Part 31

9 2 0
                                    

"Semakin aku mencari penerangku, semakin tenggelam aku dalam kegelapan. Tuhan, apakah caraku salah?"
-Ranin Anastasia V-

***

Ranin tau resiko apa yang akan dihadapi jika seluruh warga sekolah mengetahui masalah lusa kemarin. Termasuk tau kerugian besar yang dialami.

Hari ini hari yang terburuk dari hari-hari Ranin yang lalu. Lokernya penuh dengan berbagai sampah termasuk potongan kecil dari buku-buku pelajarannya, sepanjang perjalanan ke kelas dilempari bulatan kertas- satu kertas berisi batu dan berhasil melukai punggungnya, dan yang paling parah ketika dia datang, bangku tempat dia belajar dipindahkan ke gudang. Ranin pasrah dan akhirnya pergi ke perpustakaan. Duduk di pojokan menikmati siraman sinar matahari ditemani satu novel yang diabaikan.

Kala itu Ranin merasakan sesak yang luar biasa. Sesak yang kali ini sulit untuk dijelaskan. Sehingga lagi-lagi hanya air mata yang mewakili. Dipandangi kedua telapak tangannya. Betapa di dalam hatinya dia mengumpat akan dirinya, membenci dirinya sendiri, lalu membenci dunia. Pada saat itu juga Ranin berharap tiba-tiba Tuhan segera mencabut nyawanya, berharap setelah ini pingsan lalu divonis mempunyai penyakit mematikan- itu lebih baik karena Ranin tidak mau jika ia bunuh diri seperti pecundang yang lainnya, yang artinya mereka kalah sebelum berperang.

Dingin menyengat pipi kirinya. Ketika menoleh, Alan sudah berputar dan kini duduk di depan Ranin. Senyumnya terbit seperti biasanya.

"Makasih," ucap Ranin ketika Alan memberikannya sebotol yoghurt rasa stroberi.

"Nangis mulu lo! Tu liat mata lo uda mirip orang cina." Ranin tertawa hambar.

"Ish. Lo ngapain kesini huh? Masih jam pelajaran loh."

"Ngg.. Gue mau disini aja deh. Nemenin lo." Alan menatap tepat netra Ranin dengan serius.

"Belajar ilmu gombal darimana lo?" cibir Ranin.

"Yeu... Seriusan dibilang gombal!"

"Haha sori sori. Yaudah deh terserah lo, asal endingnya gue nggak bakal ikut-ikutan,"

"Sans."

"Btw, emang kebetulan kita ketemu atau lo sengaja?"

"Sengaja. Gue takut kalo seandainya lo punya pikiran terjun dari atap."

"Hush.. Ya nggaklah! Masih waras gue." Ranin berdecak.

"Soalnya, aku takut ke-hilangan dirimuu.. Aku takut, takut kehilangan muu.. Aku takut ke-hilangan cintakuu.." Ranin tertawa mendengar nyanyian Alan.

"Nggak deh, gue nggak bakal ngilang."

"Janji ya lo nggak boleh ngelakuin hal-hal goblok yang gila itu," Alan mengangkat kelingkingnya.

"Eum.. Lucu, tapi gue janji." Ranin mengaitkan kelingkingnya membuat Alan seperti tersengat aliran listrik halus dan menyetrum jantungnya sehingga jantungnya lepas kendali.

"Pipi lo masih perih nggak?"

"Masih kalo kena air."

"Kenapa nggak dikasih plester?"

"Ih jijay kayak anak kecil."

"Lah? Lo kan juga masih kecil."

"Ihh.." Ranin cemberut. Alan tertawa.

"Tau nggak, Nin, gue kira gue adalah manusia yang paling sakit di bumi ini. Tapi pepatah bilang diatas langit masih ada langit itu emang real ya.."

"Heem. Kalo lo percaya Tuhan punya langit ketujuh, lo seharusnya emang percaya kalo diatas langit masih ada langit."

"Berarti lo termasuk manusia yang kuat, dong!"

Bad LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang