12. Nonton Katanya

234 48 4
                                    

"Ja, Minoki kuyy,"

Praja yang tengah memasukkan donat ke dalam mulut jadi menoleh. Menatap Yena disampingnya yang sudah berbinar. Pemuda itu menggigit potongan donat terakhir dengan cuek.

"Ngapain sih jauh jauh?" tanya cowok imut itu. "Disini juga enak. Hm," Katanya lagi merebahkan diri pada gazebo di depan rumahnya. Dengan mulut sibuk mengunyah potongan donat.

Yena mendesah pelan, mengangkat satu kaki meraih hape yang tergeletak sedari tadi. "Pengen boba rasa taro,"

Praja bangkit duduk menegak menatap gadis di depannya yang sudah mengerucutkan bibir.

"Es boba mah bi Tuti bisa bikinin," Kata Praja mengarahkan dagu ke rumahnya. Menyebut asisten rumah tangga yang biasa selalu membuatkan pesanannya, Ujin ataupun Yena setiap kali mereka datang.

"Pengin di Minoki aja," Katanya mencicit kecil. "Ini tuh malam sabtu, ayo keluar biar gak melar tu badan,"

Praja mendelik meraba badannya sendiri. Takut omongan Yena benar. Tapi cowok itu melengos meraih hape berlagak bermain games.

"Ayolah Minoki, Jaa,"

Praja mendengus kasar. Tak peduli dan kini meraih gelas es sirupnya. Terus mengabaikan gadis di depannya yang sudah meronta heboh. "Yaudah. Gih ganti baju,"

Yena bangkit dengan wajah merekah segera mendekati Praja. Menepuk pelan puncak kepala cowok itu langsung berlari dengan riang menuju rumahnya yang terpaut dua rumah dari rumah Praja.




Yena berjalan riang menutup pintu rumahnya. Menenteng helm kuning kesayangannya dengan jaket Navy dan rambut kuncir kuda khasnya.

Ia memperbaiki poninya sembari berjalan menuju gerbang depan. Gadis itu tersentak, meneguk ludah menatap seorang yang sudah duduk manis diatas motor gedenya. Yena menggigit bibir menghampiri.

Membuat cowok itu menoleh merasa ada yang mendekat, tersenyum tipis menyambut kedatangan si gadis.

"Kok tahu rumah gue?" gadis itu menggeleng kecil teringat pernah diantar pulang. "Kenapa lo tau gue mau pergi?"

Abim berdehem pelan. Menunjuk Praja yang sudah nyengir lebar dan melambai di depan rumahnya. Masih memakai celana pendek dan kaus oblong merah dengan es sirup ditangan.

"Duluan aja. Gue sama Ujin," teriaknya kemudian masuk lagi ke pekarangan rumah dengan santai.

Yena mendecih. "Dih homo!" cibirnya pelan. Tapi segera terdiam dan menyeringai lebar ditatap Abim dari samping.

"Yakin mau Minoki aja?" tanya cowok jangkung itu. "Nonton mau?"

Yena segera mengangguk semangat. Naik motor besar Abim dengan hati meringan. Sebenarnya juga merasa degdegan tidak karuan. Menyumpahi wajahnya agar tak memerah.

Abim melajukan motornya dengan kecepatan sedang. "Kalo gue, mau?" tanyanya pelan.

Yena samar mendengar, jadi menyembulkan kepala mendekat. "APA BIM?!"

Abim mendesah pelan segera menggeleng. "Pegangan," Katanya lalu menarik gasnya perlahan lebih kencang membuat Yena mengeratkan pegangannya pada tubuh tegap Abim.

Pemuda itu mengarahkan spionnya menghadap Yena yang mengerjap kecil di belakang dengan bibir melongo. Tak sadar sedari tadi Abim berusaha menahan degupan jantungnya agar tak begitu terdengar gadis ini.

"Kencengan lagi dong Bim!" teriak Yena begitu saja dengan semangat.

Abim menurut. Mengganti gigi mesin kemudian menarik kencang gas motornya. Melaju dengan cepat membelah jalanan.

Say Na! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang