Rico tengah duduk di sofa sembari memakan cemilan di depannya dengan mata fokus pada layar televisi saat Ibunya datang merebut remot lalu mematikan televisi.
"Rico!" teriak Milly berdiri di hadapan anaknya. "Sampai kapan kamu berhenti bikin ulah, hah? Mana uang arisan Mama yang kamu ambil diem-diem di laci?"
Rico bangkit dari berbaringnya seraya meletakkan cemilan di atas meja. "Udah habis Ma. Aku belanjain sama temen-temen. Ayolah Mama jangan lebay gitu, lagian uang Mama banyak 'kan?"
Dada Milly kembang kempis tak bisa menahan emosi. "Mama udah gak tahu lagi mau ngomong apa sama kamu."
Wanita itu memijit pelipisnya. "Kenapa kamu sedikit aja gak bisa mencontoh Emillio?"
Mata Rico langsung melotot tak terima. "Dan sekarang Mama bandingin aku sama dia?"
"Kenyataannya gitu!" bentak Milly menatap tepat retina mata Rico. "Apa kamu pernah liat dia ngehamburin uang orang tuanya untuk sesuatu yang gak berguna?"
"Itu karena dia sadar diri!" Rico mengatur napasnya yang memburu. "Dia sadar posisinya."
"Bukan," balas Milly menarik Rico, memaksa anak itu untuk terus menatapnya. "Karena dia mengerti gimana sulitnya mencari uang. Kamu udah tertinggal jauh Rico. Emillio anak yang berprestasi, mandiri, dan gak nyusahin orang lain kayak kamu."
"Sementara kamu?" Milly menunjuk anak itu. "Sekarang jarang mau sekolah, kerjaannya foya-foya dan bikin ulah oh bahkan kamu udah berani mencuri uan-"
"Aku enggak mencuri!" potong Rico cepat. Laki-laki itu meninggikan nada suaranya. "Uang Papa dan Mama itu sama dengan uangku."
"Dan satu lagi, Ma. Aku bukan Emillio dan gak akan pernah mau jadi dia. Semua anak punya kelebihan masing-masing dan benci dibandingkan. Banggakan anak kesayangan Mama tapi jangan di depanku," lanjutnya hendak pergi tetapi Milly menahan tangannya
"Mama cuman ingin kamu berbenah diri! Gak selamanya kamu bisa mengandalkan orang lain dan terus hidup kayak gini!" teriak Milly.
Rico tak menanggapi apa-apa sementara Milly melanjutkan, "uang jajan kamu Mama potong dan mulai sekarang kalau mau pergi kemana-mana gak usah pakai mobil."
"Mama keterlaluan!" Rico murka hingga tanpa sadar berteriak di depan wajah ibunya.
"Oke," balas Milly pelan. "Jangan minta apa pun dari Mama. Gak ada uang jajan lagi atau apa pun itu. Mama udah gak mau peduli lagi sama kamu."
Milly berjalan pergi menghiraukan gumaman Rico.
"Brengsek, kalau kayak gini caranya gue bisa jatuh di mata Ben, Zetta dan yang lain." Mendengar suara mobil ibunya, Rico berlari dan menatap sinis dari jendela kepergian Milly. Wanita itu pasti akan menemui Ayahnya dan anak kesayangannya.
*
"Dia bahkan pake tanggal, bulan, dan tahun kelahiran Emillio buat pin atm-nya."
Ben menghembuskan asap rokoknya lalu menepuk-nepuk bahu Rico. "Bukannya sebentar lagi Lo harus bersiap? Karena gue yakin Lo bakal tersingkirkan sama dia haha."
Rico teringat saat membuka ponsel Ibunya dan melihat Poto Emillio menjadi walpaper wanita itu. Dia benar-benar sudah tak ada harga dirinya untuk orang tuanya.
"Eh si Zetta," seru Ben menunjuk dua gadis yang keluar sebuah toko di seberang jalan.
Di sisi lain, Zetta memeluk kotak kado yang sudah dilengkapi pita itu semangat."Gue harap Leo suka."
"Bukannya Lo bilang, Lo lagi marah sama dia?" tanya Keyla bingung.
"Gue mana bisa marah lama sama dia. Bentar lagi juga baikan," kata Zetta tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILLIO
Teen FictionEMILLIO hanyalah anak laki-laki malang yang menjadi korban kesalahan kedua orang tuanya. Author note: -Harap sedia tisu sebelum membaca✔✔ -1-10-2020 Cover by: @Defairalynn_art RANK 1 in #Fiksiremaja [12-05-2021] 1 In #Hurt [...