9| permohonan maaf

18.4K 3.5K 312
                                    

Milly membuka mata perlahan, samar-samar ia melihat Dareen menatap khawatir ke arah dirinya dan saat melihat dengan jelas dan dekat wajah laki-laki itu membuatnya teringat dengan anaknya. Emillio anaknya benar-benar mewarisi mata Ayahnya.

"Emil," lirihnya. Bayangan bagaimana ia tak akan bisa melihat sang anak lagi menghantam ulu hatinya kuat. Air mata itu kembali jatuh dari pelupuk matanya.

Sementara Dareen termangu. Menatap Milly dengan tatapan dalam, apa setelah sekian tahun berlalu, Milly sudah benar-benar melupakannya dan memiliki laki-laki lain?

"Mau mendengar sebuah cerita?" tanya Dareen sembari menjulurkan tangan menghapus air mata Milly dengan pelan membuat Milly terdiam hingga Dareen mulai bercerita.

Dareen membuka pintu, menatap terkejut gadis dengan pakaian basah kuyup serta wajah pucat di depannya. Penampilan gadis di depannya itu begitu kacau. "M-illy?

Gadis yang dipanggil Milly menunduk, tubuhnya gemetar hebat membuat tangan Dareen terulur untuk mengangkat dagu gadis itu memaksa Milly menatapnya.

"A-a-ku ha-mil." Bersamaan dengan pengakuan Milly, suara ribut di dalam rumah membuat Dareen mengepalkan tangan.

"Sebaiknya lo pergi," usir Dareen membuat Milly menatap tak percaya. Gadis itu menggelengkan kepala kuat-kuat.

"Kamu harus tanggung jawab!" sentak Milly mulai menangis keras. Gadis itu mencengkram kuat kerah baju Dareen yang pasrah. "Kamu tanggung jawab!"

"Gak sekarang!" balas Dareen tak kalah berteriak. Laki-laki itu berulang kali melirik ke dalam rumah dimana mulai terdengar segala macam benda dibanting. Dareen melepaskan tangan Milly yang mencengkram bajunya.

Kemudian, Dareen menyeret tangan Milly yang masih berseragam SMA menjauhi rumahnya dengan kasar. "Lo pulang sekarang."

"Enggak," isak Milly histeris. "Kamu gak bisa gini, aku bukan permen karet yang setelah habis manisnya kamu ludahin semaunya. Kamu tanggung jawab!"

"Gue bilang gak sekarang!" bentak Dareen. Urat-urat lehernya terlihat membuktikan seberapa marahnya ia sekarang.

"Terus kapan?" tanya Milly menghapus kasar air matanya. "Sampai anak ini lahir tanpa ayah dan hidup dengan gunjingan orang-orang?!"

"Lo pergi sekarang." Nada suara Dareen merendah, menatap Milly bersalah. "Gue akan tanggung jawab tapi g-ak sekarang."

Milly melayangkan tamparannya membuat pipi Dareen memerah. "Kamu sama aja kayak cowok lain. Pecundang!"

Gadis itu berlari pergi dengan isak tangisnya meninggalkan Dareen yang menunduk, menyesali semuanya.

"Hari dimana lo dateng minta gue tanggung jawab," kata Dareen, Milly hanya menatap langit-langit ruangan milik laki-laki itu.

"Orang tua gue cerai. Hari itu gue gak kalah hancur, Mill, " lanjut Dareen menghembuskan napas panjang. "Gue gak bisa mikir jernih."

"Nyokap bawa kabur gue ke luar negeri, pindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menghindari kejaran bokap yang mau rebut gue." Dareen tersenyum pahit. "Mereka perlakuin gue kayak barang. Sama sekali gak pernah peduli masa depan juga perasaan gue gimana."

Milly mengalihkan atensi, menatap laki-laki yang menjadi penguasa hatinya. Dulu.

"Di saat-saat itu gue selalu mikirin lo, kesalahan gue sama lo. Nafsu sesaat yang berujung penyesalan dan menyebabkan anak kita jadi korban," lirih Dareen.

