2| Terlarang

24.1K 4.6K 508
                                    

Dina menatap tak suka Kakek-kakek di depannya, wanita itu bersedekap dada sembari menggelengkan kepala pertanda tak setuju akan permintaan si Kakek. Bagaimana bisa? Ia jelas tak mau memasukkan Emillio ke panti asuhan mengingat anak itu adalah sumber penghasilannya.

"Lebih baik Kakek urus diri Kakek sendiri yang sudah bauh tanah. Gak usah ngurusin keluarga Saya," ketus Dina berupaya kuat menahan emosi.

Si Kakek berpeci malah tersenyum manis. "Tapi kalau Ibu emang gak suka ngurus bayi itu lebih baik dimasukkan ke tempat yang layak."

"Sudah saya bilang, itu menjadi urusan saya!" Dina meninggikan suara sembari bangkit dari duduknya. Wanita itu mengatur napasnya yang memburu kemudian menunjuk ke arah pintu. "Pulang lah, Kek sebelum saya bertindak kasar. Orang tua Emillio sudah memberikan saya tanggung jawab untuk mengurus anaknya, jangan ikut campur urusan orang."

Si Kakek malah menganggukkan kepala sembari menghela napas panjang dan bangkit dari duduknya. Ia berjalan keluar rumah sederhana itu dan mendapati Emillio duduk di tanah.

Si Kakek mengeluarkan uang dua puluh ribu kemudian memberikannya pada anak itu yang mengerjap polos. "Ini buat apa, Kakek ustadz?"

"Buat beli jajan," jawab Kakek tersenyum seraya mengusap rambut anak kecil itu.

Emillio menatap berbinar kemudian mencium tangan si Kakek seraya mengucapkan terima kasih berkali-kali membuat Kakek terkekeh gemas.

"Kakek di rumah punya TV?" tanya Emillio polos membuat si Kakek menganggukkan kepala.

Mata bulat dengan bola mata berwarna coklat itu berbinar-binar. "Boleh Emil numpang nonton Upin? Soalnya di sini gak ada yang mau ngasih karena Emil kotor hehe. Cuman Kakek yang baik sama Emil."

Si Kakek menatap sendu seraya berjongkok menatap mata anak itu dalam. "Selepas ngaji, kita ke rumah Kakek terus Emil nontonnn sepuasnya."

Emillio bersorak senang tetapi tiba-tiba tangannya ditarik kasar oleh Dina kemudian tubuh mengilnya disembunyikan di balik tubuh besar wanita itu.

"Jangan temuin Emil lagi," kata Dina membuat Emillio menatap tak mengerti.

Tak mau meladeni ucapan wanita itu, Kakek malah menatap Emillio yang mengintip di balik tubuh Dina kemudian Kakek melayangkan jempol tangannya seolah mengatakan kalau itu tak akan menjadi masalah, ia tetap akan menemui Emil membuat anak laki-laki itu tersenyum lebar seraya mengangguk semangat.

*

Emillio terus menatap nasinya yang hanya dicampur kecap sebagai lauk, anak laki-laki itu menoleh ke arah anak laki-laki seusianya yang justru makanannya sangat berbanding terbalik dengan miliknya.

"Apa Emil gak bosan makan nasi sama kecap mulu?" tanya anak laki-laki itu membuat Emil mengerjap.

"Boleh aku minta ayamnya dikit, Dika?" tanya Emil pada anak laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah anaknya Bibi Dina itu menatap memelas.

Dika malah menggelengkan kepala sembari mengigit paham ayam goreng miliknya. Setelah menelannya, ia menatap Emillio yang meneguk ludah.

"Kata Ibu, Emil gak boleh makan yang enak-enak soalnya Emil kan anak haram," kata anak itu polos.

Emillio menatap berkaca-kaca kemudian saat Dika lengah, ia mengambil piring nasi milik anak itu dan menyicipi ayamnya membuat Dika berteriak sembari menangis melihatnya.

Datanglah Dina menatap bengis dengan tangan terulur menjewer telinga Emillio serta memukul pantat anak itu keras yang juga langsung menangis sembari berteriak, "ampun! Ampuni Emil Bibi, Emil cuman penasaran rasanya makan ayam!"

EMILLIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang