🌥Future Mommy - Chapter Duapuluh Dua🌥

82.7K 7.1K 133
                                    

Elio terdiam di atas kasur sambil menundukkan kepala. Pandangannya benar-benar kosong saat ini. Entah sampai kapan sifat Tessa yang suka menindas dan menyakiti fisik dan batin Elio selesai. Elio benar-benar tidak suka ketika Tessa dan Kai datang ke rumahnya.

Entah apa kesalahan Elio saat kecil pada Tessa sehingga kakak dari ayahnya itu tidak suka dengan keberadaannya.

Nana tiba-tiba sudah berada di samping Elio dan duduk di sana. Elio masih diam dengan segala pikiran di kepalanya.

Nana menatap Elio. "Elio kenapa?" Elio masih terdiam dan tidak menanggapi ucapannya.

Saat ini rasanya Elio ingin menangis. Menangis dan menumpahkan segala kesedihan yang dipendamnya sedari dulu, menumpahkan semua pertanyaannya sedari dulu.

Kenapa, kenapa dan kenapa?!

Hanya itu pertanyaan yang ada di kepala kecilnya. Masih kecil saja sudah ada yang membenci. Bagaimana jika Elio besar nanti. Apakah kebencian yang dimiliki Tessa masih terpendam untuknya atau bagaimana.

Rasanya saat ini, Elio ingin mencari kebenaran. Kebenaran akan semua yang tersembunyi sedari dulu darinya.

"Elio kenapa kok diam saja. Tadi baik-baik aja loh. Coba sini tatap mata Bunda." Tangan Nana menggenggam tangan kecil Elio yang terlihat unyu ditanganya.

Menyuruh Elio untuk menatap matanya lebih dalam. Nana ingin tau kenapa putra kesayangannya ini tiba-tiba diam seperti ini.

"Elio, coba tatap mata Bunda sayang."

Awalnya Elio tetap terdiam, tapi lama-kelamaan Elio mengikuti kemauan dari Nana. Ia menatap tepat di mata Nana dengan dalam. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini membuat Nana merasa penasaran. Ia menatap Elio balik, hingga keduanya saat ini saling menatap dalam diam.

Lama mereka saling menatap, tatapan Nana langsung terarah ke pipi Elio. Ia terkejut saat mendapatkan kedua pipi putra berwarna merah. Ia memegang pipi Elio hingga anak itu meringis kesakitan.

"Pipi Elio kok bisa merah. Padahal tadi nggak nggak kenapa-napa loh."Nana kembali memegang pipi Elio membuat Elio meringis lagi.

" Sakit, Bunda." Kedua mata Elio berkaca-kaca. Ia melepas tangan Nana dari kedua pipinya, lalu menunduk sambil meremas kedua tangannya takut.

"Kok bisa sakit, El. Tadi kamu nggak kenapa-napa loh, kenapa sekarang malah sakit begini." Nana memeriksa kembali pipi Elio. Elio terdiam dengan cukup lama tanpa menjawab pertanyaan dari Nana.

"Elio jawab sayang, siapa yang lakuin ini?" Nana semakin bertanya kepada Elio. Tapi Elio tetap tidak mau menjawab.

Tadi saat ia menjemput Elio di sekolah, pipi Elio tidak seperti ini. Tapi saat Elio tiba di rumah, tiba-tiba pipi putranya memerah. Nana jadi berfikir jika Tessa yang ngelakuin ini. Tapi apakah itu benar?

Nana terdiam cukup lama, lalu menatap Elio dengan pandangan menyelidik. Ia meraih kedua tangan Elio dan membawanya menuju pipinya sendiri. Ia terdiam sejenak sebelum bertanya.

"Apa.....Tante Tessa yang ngelakuin ini?"

Elio menatap Nana dalam diam. Kemudian menundukkan kepalanya. Lama-lama tangis Elio terdengar setelah nama Tessa terdengar. Nana yang melihat itu pun merasa bingung. Ia meraih Elio masuk ke dalam pelukannya.

Mendengar tangisan Elio membuat Nana mengambil kesimpulan, bahwa Tessa yang membuat pipi Elio memerah.


Tapi kenapa?

Segala bentuk pertanyaan ditanyakan Nana di dalam kepalanya. Rasanya tidak percaya jika Tessa melakukan hal itu kepada Elio.