"Kejutan lain yang gak kalah ngehancurin gue adalah saat hari wisuda gue, bokap yang udah gak pernah gue lihat, tiba-tiba gue dapat kabar dari salah satu temennya. Beliau udah meninggal." Dareen semakin menundukkan kepalanya dalam. "Harusnya gue bisa tegas jadi anak. Harusnya gue gak lembek dan nurutin semua kekangan nyokap, harusnya gue bisa berdiri atas kaki gue sendiri bukan dari aturan nyokap."

"Gue kayak dihancurin berkali-kali. Semuanya campur jadi satu. Gue sadar satu hal, gimana hancurnya gue hidup tanpa orang tua lengkap lalu gimana anak gue?" lanjut Dareen penuh sesal.

"Karena itu lo pulang?" tanya Milly datar.

Dareen menatap Milly. "Gue ingin nebus semua dosa gue, Mill."

Maka, sama seperti sebelumnya. Emosi Milly kembali meledak. Melepas bantal yang dipakainya kemudian mulai memukul Dareen sekuat tenaga dengan isak tangisnya.

"Lo gak tahu gimana hancurnya gue! Lo gak akan ngerti gimana gue nyaris bunuh anak itu karena frustasi! Lo gak tahu gimana rasanya hidup dengan sangsi sosial yang membuat lo mikir mati lebih baik nyaris setiap hari! Lo gak akan tahu!" teriak Milly keras sembari menangis dan Dareen malah memeluknya, berupaya menghentikan aksi brutalnya.

Sementara di ambang pintu rumah mewah Dareen, berdiri Jessika yang menatap tak percaya dua kekasih lama yang terlihat seperti melepas rindu itu.

Jessika memeluk Keyla dalam gendongannya kemudian memilih berlari pergi dari sama sembari bersusah paya menahan kuat air matanya. Terlebih, saat Keyla bertanya polos, "itu pacarnya Papa Dareen, Ma?"

Wanita itu tak menjawab dan malah mengemudikan mobilnya cepat menuju rumah. Hatinya berubah tak karuan. Sakit tetapi tak berdarah. Harusnya ia tak terlalu berharap lebih pada Dareen, harunya ia sadar kalau laki-laki itu baik hanya karena rasa kasihan pada Keyla anaknya bukan karena suka pada dirinya.

Fakta berbicara, meskipun selama ini ia yang menemani Dareen di masa terpuruknya laki-laki itu tetapi tetap saja, tatapan penuh cinta Dareen hanya tertuju pada Milly seorang.

Jessika menarik Keyla keluar mobil tanpa mengatakan apa-apa kemudian memberikan Keyla yang menangis pada neneknya. Jessika sendiri berlari ke belakang rumahnya, menangis sejadinya karena tak kuasa menahan sakit luar biasa di hatinya.

Saat tengah menangis, ia terkejut mendengar sebuah rintihan kesakitan anak kecil yang berasal dari gudang. Ia menghapus kasar air matanya kemudian berjalan perlahan menuju gudang. Membuka paksa gudang itu dan terkejut mendapati Emillio memeluk tubuhnya, terbaring di lantai sembari menggigil memanggil-manggil "Ibu"

"Emil." Jessika berjalan dengan panik mendekati anak itu. "Emil kenapa, sayang?"

Emil tak menjawab dan malah terus memejamkan mata dengan air mata mengalir di pipi serta tubuh mengigil. Ia kesakitan.

Harap tenang, bentar lagi terungkap kok tapi lg bangun chemistry antara Papa, Mamanya Emil dulu😥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harap tenang, bentar lagi terungkap kok tapi lg bangun chemistry antara Papa, Mamanya Emil dulu😥

Jangan khawatir, cerita ini bukan sinetron dimana setiap ada rahasia yang bakal terungkap terhalang gerobak rongsokan, terhalang segala macam dan diulur2 supaya panjang.
InsyaAllah alurnya jelas dan mantep😁

EMILLIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang