HAPPY READING!
💘
Kaki itu melangkah dengan pelan menuruni setiap undakan tangga. Seakan takut jika Seseorang akan tau jika di tengah malam seperti ini ia ke luar dari kamar. Tadi siang, sepulang sekolah anak berusia 7 tahun itu dihukum oleh sang Ayah entah untuk keberapa kalinya.
Tiar menghukumnya tidak boleh makan sampai besok Pagi. Tetapi yang namanya anak kecil, tidak makan dari Pagi sampai Pagi lagi tidak akan tahan. Untuk itu ia berjalan mengendap-ngendap ke luar dari kamar menuju Dapur.
Dibukanya Tudung Saji yang berada di atas meja. Helaan nafas pun terdengar, tidak ada apapun diatas meja, kecuali air putih. Dipegangnya perut yang terasa melilit karena sakit. Ditatapnya Kulkas yang berada tak jauh dari meja makan. Dibukanya kulkas itu dan meneliti tiap-tiap bahan makanan di dalamnya. Kali saja ada makanan yang bisa dimakan.
Lalu tatapanya berhenti pada sekumpulan Snack dan es krim. Senyuman lebar pun tak mampu ditahannya. Diambilnya beberapa Snack kemudian dibukanya.
"Den Elio sedang apa?" Pertanyaan terdengar dari arah belakang membuat anak yang bernama Elio itu pun menoleh. Dilihatnya Bi Asih salah satu Pembantu di rumahnya.
"Den Elio sedang apa?" Bi Asih bertanya kembali.
"Hmmm, Elio laper," jawabnya singkat. Kemudian matanya menatap Snack yang sudah di bukannya.
"Loh Den Elio belum makan?" Elio menggelengkan kepalanya dan Bi Asih menatap Elio dengan kasihan.
"Mau Bibi Masakin? Semua makanan sudah habis. Tadi malam ada banyak teman-teman Tuan datang. Jadi makanan yang para pembantu masak tidak ada yang tersisa, " jelas Bi Asih.
Elio terdiam sambil mengunyah snack di mulutnya. Wajahnya mendongak menatap Bi Asih, lalu sedetik kemudian digelengkan kepalanya.
"Hmm, nggak usah Bi. Elio makan ini aja."
"Tapi kalau makan Snack tidak bisa mengganjal perut, tetap laper terus pasti. Lebih baik biar Bi Asih saja yang masak, oke?"
"Nggak perlu Bi. Makan Snack ini saja sudah bikin Elio kenyang. Lagian Elio takut kalau Daddy tau," ucap Elio dengan suara lirih.
Bi Asih menghela nafas, "kalau Den Elio Laper beritahu Bibi ya. Biar Bibi Masakin makanan."
"Iya"
💘~•••~💘
Elio keluar dari kamar setelah seragam sekolahnya terpakai. Berjalan menuruni tangga dengan semangat. Kepalanya menatap sekeliling mencari sosok sang Ayah, dan sosok yang dicarinya pun tertangkap oleh matanya. Kakinya berjalan mendekati sang Ayah.
Sang Ayah yang sedang memeriksa beberapa berkas yang berada di atas meja pun beralih menatap Elio sambil mengerutkan kening.
"Ada apa?" Pertanyaan yang ayahnya lontarkan membuat Elio tersenyum seketika.
"Dad." Elio memanggil Ayahnya beberapa kali dengan semangat, dijawab gumaman lirih dari sang Ayah.
"Kata guru-nya Elio hari ini ada penerimaan rapor." Elio mengetuk-ngetukkan kedua jarinya dengan sedikit gugup. Wajahnya menunduk tidak berani menatap mata sang Ayah.
"Terus?" Tanya Tiar masih dengan wajah yang tetap fokus ke lembaran-lembaran kertas di atas meja.
Elio bergumam panjang, dengan gugup menatap Sang Ayah lama, lalu tersenyum lebar, "orang tua Murid disuruh datang oleh guru-guru. Dad--"
"Daddy nggak bisa." Wajah yang tadinya sedikit antusias digantikan dengan wajah yang sayu.
"Tapi kenapa?" Tanya Elio bingung.
"Daddy ada Meeting hari ini, jadi nggak bisa ke sekolah kamu." Bibir Elio sedikit mengerucut, terlihat sekali jika anak itu kecewa dengan jawaban sang Ayah.
"Tapi penerimaan rapor ini penting, Dad."
"Tidak ada yang lebih penting dari Meeting. "
"Tapi semua guru mewajibkan muridnya untuk datang dengan orang tua."
"Pergi saja dengan Bi Asih."
"Tapi Bi Asih bukan orang tua Elio."
Tiar, Ayah Elio menatap putranya dengan tajam, membuat Elio mundur sedikit karena takut, "jangan manja Elio. Pergi dengan Bi Asih juga bisa 'kan, kenapa harus Daddy. Daddy itu sibuk, ada Meeting hari ini dan Meeting ini tidak bisa ditunda. Kamu ngerti?" Dengan tegas Tiar menjawab.
Elio terdiam cukup lama. Memikirkan bagaimana caranya Tiar setuju datang ke sekolah untuk menerima rapor miliknya. Elio ingin Tiar tau jika ia bisa menandingi teman-temannya dalam hal pelajaran, seperti yang diinginkan Tiar selama ini.
Elio dengan susah payah belajar dan menjadi anak yang baik untuk menarik perhatian Tiar. Tapi kenapa Tiar tidak pernah menanggapi dengan serius atas pencapaian yang Elio dapatkan.
"Hari ini saja Dad Elio mohon." Elio menatap Tiar dengan wajah berkaca kaca.
Tiar berdecak dengan kesal, ia berdiri sambil menendang meja sedikit kencang, membuat Elio terkejut dan mundur seketika. Tiar tidak membalas permohonan Elio, pria itu memilih meninggalkan Elio yang matanya sudah berkaca-kaca.
Tatapannya mengarah ke arah Tiar yang sudah menjauh darinya. Ia berdiri lama di situ, hingga helaan nafas kasar terdengar. Kedua tangannya mengusap air mata yang sudah turun membasahi pipinya.
Bi Asih yang melihat Elio mengusap pipinya merasa kasihan, wanita itu menghela nafas, kemudian mendekati anak majikannya.
"Ayo Den kita berangkat. Sebentar lagi acara di sekolah akan di mulai."
•
•
•
•
•
💘
KAMU SEDANG MEMBACA
F U T U R E M O M M Y ( RE-POST )
RandomRevisi dan repost Elio Fernandes Chio. Seorang anak berusia sekitar 7 tahun yang memiliki impian kebahagiaan disela sela masa kecilnya. kedua orang tua yang tidak pernah memberikan kebahagiaan dimasa pertumbuhannya membuat Elio menjadi anak yang pen...