Part 11

58 11 1
                                    

Hari masih pagi ketika Ranin sampai sekolah. Tangan kanannya menggenggam lengan kirinya erat-erat. Wajahnya terlihat ragu. Kakinya maju selangkah. Lalu berhenti. Selangkah lagi, berhenti lagi. Selangkah, berhenti, selangkah, berhenti, begitu seterusnya. Hingga tak sadar kakinya sudah menapaki tanah di depan kelasnya.

Terdengar suara bising berasal dari kelasnya. Ranin mengatur nafasnya. Setelah dirasa baikan, Ranin melanjutkan langkahnya masuk kelas. Hal pertama yang dipikirkan Ranin adalah teman-temannya akan berhenti bising lalu dia akan jadi objek utama dan lalu suara-suara pedas akan terdengar. Tapi ternyata Ranin salah! Teman-temannya masih bising, ada yang lagi kumpul ghibah, teriak-teriak kalah main ML, dan banyak lagi kegiatan yang dilakukan siswa saat baru datang sekolah pagi.

Kedatangan Ranin tidak mereka hiraukan. Meliriknya saja tidak. Seakan-akan Ranin adalah orang asing. Dengan menghela nafas, Ranin melangkah menuju bangkunya.

"Eh btw kenapa sih, cewek rela makan sayur doang tanpa nasi biar nggak gemuk?"tanya Gabriel kepada teman cs nya.

"Itu artinya lagi diet, jayus.."timpal Rizky.

"Cewek itu, kalo uda terobsesi pengen kurus, bakal nglakuin apa aja! Contohnya kek tadi, makan nggak pake nasi. Gue mah ogah!"lanjut Rizky.

"Makanya cewek keliatan loyo, lah kekurangan karbohidrat.. Hahaha.." semua tertawa mendengar timpalan Danu.

Dewa yang sedang asyik-kusyuk memejamkan matanya langsung menatap heran teman-temannya.

"Gue heran deh, omongan kalian tu nggak guna tau nggak! Ngomongin cewek apa faedahnya sih?! Kenapa nggak kalian ngomongin hal-hal berbau cowok aja?! Kalian kan cowok. Bukan cewek yang suka ghibah gebetannya."

Mereka yang mendengar seruan Dewa langsung terbawa suasana. Benar juga kata Dewa. Kenapa mereka malah ngikutin jejak para cewek yang suka ghibah ngalor ngidul gak jelas?

Suara Gabriel kembali terdengar, "eh kemarin ada episode baru dari Takim. Takim ijab kabul-an sama Susi. Uda pada liat belom?" Dan akhirnya pembicaraan tentang 'Takim-takim' entah-siapa-itu menjadi melebar. Dewa menepuk jidatanya, kenapa hanya dia yang waras diantara ketiga temannya?

Mata Dewa mengarah kepada sosok yang baru masuk kelas. Seorang cewek yang rambutnya selalu dikucir kuda. Sebuah nama terlintas di kepalanya. Ranin. Pandangannya jatuh ke siku Ranin yang terbalut perban. Jauh di dalam hatinya, Dewa merasa kasihan. Tapi mengingat kesalahan yang pernah dia buat, membuat Dewa menepis jauh-jauh perasaan itu.

Kringg..

Bel tanda berkumpul di lapangan berbunyi. Semua bergegas menuju ke lapangan. Ranin menepuk jidatnya.

"Ah, Ranin ogeb. Sekarang upacara bendera. Mana gak bawa topi lagi.." Muka Ranin menyiratkan nelangsa. Dirinya harus siap mendapat hukuman dari guru kesiswaan.

Dan benar saja. Saat upacara akan dimulai, guru kesiswaan langsung menyuruh siswa yang tidak memakai atribut lengkap, segera baris di depan. Dengan langkah malas, Ranin maju ke depan di dekat mimbar upacara dan berdiri menghadap siswa-siswi yang memakai atribut lengkap. Untungnya Ranin tak sendiri. Beberapa anak kelas 10, 11, dan 12 ada yang tidak memakai atribut lengkap. Rata-rata sih, anak laki-laki.

Sang ketua OSIS mengabsen nama-nama siswa yang melanggar aturan tersebut. Hingga tiba di giliran Ranin.

Ranin tersenyum ramah, "hai Tatan!"

Altan menatap datar Ranin. Tanpa menghiraukan Ranin, dia segera menulis nama Ranin.

"Ranin siapa? Kelas? Alasan maju ke depan?"

"Ranin Anastasia. Kelas sebelas ips empat. Nggak bawa topi."jawab Ranin malas ketika Altan tak membalas sapaanya.

Karena Ranin yang terakhir, setelah mengabsen nama Ranin, Altan bergegas menyerahkan catatan murid yang melanggar aturan ke guru kesiswaan lalu ikut berbaris di kelasnya.

"Kemaren anget sekarang jadi es. Dasar labil!" decak Ranin setelah Altan pergi.

Akhirnya upacara dimulai. Petugas upacara yang terpilih menjalankan tugasnya dengan baik sampai tiba di acara pemberian amanat. Ini yang membuat Ranin benci melaksanakan upacara. Di bagian upacara ini, Ranin selalu terkantuk-kantuk ayam mendengar gurunya berkicau. Apalagi jika gurunya bersemangat memberikan amanat, kaki Ranin bisa gerak tekuk kanan tekuk kiri.

Ternyata yang memberi amanat sekarang adalah bapak kepala sekolah. Sudah pasti isi amanatnya  hal-hal penting yang ingin disampaikan kepala sekolah. Ranin menguap saat kepala sekolah memberi salam. Yang setelah itu dilanjut pembahasan inti.

"Murid-murid saya yang saya banggakan. Saya akan memberi pengumuman khusus untuk kelas dua belas dulu."

"Untuk kelas dua belas, saya harap di semester ganjil ini, kalian harus semakin serius belajar karena di semester genap nanti, kalian akan dihadapkan dengan ujian-ujian bukan pemateri lagi!" Seketika koor kecewa berkumandang dari kelas 12 sebelum bapak kepala sekolah memberi tanda untuk diam. "Maka dari itu, jangan lagi main-main di kelas dua belas untuk mempersiapkan kesiapan diri kalian masing-masing."

"Selain itu, saya ingin mengumumkan bahwa pemilihan ketua osis yang baru akan segera dilaksanakan. Untuk para kandidat ketua osis, segera mempersiapkan syarat-syarat sebagai ketua osis dibawah bimbingan ketua osis yang lama. Untuk anggota osis yang lainnya mohon bantuannya."

"Ada lagi yang mau saya sampaikan," kali ini suara koor kecewa terdengar dari seluruh kelas termasuk Ranin yang wajahnya sudah tidak tahan menerima sengatan sinar matahari.

"Berbanggalah kalian, karena teman kalian berhasil membawa piala nasional untuk sekolah kita dalam lomba olimpiade Kimia!!" suara tepuk tangan bergemuruh seperti ingin merobohkan gedung besar sekolah itu. Sebagian besar bertanya-tanya, siapakah murid yang beruntung itu? Sementara sebagian kecil sudah tau siapa orang itu.

"Maka dengan perasaan bersyukur, kami ingin memberikan hadiah lomba sebagai pernyataan terima kasih. Untuk Altan Abiandra, diharapkan maju ke depan." Sorak sorai tepuk tangan kembali terdengar. Kali ini ditambah dengan kalimat, "Altan! Altan!"

Ranin bertepuk tangan kuat-kuat dan tersenyum lebar. Ketika Altan akan naik ke mimbar, Ranin berseru, "Selamat Tatan." Altan tidak menanggapi. Ia langsung naik mimbar menyalami bapak kepala sekolah.

"Tatan mukanya pucat.." gumam Ranin.

Ranin terus memperhatikan setiap gerakan Altan sampai waktu pemotretan dan akhirnya Altan turun membawa piala juga hadiah uang tunai.

Langkah Altan terhenti tepat di depan Ranin. 'Sial! Kepala gue..'

Di sebelahnya, Ranin memegang lengan Altan. "Kak Altan nggak papa?" Altan menepis pegangan Ranin. Dia memaksa untuk maju sedikit demi sedikit. Namun baru selangkah, Altan ambruk. Pialanya jatuh menggelinding. Para murid seketika terdiam bagai patung. Bapak kepala sekolah menoleh panik. Sedangkan Ranin bersusah payah menahan bobot Altan. Yah, Ranin yang menangkap Altan saat Altan ambruk.

Karena Ranin tidak kuat, Ranin jadi jatuh terduduk. Kepala Altan jatuh di pangkuan Ranin. Siku Ranin yang terbalut perban menghantam tanah, membuat lukanya kembali terbuka.

Ranin menepuk pelan pipi Altan, "kak?" Para anggota PMR segera datang dan mengangkat Altan menuju ke ruang UKS. Ranin menatap khawatir kepergian Altan. Sampai sebuah suara membangunkan kesadarannya. Upacara dilanjutkan seperti biasa.

Saat Ranin akan bangun, sebuah amplop tergeletak di pangkuannya. Sambil berdiri, Ranin meneliti amplop tersebut.

'Rumah Sakit Panti Nirmala?'

Tanpa menghiraukan kegiatan upacara yang dilanjutkan, Ranin membuka amplop tersebut dan mengeluarkan kertas yang berwarna senada dengan amplopnya. Tangannya membuka kertas tersebut dan..  nama 'Altan Abiandra' menyapa pertama kali penglihatannya.

***

Isinya apa, Nin? Kaget sama isinya nggak, Nin? Para readers ada yang kepo nggak sama isinya?

Yokk makanya see you next part yah.. Tetap stay di sini okee

Bad LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang