Cowok itu mengernyit merasa tidurnya terganggu suara berisik di kamar seberang. Ia bangkit, bersiap mengomel pada sang adik yang pasti tengah karaoke pagi-pagi buta seperti ini.Cowok bergigi gingsul itu mengomel. Sudah beberapa kali meminta ibu bapaknya agar memasang pengedap suara di kamar Yuri, agar gadis kecil itu tak mengganggunya.
Ujin membawa bantal berbentuk bola. Bersiap melempari sang adik dengan benda empuk itu.
Tapi ia tersentak ketika membuka pintu. Melihat Yuri memegangi microphone Portable warna pink miliknya. Gadis itu menyeringai lalu kabur ke dalam kamar tanpa mengatakan apapun.
Menyisakan sang kakak dan gadis lain di depannya. Yang menatap Ujin dengan mata berbinar kecil, bahkan bibir mengerucutnya kini membentuk senyuman tipis.
"Pagi monyetku!"
**Sayna!**
Ujin berdehem pelan. Berusaha mengalihkan pandangannya dari Yena yang kini duduk membentuk sudut darinya di kursi taman. Menunggu Praja yang tengah bersiap. Dan katanya akan menyusul.
"Jin," panggil Yena lirih.
Gadis itu menghela nafas panjang kemudian mendongak. Merasa getaran aneh ketika Ujin juga menatapnya dengan mata kecil cowok itu.
"Menurut lo, gue harus apa?" tanyanya masih ambigu. Tapi Ujin sudah bisa mengartikan ini. "Tapi gue gak bisa lepas dari kalian,"
Ujin diam lama. Cowok itu menghela nafas panjang dengan lelah. "Lo gak nyaman sama gue?" tanyanya tepat. Membuat Yena tersenyum tipis.
"Gue gak nyaman kalo kita emang punya rasa lebih," jawab gadis itu tak menatap Ujin. Memilih memainkan kukunya, menekan bekas kemerahan akibat di gigit nyamuk di lengannya. "Maksud gue, bisa gak kita cuma sahabatan aja?"
Ujin meneguk ludah. Menatap Yena dengan tatapan menyendu dan wajah keruhnya.
"Lo bisa anggap gue gak pernah ada Na," ceplos Ujin dengan tenang. "Gue yang salah,"
Pengakuan Ujin membuat Yena menoleh dan mendongak. Menatap tepat mata kecil yang tajam itu. Gadis itu mengerjap sesaat dengan bibir melengkung ke bawah.
"Kenapa harus gue?" tanya Yena bergetar kecil membuat Ujin tertegun.
Cowok itu mengeraskan rahang. Berangsur ke kiri memberi jarak. Ujin memejamkan mata sesaat dengan kepala berdenyut merasa pening tiba-tiba.
Ia membuka mata lagi. Kembali menatap Yena yang masih memandanginya dengan kerlipan menyendu itu.
"Karena itu elo."
Jawaban Ujin singkat, namun penuh penekanan. Menandakan kalau ia sedang serius kali ini.
Yena hilang kata. Mengalihkan wajah dengan tangan kiri menutup mulutnya agar tak membuat isakan. Meski Ujin dapat melihat mata gadis itu berkaca-kaca. Ia sama sekali tak menyangka.
Ujin juga mengalihkan wajah. Dengan nafas memburu ia tak akan mendekat. Cowok itu berkali-kali mengumpati diri. Mengeraskan rahang dengan jantung berpacu cepat seperti akan meledak.
"Ini salah gue Na," kata Ujin dengan cepat. "Lo harus lupain ini. Gue yang salah, jangan anggap ini serius, ya?"
Ujin bergerak maju. Menangkup kedua pipi Yena agar gadis itu kembali menatapnya. Tak ada wajah jenaka yang selalu ia perlihatkan pada semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Na! ✓
Teen Fiction[R13+] #TechnoUniverse Jika William Abimanyu adalah es beku kantin, maka Syena Marinka adalah kompor gas milik penjaga kantin. Pembawaan Abim yang selalu kalem dan dingin dipadukan dengan Yena yang meledak ledak. Terkadang dunia memang lucu, Yena...