Emillio membuka mata secara perlahan, hal pertama yang ia lihat adalah wajah tampan dari 'Kakak' yang menolongnya. Anak laki-laki itu bangkit dari kasur empuk yang seumur hidupnya baru pertama kali ia rasakan tidur senyaman ini.
"Gimana, masih sakit?" tanya Dareen pada Emillio yang tersenyum lebar dengan mata berbinar sembari menepuk-nepuk kasur yang didudukinya.
Dareen terdiam saat Emillio justru sibuk dengan dunianya.
"Kakak tahu?" tanya Emillio membuat Dareen mengalihkan atensi.
Emillio semakin tersenyum lebar. Hatinya benar-benar bahagia bisa merasakan bangun di tempat yang nyaman seperti ini. "Rasanya sangatttt hangat. Di tempat Bibi Dina, setiap malam Emil kedinginan. Makasih, ya Kakak udah baik ngasih Emil tidur di tempat yang enak dan hangat karena biasanya orang-orang gak suka Emil soalnya mereka bilang, Emil kotor."
Dareen terdiam. Hatinya seraya dihujam benda tajam mendengar penuturan polos anak di depannya. Tangannya terulur untuk mengusap lembut kepala Emil, setelah dia memandikan seluruh tubuh Emillio tanpa sedikitpun jijik pada anak itu. Dareen langsung membawa Emillio ke kamarnya dan membiarkan anak itu tidur di kasurnya.
Emillio sendiri merasa begitu senang. Mengenakan pakaian baru yang tak pernah ia dapatkan mengingat selama ini pakaiannya terdiri dari baju-baju serta celana bekas dari Dika yang sudah tak diinginkan anaknya Bibi Dina itu.
"Ternyata Kakek ustad benar," gumam Emillio. "kalau kita selalu baik sama orang, dimanapun kita berada saat kesulitan, pasti akan selalu ada orang lain yang berbaik hati sama kita. Begitulah cara Tuhan membalas kebaikan kita pada sesama."
Dua laki-laki berbeda usia itu kemudian terkejut saat gadis kecil seusia Emillio memasuki kamar Dareen.
"Nama kamu siapa?" tanya gadis itu malu-malu.
Emillio mengerjap polos melihat gadis itu membuat Dareen tertawa kemudian kembali mengusap kepala Emillio. "Dia ingin kenalan."
"Namaku Keyla," kata gadis itu lagi seraya mengulurkan tangan pada Emillio yang membalas uluran tangannya dengan bingung.
"Papa, kenapa dia diam aja?!" kesal Keyla pada Dareen yang tertawa geli.
Keyla hanya ingin berkenalan supaya ia punya teman tetapi anak di depannya hanya planga-plongo tak mengerti.
"Aku Emillio. Kamu mau jadi teman Emil?" tanya Emillio ragu.
Mata Keyla berbinar antusias, tanpa menjawab pertanyaan Emillio, ia menarik tangan Emillio bangkit. "Aku punya banyak mainan. Ayo kita main!"
*
Sudah nyaris malam, Emillio belum kembali. Dina mondar-mandir sembari tak henti mencaci maki anak itu.
"Gimana kalau dia kenapa-napa di luar sana? Sudah berapa kali aku bilang, kendalikan emosimu!" marah Tarjo pada istrinya yang mengusap wajah kasar.
"Selama ini kita hidup enak karena dia. Sekarang, gimana kalau dia gak kembali?" lanjutnya membuat Dina mengepalkan tangan.
Wanita itu berjalan keluar hendak mencari keberadaan Emillio. Namun, menghembuskan napas lega mendapati sebuah mobil hitam berhenti di pekarangan rumah dan Emillio turun dari sana sembari menatap takut dirinya.
"Supir saya menemukan anak ini pingsan di jalan dengan luka di sekujur tubuhnya. Apa anda pelakunya?" tanya Dareen. Dia hanya ingin mendengar jawaban dari Dina meskipun ia sudah tahu pasti jawabannya seperti apa dari mulut Emillio sendiri.
"Saya? Buat apa saya memukul anak sekecil itu?" ketus Bi Dina memalingkan wajah.
"Bibi Dina bohong, Kakak," balas Emillio menatap Dareen. "Dia suka mukul Emil kenceng meskipun Emil gak salah."
"DIAM KAMU!" teriak Dina yang sontak membuat Emillio bersembunyi di balik tubuh Dareen. Anak laki-laki itu menangis keras. "Emil gak mau pulang," isaknya. "Bibi Dina jahat."
"Ini bukan urusan anda, ya." Dina bergerak menarik kasar tubuh Emillio yang memeluk kaki Dareen. "Sini kamu anak sialan!"
"Enggak. Emil gak mau sama Bibi Dina. Dia suka mukul Emil, Emil sakit!" isak Emillio. Dia tak pernah ingin kembali tetapi Dareen malah memaksanya untuk mengantarkannya ke rumah Bibi Dina.
"Gimana kalau kita selesaikan ini semua di pengadilan?" tanya Dareen tenang membuat pergerakan Bibi Dina yang menarik paksa tubuh Emillio terhenti.
"Apa maksud anda?" tanya Dina dengan suara bergetar.
Dareen membawa Emillio ke gendongannya lalu menenangkan anak itu dengan cara mengusap air mata serta memeluknya. Emillio selalu tenang dengan cepat setelah ia peluk erat. Dareen pun tak mengerti kenapa hatinya begitu sakit melihat air mata Emillio. Namun, bagaimanapun, ia tak bisa merawat Emillio mengingat ia harus melakukan tugasnya sebagi ayah untuk menemukan keberadaan anak kandungnya.
"Anak ini adalah titipan dari Tuhan. Tolong perlakukan dan rawat dia dengan baik jika tidak---" Dareen menatap Dina yang membisu dengan tajam. "Saya pastikan anda membusuk di penjara."
"Maafkan saya Tuan," lirih Dina cepat dengan raut takut yang kentara. "Saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."
Dareen mengangguk. "Saya pegang omongan anda. Jika nanti saya berkunjung ke sini dan menemukan luka lagi di tubuh anak ini sa--"
"Tidak akan!" potong Dina cepat. "Tidak akan terjadi apa-apa lagi dengan anak itu. Saya janji."
Dareen menyerahkan Emillio yang kembali menangis keras ke gendongan Dina. Anak itu terus memberontak meminta Dareen untuk membawanya pergi dari Dina tetapi Dareen dengan dada yang entah mengapa terasa begitu sesak lebih memilih pergi.
"Maaf Emil, bersamamu hanya mengingatkanku akan dosaku pada anakku. Aku harus menemukan dia."
Setelah mobil Dareen pergi, tubuh Emillio diseret paksa ke dalam rumah. Dina memarahi anak itu habis-habisan. Memukulnya kembali menyebabkan pekikan kesakitan Emillio kian keras terdengar.
Bersamaan dari itu Pak Tarjo yang tak dapat menghentikan amarah istrinya terkejut saat bell rumahnya berbunyi. Ia bangkit dan segera membuka pintu hanya untuk dibuat membeku mendapati--
"N-n-on Mi-lly?!"
***
Aduh kira-kira Milly denger gak ya anaknya disiksa?
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILLIO
Teen FictionEMILLIO hanyalah anak laki-laki malang yang menjadi korban kesalahan kedua orang tuanya. Author note: -Harap sedia tisu sebelum membaca✔✔ -1-10-2020 Cover by: @Defairalynn_art RANK 1 in #Fiksiremaja [12-05-2021] 1 In #Hurt [...