40| Merasa berharga

12.2K 2.8K 625
                                    

Maminya Zetta berkata, "jadi perempuan itu harus jual mahal supaya laki-laki merasa penasaran."

Zetta berpikir semalaman, jadi ia salah strategi selama ini. Tetapi mengingat watak cuek Leo, bagaimana ia bisa jual mahal coba? Leo pasti hanya acuh tak peduli. Namun, Zetta ingin mencobanya sekali saja.

Di lorong sekolah, ia hanya diam saja saat Emillio memanggilnya. Bahkan ketika laki-laki itu mendekat dan bertanya;

"Lo udah baikan? Kalau masih sakit, istirahat aja. Awas nanti nyusahin gue kalau Lo kenapa-napa," ucapnya penuh perhatian.

"Hm," jawab Zetta berjalan mendahului Emillio membuat laki-laki itu mengerutkan kening bingung atas sikapnya.

Emillio sedikit berlari untuk menyamai langkah dengan Zetta. "Lagi Dateng bulan Lo?"

"Lagi datang tahun. Puas Lo?" sentak Zetta menyenggol kuat bahu Leo sembari berjalan pergi setelah mengibaskan rambut panjangnya.

Emillio menjadi berdecak kesal. "Dicuekin salah, diperhatiin juga salah."

"Semua cewek emang ribet."

Di kelas. Tepat ketika guru selesai mengajar, Emillio terus melihat ke bangku Zetta.

Oh ayolah, di sekolah ini Emillio tidak punya teman sama sekali tapi hari-harinya berubah semenjak Zetta menerobos masuk ke kehidupannya. Setiap hari mengganggu hari tenangnya dengan segala macam ocehan dan ia sudah terlampau biasa akan hadirnya, senyumnya, dan kebrisikan yang Zetta sebabkan.

Jadi, saat Zetta bertingkah 'cuek' seperti sekarang, ada yang terasa kurang bagi Emillio.

Anak laki-laki itu merasa pening memikirkannya hingga ia memilih memasang headset di kedua telinga dan mencoba memejamkan mata.

Meski setiap kedua mata itu terpejam, bayangan kelam masa lalu yang mengerikan selalu berhasil membuatnya tersadar. Emillio masih belum bisa 'tidur' seperti orang kebanyakan.

Napasnya berhembus terburu dan ia bergegas bangkit lalu langsung keluar kelas.

"Tuh kan dasar cowok batu. Gue jual mahal pun gak mampu buat dia penasaran terus mepet sama gue." Zetta cemberut.

Keyla yang duduk di sampingnya tertawa kecil. "Kejar gih."

Zetta bangkit lalu berjalan cepat mengikuti langkah laki-laki itu. Emillio yang tersadar menoleh dan berbalik menghampiri Zetta.

Menarik tangan gadis itu dan memindahkannya ke sebelah kiri sampingnya saat segerombolan siswa berjalan berlawanan arah dengan Zetta dan nyaris menabrak gadis itu.

Pipi Zetta memerah merona. Emillio bersikap begitu gentle melindunginya dan ia semakin dibuat kesal akan hal itu mengingat hubungan tidak jelas mereka.

Tatapan mereka bertemu. Zetta segera memutus kontak mata mereka dan menghentakkan kaki kesal ke lantai seraya berjalan pergi.

Emillio mengejar dan menahan tangannya, langsung menatap dalam matanya. "Lo kenapa sih?"

"Gak papa," jawab Zetta memalingkan wajah.

"Yaudah," pasrah Emillio. "Kita pacaran."

"What??" Zetta melotot. "Seriously?"

"Itu kan yang Lo mau? Itu kan yang bikin Lo marah sama gue?" Emillio bertanya bingung.

"Lo ngajak gue pacaran kayak ngajak temen Lo makan di warteg?" Zetta menangis dalam hatinya.

Sementara Emillio menggeleng seraya dengan polos berkata, "yang penting kan Lo gak marah lagi sama gue."

"Dasar cowok batu, cowok kaku, paling gak romantis sealam semesta ini. Nyebelin!" Zetta menginjak kuat kaki kiri Emillio lalu berjalan pergi dengan wajah memerah menahan amarah.

EMILLIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang