"Setiap insiden bullying terjadi di sekolah. Saya kecewa, pihak sekolah gak pernah bener-bener mikirin gimana korbannya. Yang mereka pikirin hanya nama baik sekolah lalu bertindak menyelesaikan masalah dengan menuntut korban memaafkan pelaku bullying." Emillio menghela napas di depan orang tua wali dan kepala sekolah. "Saya memang menghajar Rico duluan tapi dia yang nampar saya duluan. Dia juga membully Dika di kelas padahal, dulu dia berjanji untuk tidak mem-bully lagi di sekolah."
Kepala sekolah menatap ke arah Rico yang terlihat jelas menahan amarah. "Apa itu benar, Rico?"
Kedua saudara itu_Emillio dan Rico sama-sama terluka di wajah mereka. Rico menatap Dika, "tidak, Pak. Bisa tanya sendiri sama Dika. Apa saya membully-nya?"
Semua pandangan semua orang termasuk Bi Dina menatap ke arah Dika yang sedari tadi menundukkan kepala.
Di sisi lain, Milly terus menatap ke arah putranya yang sama sekali tak mau melihat wajahnya sedikitpun.
"Emillio bohong, Pak." Dika menjawab dengan nada suara bergetar. "Dia selalu berusaha ingin menjatuhkan Rico dan kami."
Rico tersenyum miring sembari menatap remeh ke arah Emillio.
"Emillio," tegur Pak kepala sekolah. "Ini pertama kalinya kamu bikin Bapak kecewa."
"Maaf, bukannya sudah saya jelaskan jelas-jelas Rico yang bikin ulah duluan," tekan Emillio berusaha tenang meskipun dalam hati terbakar. "Jangan karena dia anak orang kaya, Bapak selalu berpihak padanya."
Milly memainkan jarinya gelisah mendengar ucapan sang anak. "Emillio benar, Pak."
"Ma!" bentak Rico tak terima.
Pak Lanang menatap kedua muridnya yang masih pagi sudah berkelahi dan bikin keributan itu dengan tegas. "Untuk kali ini saya maafkan kalian tapi nanti sepulang sekolah, bersihkan toilet siswa sebagai hukuman."
Setelah semua orang keluar ruangan, Milly mengejar Emillio yang berjalan di lorong sekolah. Semua itu tak luput dari perhatian orang-orang.
"Mama ingin bicara sama kamu," ucap wanita itu memelas. "Tolong, Nak."
Emillio tetap berjalan dan berusaha mengabaikan sampai tangannya dicekal wanita itu.
Emil sendiri tak mengerti apa yang ia inginkan. Dulu sebelum ia tahu siapa orang tua kandungnya, dia sangat ingin melihat dan bertemu.
Namun, mengapa sekarang setelah semuanya terbongkar. Emillio tahu segalanya tentang Dareen dan Milly bahkan kisah mereka dari cerita neneknya, hanya rasa sakit yang ia miliki?
"Mama ingin bicara."
"Aku sama sekali gak punya waktu buat bicara sama, Tante," ucapnya menepis tangan Milly.
Keduanya sama-sama menampilkan luka lewat sorot matanya. Untuk pertama kali Emillio memberanikan diri menatap setiap inci wajah dari wanita yang melahirkanya.
Sementara Milly menatap wajah yang selama ini ia rindukan. Sekian banyak waktu yang ia sia-siakan dan sekarang anaknya sudah benar-benar tumbuh besar. "Mama salah, Emil."
"Aku tahu," balasnya. "Berhenti buang air matamu untukku, Tante. Itu percuma. Karena bagaimanapun aku bakal tetep ngerasain sakit nginget fakta kalau orang tuaku selama ini mati-matian berjuang membahagiakan anak orang lain dan menelantarkan anaknya sendiri."
Anak itu pergi meninggalkan Milly yang kembali meremas dadanya berupaya menghilangkan sesak di sana.
Seandainya wanita itu tahu, seberapa besar luka yang dimiliki Emillio. Seandainya dia tahu, orang-orang seperti apa yang ditemui Emillio semasa hidupnya. Kebenciannya bahkan tak bisa membayar semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILLIO
Teen FictionEMILLIO hanyalah anak laki-laki malang yang menjadi korban kesalahan kedua orang tuanya. Author note: -Harap sedia tisu sebelum membaca✔✔ -1-10-2020 Cover by: @Defairalynn_art RANK 1 in #Fiksiremaja [12-05-2021] 1 In #Hurt [...