Suara ketukan pintu membuat tidur Nana terganggu. Ia melenguh pelan, kemudian membuka kedua matanya. Lalu menutup dan membukanya kembali. Ia menatap ke samping di mana suaminya berada. Menatap wajah tampan Tiar sesaat hingga suara ketukan kembali terdengar.
Sebelum terbangun, Nana meraih selimut yang menutupi tubuhnya. Ia turun dari kasur dan segera memakai baju tidur satin miliknya dengan cepat. Kemudian meraih selimut dan menutup tubuh Tiar sampai dada. Ia menghela nafas panjang, lalu berjalan menuju pintu.
Saat pintu terbuka wajah Elio lah yang pertama kali ia lihat. Nana tersenyum, lalu meraih wajah Elio dan mencium keningnya sembari menutup pintu kamar.
"Hai, sayang. Elio udah siap-siap mau pergi sekolah ya?" Elio mengangguk dengan cepat. Kedua tangannya memegang tali tas sambil menatap pintu yang sudah ditutup.
"Kok pintunya ditutup, Bun?" Nana mengelus tengkuknya dengan kikuk.
Nana sengaja menutup pintu, kamar Nana dan Tiar sedang berantakan saat ini. Ia tidak ingin Elio melihatnya, makanya ia menutup pintu dengan segera.
"Hmm, kamar Bunda sama Daddy lagi berantakan banget, Sayang. Makanya Bunda tutup biar Elio nggak lihat betapa berantakan nya di dalam. Bunda malu kalau Elio melihatnya," ucap Nana sembari berdecak pelan.
Kening Elio mengerut, kembali ia mengintip pintu kamar walau pintu itu masih tertutup. Elio jadi penasaran bagaimana berantakannya kamar orang tuanya di dalam sampai-sampai ibu sambungnya itu menutupnya.
"Kok bisa berantakan?"
"Hmm, kayaknya tadi malam ada gempa bumi, makanya bisa berantakan." Nana meringis setelah mengucapkannya.
"Oh ya?" Elio masih tidak percaya dengan ucapan Nana. Penjelasan Nana benar-benar membingungkan. Kalau memang ada gempa bumi kenapa Elio tidak merasakannya.
"Iya, sayang. Ayo, mending kita turun ke bawah. Elio kan mau sekolah, yuk Bunda anterin." Dengan cepat Nana menarik Elio menjauhi kamarnya. Dari pada anak itu bertanya kembali. Nana tidak tau harus menjawab apa jika ditanya lagi.
"Elio mau salim Daddy, Bun." Nana berhenti berjalan, ia menatap Elio dengan lama.
"Daddy lagi tidur, kayaknya Daddy kecapean, makanya sampai sekarang belum bangun juga." Elio mengangguk mengerti.
"Kalau gitu Bunda aja yang Elio salim dua kali. Anggap aja kalau Elio salim Bunda sama Daddy." Nana tertawa kecil mendengarnya.
"Boleh boleh boleh." Elio dengan segera menyalami tangan Nana dua kali, seperti yang diucapkan Elio tadi. Nana mengusap kepala Elio dan mengecup pipinya.
"Hati-hati ya di sekolah. Belajar yang benar, jadi anak yang baik. Hormati guru seperti Elio hormati Bunda dan Daddy. Jangan nakal, kalau ada temannya yang kesusahan, Elio bantuin, oke?"
"Siap, Bunda. Elio berangkat dulu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Nana menghela nafas setelah Elio berangkat dengan salah satu supir. Ia membalikan badannya dan segera berhenti saat Tiar berada di depannya.
"Elio udah berangkat?"
"Sudah, Mas. Sejak kapan Mas bangun?"
"Baru saja, setelah itu Mas beresin kamar kita yang berantakan." Kedua pipi Nana langsung terasa panas. Ia memukul pelan bahu suaminya gemas.
"Kelakuan siapa coba itu?" Mata Tiar memicing.
"Siapa lagi kalau bukan kamu?" Nana langsung mengerucut bibir.
"Ih, kok kelakuan Nana sih. Kelakuan Mas sendiri kok malah nyalahin aku." Tiar bergumam. Ia berdiri di depan Nana sambil menatap wanita itu dengan lama. Kemudian tatapannya terarah ke perut Nana.
KAMU SEDANG MEMBACA
F U T U R E M O M M Y ( RE-POST )
RandomRevisi dan repost Elio Fernandes Chio. Seorang anak berusia sekitar 7 tahun yang memiliki impian kebahagiaan disela sela masa kecilnya. kedua orang tua yang tidak pernah memberikan kebahagiaan dimasa pertumbuhannya membuat Elio menjadi anak yang pen...