Dareen berlari masuk ke dalam rumah kecil Emillio, menekan saklar hingga lampu menyala dan jantungnya tak bisa untuk tidak berdegub kencang melihat kotak pizza di atas nakas dekat ranjang putranya.
Dengan gemetar, ia berjalan mendekat dan ketika ia membuka kotak itu, Dareen memejamkan mata sembari mengucap syukur berkali-kali dengan mata berkaca-kaca tatkala matanya menangkap pizza yang ia berikan pada Emillio masih utuh tak tersentuh. Itu berarti anak itu tak memakannya sedikitpun.
Segera saja, Dareen mengambil pizza itu lalu membawanya keluar. Membuang dan membakar habis.
Pria itu langsung bergegas ke rumah besarnya. Menemukan Rico yang berdiri di anak tangga terakhir sembari menatap senang. "Papa pulang?"
Maka, Dareen berjalan menghampiri anak itu lalu ....
Plak!
"Ini hadiahnya?" tanya Rico memegang pipi kirinya yang berdenyut. "Apa ini?"
"Berhenti mengusik Leo, Rico!" bentak Dareen menggebu-gebu. "Selama ini Papa selalu ngasih apa yang kamu mau. Kamu gak pernah kekurangan lalu apa yang kamu dapatkan dengan menghancurkannya?"
"Di hari aku ulang tahun, semanjak itu. Papa berubah," lirih Rico mengepalkan tangan dengan napas berhembus berat. "Jadi, sekarang Papa memihak anak har--"
Sekali lagi, bogeman mentah melayang ke rahang Rico yang tak kuasa menahan emosi. "Karena anak itu, Papa berani melukaiku?"
"Iya," tegas Dareen. "Ini yang harusnya aku lakukan dari dulu."
"A-pa?" Rico mendorong tubuh Dareen kasar. "Sejauh apa dia sudah berani mempengaruhimu. Katakan padaku, Papa membelanya karena rasa kasihan kan?"
"Lebih dari itu." Dareen menyentak tangan Rico kasar sembari berbalik, tak mau menatap mata putranya.
"Selama ini Papa selalu berada di pihakku, kenapa Papa berubah? Apa yang dia lakukan padamu? Jawab, Pa!" teriak Rico berupaya membendung air mata.
Dareen memejamkan mata dengan lidah kelu tetapi sang anak menarik tangannya kasar hingga tubuhnya berbalik menghadap Rico.
"Jawab aku!" teriak Rico keras. "Jawab aku kenapa Papa lebih membelanya dari padaku?"
Dareen memberanikan diri menatap mata Rico. "Leo, dia anakku."
Setelah mengatakan itu Dareen berjalan cepat menaiki anak tangga, berhenti di anak tangga teratas dan tanpa berbalik dia berkata, "kalau kamu melukainya itu sama aja kamu melukai Papa, Rico. Tolong berhenti mengangganggu ketenangannya."
Rico merosot di lantai yang dingin, air mata berlomba-lomba turun membasahi pipinya. Tangan anak itu terkepal kuat, dia menangis tanpa suara dengan tatapan mata seperti akan membunuh siapa pun di depannya. "Cukup Keyla dan Zetta yang lo rebut dari gue. Jangan orang tua gue, Leo."
Di sisi lain, Dareen menemukan Milly tengah terisak di pinggir ranjang. "Leo masih belum pulang."
Maka, Dareen menatap tajam. "Bukannya harusnya kamu puas?"
Milly menghapus kasar air matanya lalu mendekat kemudian melayangkan satu tamparan ke pipi kanan Dareen.
Kedua tangan wanita itu terkepal lalu memulai memukul-mukul dada bidang Dareen dengan tangis. "Kenapa kamu gak jujur dari awal? Kenapa kamu gak jujur? Bajingan! Aku akan membunuhmu, aku akan membunuhmu pengecut!"
Dareen memegang kedua tangan Milly tetapi itu tak menghentikan pemberontakan wanita itu. "Seharusnya aku yang marah, Mill! Kamu hampir saja membunuh putraku!"
Isak tangis Milly kian jelas terdengar. Wanita itu terduduk lemas di lantai lalu beralih memukuli dirinya sendiri. Hal itu membuat Dareen panik, mencoba menghentikan tetapi ia didorong kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILLIO
Teen FictionEMILLIO hanyalah anak laki-laki malang yang menjadi korban kesalahan kedua orang tuanya. Author note: -Harap sedia tisu sebelum membaca✔✔ -1-10-2020 Cover by: @Defairalynn_art RANK 1 in #Fiksiremaja [12-05-2021] 1 In #Hurt [...