39| Anak haram

12.5K 2.8K 1.1K
                                    

"What??"

Zetta bangkit sembari menatap Papinya tak percaya. "Papi berantem sama Tante Milly?"

"Bagaimana pun anaknya harus bertanggung jawab atas perbuatannya sama kamu," jawab pria berjas hitam itu lugas.

"Iya, iya aku ngerti," balas Zetta. "Tapi aku gak mau keluarga kita punya konflik apa pun sama keluarga mereka."

"Loh gimana bisa? Anaknya udah nyelakain kamu sampai kayak gini." Papinya Zetta menyentuh perban di kening anaknya.

"Gimana pun." Suara Zetta mengecil. Pandangannya berpendar ke segala penjuru ruangan lalu ia berkedip beberapa kali. "Tante Milly itu calon mertuaku, Pi. Papi bermasalah sama mereka sama aja merusak masa depan putri Papi. Emang Papi mau liat hidupku nanti lontang lantung karena dibenci mertuanya?"

Mulut papinya Zetta terbuka lebar mendengar penuturan putrinya. Bagaimana bisa anak bodoh ini berpikir sampai sejauh itu. Pria paruh baya itu memijit kening, pening.

"Papi tuh harus minta tanggung jawabnya sama Leo," kata Zetta menggebu-gebu.

"Loh bukannya kamu bilang di telpon kemarin, dia yang nyelametin kamu?"

Zetta mengangguk polos lalu kemudian melanjutkan, "dia udah bikin aku jatuh cinta tapi ga mau tanggung jawab. Masa aku yang cantik ini ditolak beberapa kali."

"Leo, gue jatuh cinta sama Lo. Pacaran yuk."

"Gak."

"Leo gue sayang sama Lo."

"Serah."

"Leo gue suka sama lo."

"Hm."

Zetta meringis merasa miris teringat ungkapan perasaannya yang diabaikan membuat hatinya teriris.

Sementara Papinya Zetta keluar kamar setelah berkata, "bisa gila papi kalau lama-lama ngobrol sama kamu."

Zetta menatap kesal. "Ish Papi tuh gak ada bedanya sama Leo."

Tepat setelah pintu kamar rawatnya tertutup. Zetta menunduk lesu. "Ada hal yang lebih nyebelin dari sekedar ditolak sama dia. Leo sama sekali gak pernah mau keluar dari pikiran gue."

"Ekhem."

Suara deheman itu membuat Zetta nyaris terjatuh dari ranjang pesakitan karena terkejut. Matanya melotot melihat Emillio bersandar di pintu yang tertutup dan dengan panik dia berseru, "Lo sejak kapan di sini? Sejak kapannn??"

"Dari semenjak Lo bilang ada hal yang lebih nyebelin dari sekedar ditolak sama dia. Leo sama sekali gak pernah mau keluar dari pikiran gue," jawab Emillio sembari berjalan mendekati Zetta yang menutupi wajahnya dengan tangan karena malu.

"Lo udah bangun?" tanya laki-laki itu duduk di kursi yang tersedia di pinggir ranjang.

"Masih pingsan." Zetta memajukan wajahnya. "Merem nih merem," katanya menutup mata.

"Buat basa basi doang," kata Emillio mendorong gemas kening Zetta dengan jari telunjuk.

"Basa basinya kerenan dikit dong," kesal gadis itu bersedekap dada.

"Gimana?" Emillio mengangkat alisnya.

"Zetta. Lo gak papa kan? Lo baik-baik aja kan? Lo ada luka? Di mana? Gue takut banget Lo kenapa-napa sampai gak bisa makan dan tidur tenang." Zetta mendramatisir keadaan.

"Itu mah maunya Lo doang," balas Emillio cuek.

Bibir Zetta maju beberapa centi. "Dasar cowok nyebelin."

EMILLIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang