Part 9

49 20 12
                                    

"Sesibuk-sibuknya kita, emang kita masih gitu lupa sama Tuhan? Sibuk itu perlu kok, man. Tapi jangan sampe lupa sama Tuhan. Nggak inget, siapa yang buat lo napas?"

***

Ranin menjalankan pelan-pelan sepedanya sesekali melihat coretan tinta di kertas kecil yang diberi Pak Yusuf.

Sampai di depan mushola, Ranin sengaja berhenti. Mushola itu tidak jauh dari jarak sekolah Ranin. Hanya sekitar 3 menit jalan kaki. Ranin meregangkan ototnya. Matanya tak sengaja melihat mushola yang sepi. Dia termenung. Semenjak dirinya sibuk kerja, Ranin merasa jadi jarang sholat berjamaah di masjid komplek perumahannya. Sekarang, ia jadi sering kali sholat sendiri. Itu pun kalau dia tidak kelewatan. Sebuah perasaan yang salah memasuki relung hatinya. Mushola itu seperti memanggil dirinya. Kebetulan juga ia belum sholat dzuhur, akhirnya dia memarkir sepedanya dan masuk ke mushola.

Ranin kira mushola sedang sepi, ternyata ada seorang cowok berpakaian seragam SMA, sedang membaca ayat suci Al-qur'an. Ranin tau karena pembatas perempuan dan laki-laki tepat di tengah pintu masuk. Jadi ketika masuk, Ranin bisa mengintip di bagian laki-laki.

Setelah mengambil wudhu, Ranin memulai sholatnya dengan meminjam mukenah di mushola tersebut.

Ranin agak tidak fokus sholat ketika dengan jelas, ia mendengar suara merdu dari si cowok pembaca Al-qur'an itu seperti terisak. Sekuat tenaga ia bertahan agar tetap terjaga kefokusannya. Setelah selesai, Ranin menengadahkan tangannya dan mulai berrdo'a, meminta maaf atas semua dosanya, dan berjanji untuk tidak lupa mengerjakan sholat tepat waktu. Tak lupa ia juga mendo'akan kedua orang tuanya.

Bercerita kepada Tuhan, membuat Ranin nyaman. Seperti tidak ada masalah lagi yang menghimpit dada ketika selesai bercerita. Pokoknya hati langsung adem.

Selesai berdo'a, Ranin terdiam lagi di tempat duduknya. Ia mendengar cowok itu terisak lagi. Rasa keponya makin akut tapi ia tak berani untuk menyapa. Akhirnya, ia melepas mukenahnya, melipatnya, dan beranjak dari tempatnya. Dengan duduk di teras mushola, Ranin memasang sepatunya yang sepertinya sudah agak kekecilan membuat Ranin harus memaksa kakinya masuk. Saat Ranin memasang sepatunya di kaki kirinya, seorang duduk di dekat Ranin dan memakai sepatunya.

Ranin melirik. Ia duga, itu cowok yang tadi menangis. Ranin bodo amat tapi ketika lirikannya yang kedua mendapat badge nama sekolahnya, sepenuhnya mata Ranin fokus ke cowok yang sedang mengikat tali sepatunya itu.

"Kak Altan?" Altan menoleh terkejut.

"Eumm.. Ranin? Ngapain lo disini?"tanya Altan bingung.

"Mau ngamen. Ya mau sholat lah,"sewot Ranin.

Altan menyeringai,"lo sholat juga?"

"Emang yang di dunia ini yang bisa sholat cuma lo? Anak TK juga bisa kali," Altan tertawa.

Sekejap Ranin terhipnotis dengan tawa itu. Manis. Altan menunjukkan sikapnya yang jarang Ranin lihat. Cepat-cepat Ranin kembali sadar.

'Tadi Alan sekarang Altan. Cowok kalo senyum manis juga yah..  haishh...  mikir apaan sih?!'

Awalnya Ranin ingin tanya apakah cowok itu tadi menangis? Tapi urung melihat senyum Altan yang terkesan dipaksakan.

"Oh yah, kak! Tadi kakak di cari tuh sama Pak Yusuf. Katanya anak-anak OSIS lagi nunggu kak Altan." Ranin mengikat tali sepatunya.

"Kok lo tau?"

"Abis dari sekolahan tadi, ambil sepeda. Cepetan tu ke sekolah!" Altan ber-oh ria.

"Kalo gitu, gue cabut duluan yak!" Altan berdiri.

"Oke. Eh kak, tadi yang ngaji kakak yah? Suara nya keren kak!" Altan terlihat gelagapan.

Bad LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang