Dareen menatap istrinya dengan tatapan kecewa yang kentara jelas terlihat dari sorot matanya.
"Apa kamu merasa puas sekarang?"Milly memalingkan wajah, enggan meladeni suaminya tapi gelas yang dilempar Dareen ke lantai menyebabkan keributan hingga ia memberanikan diri menatap suaminya itu.
"Aku ibunya," ucapnya lantang.
Keduanya menyalurkan emosi lewat tatapan yang sama-sama tajam.
"Aku tahu yang terbaik buat dia.""Tidak ada satu pun di dunia ini yang tahu, apa yang baik buat Emillio selain aku," lanjutnya.
Dareen mengusap wajahnya kasar. "Jadi menurutmu, kepergiannya dari rumah ini adalah yang terbaik buat dia?"
"Dari awal dia tidak seharusnya tinggal sama orang yang dia benci," jawab Milly lugas. "Dia membenci kita tapi dia bersikeras ingin tinggal bersama kita. Apa itu mungkin? Dia melakukan itu semua hanya untuk menunjukkan kalau kita orang tua yang buruk, Ren padahal tidak ada yang salah di sini. Satu-satunya masalahnya datang dari diri Emillio sendiri."
"Saat kita bersikap baik sekali pun, itu tidak berpengaruh buatnya. Emillio hanya ingin menghabiskan hidupnya untuk menyalahkan kita, itu yang aku tahu," tambahnya.
Dareen sama sekali tak bisa memahami pemikiran istrinya. Ia tidak lagi mendengarkan Milly dan memilih berjalan pergi.
Setelah kepergian Dareen, Milly meraih ponselnya yang sedari tadi bergetar.
"Dia di danau sekarang."
Milly mengetikkan balasan, "awasi terus dia."
*
Di tempat lain, Emillio memandang kosong warna air danau yang kehijauan. Dengan angin yang menerbangkan rambutnya, entah mengapa keadaan di sana membuat pikirannya lebih tenang.
Iya, sebelum suara melengking dari arah belakang masuk ke indra pendengaran.
"Leo! Udah gue duga, Lo ada di sini," ucap Zetta berlari menghampiri Emillio yang malas menoleh ke arahnya.
Emillio melirik arloji pemberian ayahnya lalu beralih menatap Zetta yang masih mengenakan seragam. "Lo bolos?"
Diangguki polos oleh Zetta yang berkata, "buat apa berada di sekolah kalau pikirannya ada sama Lo terus."
"Gue gak suka, ya, Ta," tekan Emillio.
Zetta mengabaikan dan memilih duduk di samping laki-laki itu.
Hening beberapa menit terjadi.
"Rico bilang semuanya sama gue." Zetta membuka suara.
Emillio tiba-tiba menjatuhkan kepalanya di pangkuan Zetta.
"Biarin seperti ini, bentar aja," gumamnya.
Jantung Zetta seperti akan keluar dari tempat karena biasanya Emillio selalu menolak skinship apa pun dengannya.
"Ekhem." Gadis itu berdehem sejenak sampai akhirnya kembali buka suara, "kita posisinya masih lagi marahan loh Leo."
"Iya, maaf ...," sahut Emillio dengan mata masih terpejam tapi dapat membuat Zetta tak bisa menahan senyuman.
"Maafin, gak, ya?" Zetta pura-pura berpikir membuat Emillio membuka mata. Tepat mengarah ke retina mata Zetta.
"Lo tahu?" tanyanya dijawab gelengan kepala oleh Zetta.
"Gue gak mau jadi orang yang berdampak buruk buat Lo." Emillio berbicara yang entah mengapa membuat Zetta merasa tersentuh mendengarnya.
"Siapa bilang? Justru sebaliknya," balas Zetta membuat Emillio bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILLIO
Teen FictionEMILLIO hanyalah anak laki-laki malang yang menjadi korban kesalahan kedua orang tuanya. Author note: -Harap sedia tisu sebelum membaca✔✔ -1-10-2020 Cover by: @Defairalynn_art RANK 1 in #Fiksiremaja [12-05-2021] 1 In #Hurt [...