••••••

Saat di meja makan, Nana terus saja menatap Tessa menyelidik. Jika memang Tessa yang melakukan semua itu, Nana tidak akan pernah diam. Siapa pun yang menyakiti anaknya mereka akan berurusan dengan Nana. Sekali pun mereka keluarga Nana sendiri.

Nana menyendok makanan untuk Tiar, bahkan untuk Elio juga, dan terakhir untuk dirinya sendiri.

"Elio makan yang banyak sayang. Makan sayur juga ya." Elio mengangguk saja, karena Elio tidak pernah memilih-milih makanan.

Mereka pun makan dalam diam. Sesekali Tiar akan menyuapkan makanan ke Elio, begitu pun sebaliknya. Nana tertawa ketika Tiar dan Elio saling suap-suapan. Sedangkan Tessa sudah dibuat kesal lantaran melihat kebahagiaan keluarga baru ini. Rasanya saat ini Tessa ingin pergi saja dari tempat ini.

Kai dan Selia makan dengan lahap tanpa menghiraukan Tessa yang saat ini sudah sangat kesal. Karena sudah kepalang kesal, Tessa pun mencoba menegur.

"Na, jangan suka suap anak. Nanti anaknya malah makin manja. Itu tidak baik loh, Na," terus Tessa sambil tersenyum paksa.

Tiar yang mendengar itu pun berdecak sebelum meminum air putih yang berada di depannya. Kemudian Tiar berdiri dari duduknya.

"Saya sudah selesai." Sebelum pergi, Tiar mencium kening Nana dan Elio terlebih dahulu. Lalu berlalu meninggalkan meja makan.

Nana hanya bisa tersenyum. "Elio makan lagi sayang." Elio mengangguk. Nana kembali melahap makanannya.


Tessa merasa kesal saat Tiar dengan tidak sopan-nya pergi saat ia selesai berbicara, dan semakin kesal lagi karena Nana dan Elio terlihat cuek dan tidak menanggapi ucapannya. Menyimpan sendok-nya dengan kencang membuat ke empat orang di meja makan itu pun tiba-tiba berhenti makan karena terkejut.

"Elio itu tidak seharusnya dimanjain kayak gini, Na. Dia itu sudah besar, sudah nggak pantas buat manja-manjain segala. Kamu juga jangan mau disuruh jemput atau mengantar Elio. Bisa-bisa kamu dibuat jadi pembantu dari pada orang tua sama dia." Tessa sudah tidak bisa lagi menahan rasa kesalnya, hingga kata-kata yang harusnya tidak dia ucapkan ke luar dari mulutnya.

Nana terdiam cukup lama, lalu tersenyum dengan tipis. "Lalu bagaimana dengan Mbak sendiri?" Nana terdiam sejenak. "Mbak juga sering mengantar Kai ke sekolah. Apa bedanya dengan Elio, Mbak."

"Ya pasti beda lah, Na. Elio bukan anak kandung kamu, tapi hanya anak tiri. Untuk apa kamu terlalu baik dengan Elio, sedangkan dia hanya anak mantan istri dari Tiar. Dia it---"

"Mbak kayaknya sering banget bicara kayak gitu dengan Nana." Nana terdiam sejenak. "Elio itu masih kecil, tidak sepantasnya Mbak Tessa memperlakukan Elio seperti itu. Jika Mbak membenci Elio karena masa lalu Mbak, jangan bawa-bawa Elio ke dalam kebencian Mbak Tessa. Elio hanya anak kecil yang tidak tau apapun, tapi sudah dibenci oleh keluarganya sendiri tanpa tau masalah apa yang Elio lakukan. Aku pikir, Mbak Tessa benar-benar kekanakan," ujar Nana tanpa berpikir dengan siapa ia berbicara.

"Kekanakan? Maksud kamu apa?!" Tessa sudah dibuat kesal lantaran Nana mengatakan sesuatu hal yang tidak disuakai Tessa.

"Tidak seharusnya Mbak memperlakukan Elio seperti musuh. Kekanakan? Ya! Mbak Tessa memang kekanakan. Jika tidak, kenapa harus mencubit pipi Elio sampai memerah seperti itu jika bukan kekanakan?"

F U T U R E M O M M Y ( RE-POST ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang