29| Dia Leo

16.1K 3.2K 891
                                    

"Mom tidak tahu apa pun, Dareen!" teriak Rossa murka pada anaknya sendiri. "Coba berkaca pada dirimu sendiri, intropeksi diri, apa saja yang kamu lakukan sama putramu sampe dia lebih memilih pergi dari pada memaafkanmu, renungkan baik-baik kesalahanmu!"

Rossa menarik napas dalam-dalam kemudian mencoba meredam emosinya. "Seenggaknya biarin dia waktu untuk menyembuhkan semua trauma-nya."

Dareen menatap Ibunya dengan berlinang air mata. "Aku mana bisa tenang sebelum tahu dimana keberadaannya, Mom!"

"Mom gak akan ngerti," lirihnya pilu. "Aku cuman ingin waktu buat menebus semuanya. Segala kesalahan. Aku menyesal sampe mau mati rasanya. Mom gak akan pernah tahu rasanya dibenci sama anak sendiri."

Kemudian, pria itu pergi setelah membanting pintu rumah Ibunya membuat Rossa terperanjat. Dengan segera wanita renta itu berjalan ke pintu lalu menguncinya.

"Nak," panggilnya pada Emillio yang berbaring lemah di ranjang. "Jangan pikirkan apa pun sweatheart. Untuk saat ini, habiskan waktumu buat istirahat."

Wanita itu menaikkan selimut sebatas dada sementara Emillio hanya mengangguk pelan bahkan diam sampai saat neneknya mengambil kain yang menempel di kening .

Rossa mengecek suhu tubuhnya dengan cara menempelkan punggung tangannya. Kemudian, tersenyum teduh. "Panasnya udah turun."

Emillio tak mengerti siapa yang membawanya ke tempat ini. Ketika ia bertemu Rossa kemarin, ia sama sekali tak ingat apa yang terjadi setelahnya.

Namun, perlakuan Neneknya pasca ia sadar dengan tubuh panas tinggi, semalaman wanita tua itu tak tidur untuk merawat membuatnya tersentuh.

"Makasih, ya, Nek." Melihat ketulusan dan kelembutan yang diberikan Rossa membuat Emillio merasa nyaman.

Ia menatap lemah ke arah wanita itu yang berjalan keluar. Terlepas dari semua itu, sebenarnya Emillio masih takut untuk percaya pada siapa pun lagi.

Tak lama setelahnya, wanita itu kembali membawa serta nampan di tangannya.

Hendak menyuapinya tetapi segera Emillio menahannya, "aku bisa sendiri, Nek."

Setelah menghabiskan bubur di piring lalu meneguk segelas air putih untuk menambah energinya, ia menatap sang nenek. "Apa yang harus ku lakukan buat balas budi karena Nenek udah merawatku?"

Rossa tersenyum. "Sebentar."

Bagaimana pun, cucunya masih merasa asing padanya dan ia butuh waktu untuk membuat Emil dekat dengan dirinya.

Beberapa menit kemudian, ia kembali membawa sebuah kotak. Memberikannya pada Emillio yang menatap bingung.

"Buka lah," ucapnya tak melunturkan senyum.

Maka, perlahan Emillio membuka dan langsung menatap datar satu buah apple iphone 12 dalam kotak tersebut. Sebuah kunci motor juga ada di sampingnya.

"Nenek tahu kan aku gak bisa menerima semuanya," ujar Emillio tersenyum kecut di bibir pucatnya. "Ini semua terlalu tiba-tiba."

"Kamu membutuhkannnya, Nak." Rossa mengusap kepala Emil lembut. "Mulai sekarang tinggalah sama Nenek. Berhenti hidup lontang lantung di luar sana. Gunakan semua fasilitas dari Nenek buat fokus belajar dan sukses."

Rossa membereskan bekas makanan Emil lalu menyuruh cucunya tidur dan bergegas keluar dari sana.

Emillio menghela napas pelan, menatap langit-langit kamar tempatnya kini dengan pandangan kosong. "Apa jika aku kaya, itu menjamin hidupku bakal bahagia?"

*

Prang!

Suara ribut dari gucci yang membentur lantai lalu pecah tak terbentuk terdengar di ruangan mewah itu.

EMILLIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang