45. pengorbanan

13.8K 2.7K 654
                                    

Emillio keluar kamar saat jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Ia kehausan. Saat sampai di pintu dapur, ia tak bisa menahan keterkejutan melihat Milly di dalam sana.

Anak itu langsung mengurungkan niatnya untuk minum dan memilih berbalik hendak pergi kalau saja tak terdengar suara seseorang jatuh di belakangnya.

Mata Emillio melotot dan ia langsung berlari menghampiri sang Ibu yang tak sadarkan diri.

Meraih kepala ibunya ke pangkuannya dan menepuk-nepuk pipi wanita itu. Terlihat ada bekas air mata di sana.

"Tante," panggilnya. "Tante jangan bercanda! Tante! Tante Milly!"

Emillio membawa tubuh lemas itu ke dalam gendongannya kemudian berlari menaiki anak tangga untuk sampai ke kamar orang tuanya.

Saat membuka pintu, Dareen tak bisa untuk tak terkejut melihat semuanya.

Ia mempersilahkan putranya masuk dan menidurkan tubuh lemah Milly di atas ranjang sementara pria itu meraih ponsel untuk menghubungi dokter.

Emillio mengatur napasnya. Peluh membasahi tubuhnya. Tatapan mata anak itu terus mengarah ke wajah cantik Ibunya yang terpejam.

"Sebentar lagi dokter sampai," ucap Dareen duduk di pinggir seraya mengecek suhu tubuh istrinya. "Kamu jangan khawatir. Mama kamu gak Papa."

Emillio bersandar di tembok luar kamar Ibunya kemudian sedikit bergeser untuk melihat ke dalam. Di sana ada Ayahnya yang tengah berbicara dengan seorang dokter.

"Dia tidak boleh stress," ucap pria berjas putih itu setelah selesai memeriksa kondisi Ibunya.

Tatapan Dareen mengarah ke arah Emillio yang berdiri di dekat pintu. Ada banyak hal yang tak bisa ia sampaikan melalui bibirnya atau tepatnya ia terlalu pengecut untuk itu.

Setelah mengantar dokter ke pintu utama, Dareen kembali ke kamar dan melihat putranya terus menatap Milly yang terbaring tak berdaya.

"Tidurlah, besok kamu sekolah," titahnya penuh perhatian.

Emillio berbalik dan berjalan beberapa langkah. Saat sampai di ambang pintu, tanpa menatap ayahnya ia berkata, "bayi itu gak bersalah."

Hening. Dareen bingung harus menjawab apa. Di satu sisi ia merasa senang, di sisi lainnya ia belum siap karena Emillio belum memaafkannya.

"Dia... " Bulir-bulir bening itu jatuh ke pipi Emillio yang menangis tanpa suara. "Dia gak boleh hidup sepertiku."

Dareen mendongak, mencoba menghalau air matanya yang tumpah.

"Om harus janji sama aku."

Emillio berjalan keluar dan Dareen tak kuasa menahan tangisan seraya terus menerus menggumam kan kalimat yang sama. "Maafin Papa. Maafin Papa."

*

Zetta berjalan mendekati kekasihnya yang duduk termenung sendirian di bangku taman belakang sekolah mereka.

"Kenapa dari semalem gak hubungi gue?" tanyanya ikut duduk di sana. Perasaan Zetta tak karuan semenjak Zenna pulang. Begitu banyak kekhawatiran yang ia pikirkan.

Sementara Emillio senantiasa bungkam. Zetta dibuat kesal akan keterdiaman nya.

"Leo gue gak lagi ngomong sama patung ya," ucap gadis itu. "Harusnya gue yang marah karena kemaren Lo jalan sama cewek lain."

Emillio masih membisu. Tatapan laki-laki itu lurus ke depan. Zetta mulai berpikiran buruk mengingat dulu Emillio suka sama Zenna. Apa sekarang setelah Zenna pulang, perasaan laki-laki itu padanya berubah?

EMILLIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang