka cuma sahabatan, kayak kita," celetuk Ujin dari bawah. Dengan wajah datar yang terus menghadap layar ponselnya.
"Lepasin aja Na,"
"Emang gue tuh udah ngiket dia apa?" kata Yena dengan ngegas menatap Praja lurus. "Lo kira gue tuh pernah bilang ayo kita deket," Katanya dengan nada menggebu.
Yuri mencibir, menyenggol lengan Praja di sampingnya yang bersiap menoyor gadis di depan mereka.
"Lima bulan ini menurut lo apa?" tanya Yuri gemas sendiri. Ingin sekali meremas wajah imut itu dengan tangannya sendiri.
"Gak perlu kata ayo kita deket, kalo ada ruang kosong mah gas aja." kata Praja menambahi dengan nada sewot.
"Kan udah lama gue gak deket sama Yohan. Kenapa disaat gue siap nerima Abim dia balik lagi sih?!"
Yuri mengetik cepat di ponselnya, membuat caption yang tertunda. Lalu melengos lagi menatap Yena. "Karena lo gak pernah bilang kalo lo udah buka hati ke orang lain,"
Yena mendesah pelan memejamkan mata sesaat. Ia mengembungkan kedua pipi dengan gemas menekannya membuat air liurnya muncrat.
Praja langsung menoyor gadis itu. Membuat Yuri beringsut mundur tak mau ikut-ikutan rusuh. Ia jadi melirik kakaknya di bawah, yang tengah fokus pada game di hape dan mengabaikan mereka.
Gadis itu menghela nafas kecil kembali menoleh ke Yena yang memanggilnya lagi.
"Yur.. Gimana?" tanyanya tak peduli pada Praja yang merebahkan diri dengan mata terpejam dan hembusan nafas teratur di sampingnya.
"Ya menurut ngana tindakannya meresahkan hati gak?" tanya Yuri lagi. "Kak, lo tuh kebanyakan main main, bercanda aja sampe ice bear bisa ketawa,"
Yena mendengus lagi, mendorong Praja hingga pemuda itu pasrah merosot pindah ke bawah. Gadis itu merebahkan tubuh dengan kaki bergerak gelisah. Ia menggigit bibir jadi melirik Ujin dibawah.
Karena biasanya cowok bergigi gingsul itu yang akan ramai. Entahlah menjagokan yang mana. Si cowok taekwondo atau si cowok jangkung.
"Secara gak langsung mereka baper sama sikap lo itu. Lo selalu nerima kak Yohan kalo dia kesini, tapi disatu sisi lo juga mau lebih sama kak Abim," Yuri mendecak dengan mata menyipit.
"Kalo lo mau deket sama kak Abim aja, berhenti bersikap manis sama kak Yohan," Yuri mengibaskan rambut panjangnya. "Lo juga keseringan godain orang, dah tau hatinya lemah gampang oleng,"
Yena mendelik. Merasa tersudut dengan ucapan si adik kelas ini. "Gue gak bersikap manis. Gue biasa aja, gue selalu cuek gak peduli,"
"Justru karena sikap cuek lo itu, lo gak jaim dan buat kak Yohan nyaman. Dari dulu dah gitu kan?" Yena mengangguk membenarkan.
"Lo ketemu kak Abim langsung bikin dia baper main main godain dia. Sekarang lo yang gampang ambyar cuma karena sikapnya. Sombong amat lo merasa diperebutkan,"
Yena menghela nafas lelah menutup wajahnya dengan bantal. Kenapa jadi rumit gini sih? Kan dari dulu cuma main-main bukan beneran.
"Tapi kak," Yena menurunkan bantal dengan kedua alis terangkat tinggi. "Gak jadi deh,"
Yena mengumpat kecil. Meraih hapenya yang tergeletak begitu saja.
Yuri menghela nafas melengos keras. Melirik sang kakak yang masih berlagak tuli tak mendengar.
Gadis itu meneguk ludah, ikut merebahkan diri di samping Yena dengan segala hal yang terus berseliweran di pikirannya tanpa henti.
Ujin yang sedari tadi diam diam menguping jadi menghela nafas samar. Mendenguskan hidung mencoba mengalihkan perhatian, kembali fokus mabar dengan Praja.
Sedikit banget :" sesungguhnya aku belum revisi ini. Jadi, kalo nanti dah direvisi mungkin bakal panjang atau malah memendek? Entahlah.Aku penuh kode jadi ada apa disini kalian harus mengira ira sendiri, nanti kalo tiba-tiba boom aku tidak bertanggung jawab :) hehe
Votenya ya chingu. Jal butakdeurimnida!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Na! ✓
Teen Fiction[R13+] #TechnoUniverse Jika William Abimanyu adalah es beku kantin, maka Syena Marinka adalah kompor gas milik penjaga kantin. Pembawaan Abim yang selalu kalem dan dingin dipadukan dengan Yena yang meledak ledak. Terkadang dunia memang lucu, Yena...