Part 36

13 2 0
                                    

Kambek ni kambek..

Part yang ini buat relaks in otak kalian yang udah kebul² gegara daring yakann..

Meski emang rada nggak ngefeel, gaje, seenggaknya disini enggak ada masalah serius dua rius an.

So, santai...

+Nggak ada rekomenan mulmed jadi serah kalian muter yang mana.. Yang upin-upin juga mangga..

+happy reading..

***

"Pernah dekat kemudian terpisah.
Siapa hayoo..?"

***

Satu kebiasaan Ranin yang tidak bisa dibumihanguskan begitu saja sebelum tidur yaitu satu, minum yoghurt. Kata Ranin, Ranin tidak bisa hidup tanpa minum yoghurt. Emm.. Cintai lambungmu, minum yoghurt tiap hari.

Kebetulan sekali malam ini ketika Ranin membuka kulkas nya, ternyata persediaannya kosong tak bersisa bahkan tak menyisakan tutup botolnya saja. Itulah alasan Ranin yang saat ini berjalan santai di pinggir jalan sambil mengemut permen batang. Di tangannya kini sudah bertengger nyaman satu kantong kresek berisi persediaan yoghurt juga beberapa bungkus camilan. Untung sih di dekat kompleks perumahannya ada minimarket, jadinya Ranin cuma modal jalan kaki dan niat untuk kesana.

For your information, Ranin emang penakut sebenarnya. Apalagi kalau sudah menyangkut dengan satu kata, gelap. Ngakunya si cuma takut gelap tapi ternyata gelap yang dimaksud Ranin itu takut gelap beserta isinya. Tau kan? Yang itu loh, mister lontong putih and the geng nya..

Maka ketika Ranin sampai di depan pohon besar, gelap, lengkap pake sepi, Ranin berhenti. Tiba-tiba bulu kuduknya merinding.

"Plis deh, setan jaman sekarang alay deh! Tinggal minta tolong aja, pake acara sst sst an.." cibir Ranin yang sebenarnya dia takut. Karena jujur demi opah yang gak meninggoy-meninggoy juga, Ranin sempat mendengar sebuah erangan.

"Akh," ringis Ranin ketika dia mendengar erangan lagi yang sepertinya asalnya dari balik pohon besar.

"He mbah jamet, lo mati karena dibunuh disini yaa.. Makanya embah kesakitan pake acara 'akh akh' an segala,"

Gini ni kalo otaknya ditukerin ama yoghurt.

Masih terdengar erangan, Ranin akhirnya menoleh patah-patah ke arah pohon besar. Bentar-bentar, Ranin nggak lagi halu kan? Kok dia liat tangan ya? Cuma tangan loh! Nggak tau badannya.

Dalam pikiran Ranin kini cuma satu, yaitu lari. Namun hati nuraninya menolak keras. Malahan sama hatinya suruh mendekat. Wah, tantangan ni, Nin!

Dengan pelan-pelan Ranin mendekat. Semakin dekat..

Dan semakin dekat bung,

Dan..

"HUWAAA!!" jerit Ranin menjatuhkan belanjaannya. Dia berjongkok menatap sesosok manusia asli di depannya yang terlihat luka-luka lebam di sekujur tubuhnya.

"De-wa? Lo kenapa?" tanya Ranin panik. Dia membantu Dewa agar duduk lebih tegak.

"Gue di-di ker-roy-yok, sstt..-" Dewa meringis begitu bibirnya berkedut perih.

"Allahummaa.. Bentar gue telponin ambulans," Ranin dengan segera merogoh saku jaketnya dan mendial nomor rumah sakit yang diketahuinya.

***

Bad LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang