13| Kaya harta, miskin etika

18.2K 3.5K 1.4K
                                    

Sungguh, satu karung berisi penuh dengan beras yang berada di atas bahunya membuat Emil beberapa kali kehilangan keseimbangan. Namun, dengan sekuat tenaga dia mempertahankannya sampai semua selesai. Tertata rapi di toko, Emil tersenyum melihat puluhan karung beras itu berhasil ia pindahkan dari mobil ke toko.

Ia menoleh ke arah pemilik toko yang memanggilnya. Menyerahkan uang sekitar delapan lembar dengan nominal sepuluh ribu perlembar.

"Boleh minta nomer HP kamu? Nanti kalau ada apa-apa, saya bisa panggil kamu," kata pemilik toko yang seusia dengan Kakek ustad, guru Emil mengaji dulu.

"Saya sedang mengumpulkan uang untuk membelinya. Nanti kalau saya sudah punya, saya kasih Kakek," balas Emillio.

Si Kakek pemilik toko mengangguk, berkata hati-hati pada Emil yang mulai berjalan pergi meninggalkannya.

Setelah membeli satu nasi bungkus, Emil berjalan pulang ke kontrakan. Namun, di perjalanan ia malah bertemu dengan sosok gadis yang selama ini berperan besar menyakiti batinnya.

Sayangnya, gadis itu tengah dalam kesulitan. Ia di kelilingi tiga preman yang tak berhenti mencolek dagu dan berusaha ditepis gadis itu kasar. "Jangan mengangguku! Kalian akan hancur jika berurusan dengan orang tuaku!"

"Apa kami terlihat peduli?" tanya salah satu preman yang nyaris semua tubuhnya dipenuhi tato. "Ayolah cantik, berhenti jual mahal. Cukup ikut kami dan kami akan memuaskanmu."

Cuih!

Gadis itu meludah tepat di wajah si preman membuat ketiga pria berbadan kekar itu murka. Satu tamparan melayang ke pipi si gadis yang langsur tersungkur ke tanah.

"Tolong!" teriak si gadis. Menendang selangkangan preman berambut gondrong lalu berlari ke arah Emillio yang hanya diam menyksikan dengan wajah datar.

Gadis itu bersembunyi di balik punggung Emil dengan tubuh gemetar hebat karena ketakutan.

"Pergi anak muda, serahkan gadis itu sama kami," kata para preman itu.

"Tentu," jawab Emil membuat bola mata si gadis membola. Oke, ia tahu sekitar tiga bulan setelah mereka memasuki SMA, kerjaannya menyiksa dan membully Emil karena menurutnya laki-laki itu tak pantas menimba ilmu di sekolahnya. Namun, tidak mungkin kan laki-laki yang satu kelas dengannya itu tak peduli pada kondisinya sekarang ini?

Sayangnya, Emil benar-benar berniat meninggalkannya dan tak mau ikut campur untuk menolongnya dari para preman itu tetapi dengan gesit gadis itu menahan tangan Emil. "Gue mohon."

Matanya berkaca-kaca dan Emil justru tersenyum miring.

"Lo pikir gue akan nolongin cewek gak punya hati kayak lo?" tanya Emil. "Gue baik sama orang yang emang pantes nerima kebaikan."

"Lo dendam sama gue?" tanya gadis itu mengepalkan tangan. "Dasar cowok gak punya hati!"

"Hati gue udah lama mati," balas Emil dengan pandangan tajam. "Dan gue sama sekali gak menaruh minat buat nolongin orang kayak lo."

Para preman saling pandang satu sama lain. Merasa curiga melihat anak laki-laki dan si gadis tengah bercengkrama sampai beberapa detik termenung, preman itu menyadari kalau dua anak muda berbeda gender di hadapan mereka saling kenal dan pasti anak laki-laki itu akan menjadi penghalang untuk mereka mendapatkan mangsanya.

Hingga yang terjadi selanjutnya adalah mereka menyerang Emillio hingga tubuh laki-laki itu terpental.

"Leo," panggil si gadis berlari menghampiri Emillio yang memegang perutnya.

"Nama gue Emillio bukan Leo," tekan Emil kesal.

Si gadis yang tadi menangis-nangis malah sekarang berkacak pinggang. Karena laki-laki yang terduduk di tanah ini, ia melupakan rasa takutnya.

EMILLIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang