07. Sebutir Boba

330 54 2
                                    

Abim berdehem pelan. Sintia di sampingnya tengah merunduk, dengan bibir mencuat kecil dan sesekali mengumpat. Mereka tak hanya berdua, ada Bani di meja paling ujung. Menghadap dua buku paket dengan laptop menyala.

Janu datang bersama Dion dan Nika yang saling dorong di belakangnya. Cowok berpipi cubby itu mengambil tempat duduk di seberang Sintia. Bersamaan dengan Yunda yang baru saja kembali membawa minuman mereka dari meja kasir.

"Tuan muda, kenapa wajah anda seperti kain katun keluar dari mesin pengering? Kusut amat,"

Abim mengedik kecil. Meraih hapenya, kemudian membanting kecil menimbulkan bunyi cukup nyaring. Membuat Yunda refleks mengusap dada sampai Bani mendecih karena kebisingan itu.

"Yena sakit loh Bim, gak mau di jenguk?" tanya Janu menarik gelas plastik milik Sintia di depannya. Kemudian meringis jadi mengambil minumannya di meja. Karena ditabok gadis itu.

"Abim yang tadi pagi gendong bego!" Janu mengusap kepalanya yang baru saja ditoyor Dion. Sudah dua kali ia mendapat toyoran begini.

"Kenapa gak di samperin ih, dia pulang bareng Yohandar, huhuhu.." Yunda mengusap ujung matanya dengan lebay. "Gue kalo jadi Yena udah digas tuh si Yohan. Gila, deketnya udah lama, eh baru sekarang viralnya. Ck,"

"Gak tau ya, Yohan di kelas receh banget, kenapa di luar ganteng gitu sih?" rengek Yunda lagi. "Gue tuh takutnya jadi pelampiasan karena ada di TAV 2 sama Yohan. Tapi dukung Abim,"

"Dih, siapa elo?" tunjuk Dion dengan wajah songong. Membuat Yunda mendengus tak peduli.

Meraih chiken pop di wadah kertas depan Sintia. Gadis itu mengunyah dengan cepat, kemudian melirik Nika yang tumben sekali tak ikut nyeletuk pedas.

Lucas baru kembali dari depan. Langsung menggeser Yunda dan duduk di sampingnya. "Kalo suka, kejar."

"Digas terus sampe mabok," Lucas meraih es Amerikano nya. "Yang kayak Yena tuh cuma ragu. Malah dia yang bakal gas dulu kalo lo ciut kek keong. Laki bukan?"

Abim mendecih. Ingin menggampar cowok tengil itu yang suka bicara seenaknya.

"Eh mugholadhoh!" Yunda mengumpat kecil. Menatap hape dengan tidak percaya.

Dion merapat, ikut merunduk memerhatikan sebuah foto di hape Yunda. "Abim gila!" umpatnya membuat Abim mendongak.

"Anjer ini lo beneran Bim? Dih mesu--" Yunda meronta ketika tangan besar Abim membekap mulutnya.

Cowok jangkung itu melirik ke sekitar kafe, para pengunjung yang jadi menoleh ke meja mereka. Dion mengatupkan bibir, meraih minumannya.

"Gece juga lo." gumam Dion pelan. Lucas hanya menarik ujung bibir santai saja.

"Pulang sekolah Yena pingsan kayaknya deh," Janu mengangguk setuju dengan ucapan Yunda tadi.

"Yena gak gampang baper," celetukan Nika membuat Sintia mengangkat kedua alisnya. "Dia di pepet Yohan udah lama. Tapi sampai sekarang jalan di tempat."

"Lo jadi target empuk Yena karena lo pendiem. Yena gak akan berhenti sampai lo baper duluan," imbuhnya lalu mengangkat wajah menatap Abim lekat.

"Gue harus gimana?" tanya Abim polos membuat Bani yang fokusnya terpecah jadi mengangkat buku paket bersiap menimpuk cowok jangkung itu.

"LAH?!"

"Putar balik bego, tabrak dari depan!" dengan segala kekesalannya Bani jadi ngegas. Semuanya menjatuhkan rahang, bahkan Abim melotot kecil si anak RPL 1 itu mulai berbicara random.

"Lo kayaknya kebanyakan asupan dari buku buku Codingan deh Ban,"

Bani mendengus, lalu meminum es Capuccinonya. "Jangan biarin lo baper sendirian. Urusan gelud aja nomor satu, dihadapin cewek modelan Yena langsung ciut."

Say Na! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang