Part 27

17 5 1
                                    

#misii numpang lewat hehe..

"Kekurangan itu sebab munculnya sebuah keinginan.
Nggak ada kekurangan itu artinya nggak ada keinginan karena terlalu sempurnanya hidup."
-Ranin Anastasia-

***

Begitu menemukan Altan yang sedang merebahkan kepalanya di salah satu bangku menghadap jendela, Ranin dengan langkah hati-hati duduk di depan Altan. Dia menaruh sebungkus roti sandwich beserta sebotol air mineral lalu ikut merebahkan kepalanya menatap wajah Altan yang matanya sedang terpejam menikmati sinar matahari.

Melihat wajah Altan seperti ini membuat Ranin tersenyum sendiri. Altan tampan. Itu pasti. Alis hitam, hidung agak mancung, bibir memerah, dibingkai rahang yang tegas, Altan memang pantas menjadi idola para kaum hawa. Jangan lupakan rambut hitamnya yang menutupi dahinya. Membuatnya persis seperti aktor-aktor korea. Namun yang paling disukai Ranin sekarang adalah wajah tak sadarnya yang terlihat menggemaskan. Wajah yang tidak dingin maupun datar. Pemandangan langka yang Ranin tidak akan lewatkan.

Lagi khusyuknya menonton pemandangan langka ini, tiba-tiba Altan menggeliat. Ranin refleks mengangkat kepalanya dan pura-pura melihat kertas hasil ulangannya tadi pagi.

"Ngapain?" tanya Altan mengangkat kepalanya.

"Suka-suka gue. Ini kan perpus bukan punya lo doang," ketus Ranin.

Altan mendengkus lalu bangkit dari duduknya. Tanpa sadar tangan Ranin bergerak dan memegang pergelangan tangan Altan. Membuat Altan terdiam bagai patung.

Satu detik..

Dua detik..

Tiga detik...

Empat.. Lima.. Enam..

Bip bip bip

Dengan cepat Ranin melepas pegangannya. "Lo kenapa? Ada yang sakit nggak?" panik Ranin.

Altan menelengkan kepalanya aneh, "Enggak. Gue baik-baik aja, nggak sakit kok. Tapi jantung gue kok berdebar-debar aneh ya?"

Ranin mengernyit. Tiba-tiba dia teringat sesuatu.

'Nggak boleh geer. Nggak boleh baper. Nggak nggak boleh!'

"Ng.. Tatan lo duduk dulu aja deh gue bawain roti sama air putih ni." Ranin menyerahkan sebungkus roti dan sebotol air mineral yang dibawanya tadi. Yang diterima Altan dengan ragu-ragu namun akhirnya dia duduk.

"Gue kesini cuma mau bilang, tolong cabut surat panggilan ortu. Gue kasian sama mereka-mereka. Ntar kalo mereka dimarahin gimana? Lagipula mereka kan nggak ikut-ikutan nyiksa gue," cerocos Ranin.

"Lo kasian sama mereka tapi mereka nggak kasian kan sama lo? Dan tadi lo bilang sendiri kalo itu nyiksa lo. Mau berapa tahun lagi lo mau dimainin? Mau buat kenang-kenangan masa sekolah?" sarkas Altan sejenak lupa dengan kejadian tadi.

'Gue nggak boleh lama-lama disini,'

"Tadi mereka uda minta maaf kok sama gue. Jadi ya urusan uda kelar karna gue uda maafin mereka. Gue minta tolong supaya lo mau cabut surat panggilan ortu itu. Please."

Altan mendengkus, "Baik banget,"

Ranin tersipu. "Gue cuma mau bilang gitu, makasih ya uda nolong gue. Gue duluan," Ranin bangkit dari duduknya cepat-cepat sampai lupa bahwa dia meninggalkan kertas hasil ujiannya yang sekarang sedang digenggam oleh Altan.

Melihat hasil ulangan Ranin, Altan tertawa kecil. "Dua puluh?"

***

"Sialan lo! Bangsat! Berani-beraninya lo mainin gue ha?!" teriak Meiva setelah mendorong kasar bahu seseorang hingga membuatnya menabrak dinding. Lokasi keduanya yakni di gudang sekolah.

Bad LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang