"Yang artinya, semua masalah itu pasti ada jalannya. Pasti. Asal dia berusaha buat nemuin jalannya."
***
Setelah bel pulang berbunyi, Alan segera ke UKS dan memapah Altan meski Altan bersikeras bilang sudah baikan. Sampai di koridor parkiran, Dika sudah menunggu.
"Eh, Dik. Lo temenin Al bentar dong! Ada yang ketinggalan." ucap Alan dengan nada memohon.
Dika menurut tanpa banyak protes. Dia menggantikan posisi Alan. Alan berlari kecil masuk ke sekolahan kembali.
"Dik, nunggu di mobilnya Alan aja yuk!" ajak Altan lemas. Tiba-tiba Altan merasa kepalanya pening.
"Oke." Dika segera membantu Altan berjalan.
Ranin memandangi sepeda motornya yang lecet dengan pandangan kasihan. Karena aksi kebrutalannya semalam, yakni mengegas motornya dengan kecepatan diatas normal, dia jatuh di tikungan. Dan berakhir siku kirinya terhantam trotoar. Dia mengambil helm-nya dan memakainya sambil berkaca di spion. Dari spion tersebut, Ranin melihat sosok Altan yang dipapah Dika. Perasaanya mencelus.
'Kak Altan kasian. Pasti rasanya sakit banget sampe dipapah kek gitu.'
Setelah selesai memperhatikan Altan yang masuk ke mobil hitam mewah itu, Ranin mengegas motornya.
Altan yang duduk di pinggir pintu yang masih terbuka seketika memicing melihat sepeda motor berwarna biru-putih yang tak asing lagi. Dalam hatinya dia membatin, 'mulai hari ini, urusan lo jadi urusan gue Ranin. Karna lo uda masuk dalam urusan pribadi gue.'
***
Setelah Ranin memulangkan sepeda motornya, tanpa berganti baju, Ranin memulai perjalanan mencari kerja dengan berjalan kaki. Matanya awas melihat setiap ada brosur atau setiap dia melewati toko. Sampai di warung nasi padang yang terlihat lagi rame-ramenya, Ranin berhenti.
'Apa gue coba disana aja ya? Yaudah deh, bismillahirohmanirohim, allahuakbar. Buset kek mau sembelih kurbanan aje.'
Ranin mulai masuk dan mendekati si ibu penjual. Jika dilihat-lihat, ibu penjual itu seperti tidak ramah. Mukanya aja keliatan nenek peyot. Nggak ada senyum pepsodentnya. Tapi, Ranin berusaha tersenyum.
"Mbak pesen apa?"tanya Ibu penjual tanpa menatap Ranin.
"Saya nggak pesen, bu. Saya mau tanya disini ada lowongan kerja nggak, bu?"
"Nggak ada," jawab ibu itu cepat sekaligus ketus. Setdah, jawaban instant tanpa dipikir. Ranin kembali berusaha.
"Atau, saya bisa bantu Ibu sekarang mumpung rame?"
"Nggak usah. Kamu itu anak SMA. Nggak bisa urusin kayak gini," Ibu itu mengantarkan pesanan ke seorang pemuda di meja tengah. Ranin membututi.
"Saya bisa cuci piring bu, atau anter pesanan." Ibu itu diam. Sesampai di depan bagian pemesanan, Ibu itu menatap Ranin marah.
"Kamu itu ganggu saya kerja! Kalau saya bilang nggak ada, ya nggak ada! Ngotot aja kamu!" Ranin kesal bukan main. Tanpa sengaja, Ranin membentak Ibu itu.
"Santai aja kali, bu!" Bentak Ranin seraya berderap pergi dengan kesal. Dari luar, Ranin bisa mendengar si ibu itu berseru, "Uedann.. Uda ngotot masih nyolot. Semoga saja ibu-nya ndak stroke dadakan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Liar
Teen Fiction"Tuhan, bisakah dia bersamaku? Selamanya, seperti keinginannya?" -Ranin Anastasia Valda- "Tuhan, tolong jangan jadikan aku sebagai pembohong, yang belum tentu bisa menyanggupi keinginanku sendiri." -Altan Abiandra- "Tuhan, aku ingin dia bersamaku...